Senin, 27 Januari 2014

Psikologi Anak & Remaja


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahiwabarokaatuh.
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang masih senantiasa  memberikan nafas kehidupan dan hidayah-Nya kepada saya selaku mahasiswa yang ingin mencapai sebagian kecil kesuksesan dalam menuntut ilmu, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan hasil observsi ini.
Laporan  ini disusun agar para pembaca memahami dilema dan problematika terhadap psikologis anak jalanan
Sebagai manusia biasa, tentunyasayai sebagai penyusun memiliki kelemahan dan kekurangan dalam makalah ini, tentnya saya menyadari hal itu seperti pepatah, tiada gading yang tak retak dan tiada mawar yang tidak berduri, maka dari itu diperlukan kritik dan saran pembaca untuk melengkapi kekurangan tersebut.


                                                                                      Bandung, 20 November 2013



                                                                                                 PENYUSUN

BAB I
PENDAHULUAN

A.           LATAR BELAKANG
          Dalam pengertian psikologi, yang di maksud dengan lingkungan adalah situasi atau tempat di mana manusia itu hidup, menyesuakan dirinya. Lingkungan itu dapat di artikan juga sebagai segala hal yang merangsang kepada individu, sehingga individu tersebut turut terlibat karenanya (individu melakukan kegiatan untuk merespon perangsang tersebut). Sejak masa konsepsi (pembuaha ovum oleh sperma) sampai dengan masa-masa selanjutnya, individu mrenerima pengaruh dari lingkungan, memberi respons terhadap lingkungan, dan belajar berbagai hal dari lingkungan.
Urie Bronfrenbrenner dan Ann Crouter (Sigelman dan Shaffer.1995:86) mengemukakan bahwa lingkungan perkembangan merupakan “berbagai peristiwa, situasi atau kondisi di luar organisme yang diduga memepngaruhi atau dipengaruhi oleh perkembangan individu”. Lingkungan ini terdiri atas: (a) Fisik, yaitu meliputi segala sesuatu dari molekul yang ada sekitar janin sebelum lahir sampai kepada rancangan arsitektur suatu rumah, dan (b) Sosial, yaitu meliputi seluruh manusia yang secara pontesial mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan individu.
          Konsep lama tentang lingkungan perkembangan, memahaminya sebagai seperangkat kekuatan yang memebntuk manusia karena manusia dipandang seperti seonggok tanah liat yang dapat dicetak atau dibentuk. Sekarang dipahami bahwa manusia disamping dipengaruhi, juga mempengaruhi lingkungan fisik dan sosialnya. Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa hubungan antara manusia dengan lingkungan itu bersifat saling mempengaruhi (reciprocal unfluencies).
Hampir senada dengan perngertian diatas J.P Chaplin(1979:175) mengemukakan bahwa lingkungan merupakan ”keseluruhan aspek atau fenomena fisik dan sosial yang mempengaruhi organism individu”. Sementara itu, Joe Kathena (1992:58) mengemukakan bahwa lingkungan itu merupakan segala sesuatu yang berada di luar individu yang meliputi fisik dan sosial budaya. Lingkungan ini merupakan sumber seluruh informasi yang diterima individu melalui alat inderanya: penglihatan, penciuman, pendengaran, dan rasa.
Berdasarkan ketiga pengertian diatas, bahwa dimaksud dengan lingkungan perkembangan siswa adalah ”keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik atau sosial yang memepngaruhi atau dipengaruhi perkembangan siswa”. Lingkungan perkembangan siswa yang akan dibahas yaitu menyangkut lingkungan keluarga, sekolah, kelompok sebaya (peer group), dan masyarakat.

B.            PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas kami akan membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan yang meliputi:
1.        Pengertian dan pengaruh ligkungan rumah (keluarga) terhadap perkembangan individu
2.        Pengertian dan pengaruh lingkungan sekolah terhadap perkembangan individu
3.        Pengertian dan pengaruh lingkungan teman sebaya terhadap perkembangan individu
4.        Pengertian dan pengaruh lingkungan budaya terhadap perkembangan individu

C.            TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi perkembangan anak dan remaja. Selain itu makalah ini di tujukan agar para mahasiswa lebih memahami tentang pengaruh dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu.


BAB II
PEMBAHASAN

1.             LINGKUNGAN KELUARGA
a.              Pengertian lingkungan keluarga
M.I Soelaeman (1978 :4-5) mengemukakan pendapat para ahli mengenai pengertian keluarga, yaitu:
1)            F.J Brown berpendapat bahwa ditinjau dari sudut pandangan sosiologis keluarga dapat diartikan dua macam, yaitu a) dalam arti luas keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan ”clan” atau marga b) dalam arti sempit keluarga meliputi orangtua dan nenek.
2)            Maciver menyebutkan lima ciri khas keluarga yang umum terdapat dimana-mana, yaitu a) hubungan berpasangan kedua jenis, b) perkawinan atau bentuk ikatan lain yang mengokohkan hubungan tersebut c) pengakuan akan keturunan, d) kehidupan ekonomis yang diselenggarakan dan dinikmati bersama dan e) kehidupan berumah tangga.
Dalam nada sama Sudarja Adiwikarta (1998:66-67) dan Sigelman dan Shaffer (1995:390-391) berpendapat bahwa ”keluarga merupakan unit sosial terkecil yang bersifat universal artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia atau suatu sistem sosial yang terpancang (terbentuk) dalam sistem sosial yang lebih besar”. Bentuk atau pola keluarga yaitu, 1) keluarga batin/Inti (Nuclear Family), yang terdiri atas suami/ayah, istri/ibu, dan anak-anak yang lahir pernikahan antar keduanya dan yang belum berkeluarga (termasuk anak tiri jika ada) 2) keluarga luas (Extended family), yang keanggotaannya tidak hanya meliputi suami, istri, dan anak-anak yang belum berkeluarga tetapi juga termasuk kerabat lain yang biasanya tinggal dalam sebuah rumah tangga bersama seperti mertua (orangtua suami/istri), adik, kakak ipar atau lainnya bahkan mungkin pembantu rumah tangga atau orang lain yang tinggal menumpang.
Perubahan sosial budaya yang terjadi dewasa ini telah menyebabkan perubahan dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat termasuk keluarga. Dalam hal ini Dadang Hawari (1997:165-166) mengemukakan sebagai berikut.
Perubahan perubahan yang serba cepat sebagai konsekuensi globalisasi, modernisasi, industrialisasi, dan iptek telah mengakibatkan perubahan pada nilai-nilai kehidupan sosial dan budaya. Perubahan itu antara lain pada nilai moral, etik, kaidah agama dan pendidikan anak di rumah, pergaulan dan perkawinan. Perubahan ini muncul karena pada masyarakat terjadi pergeseran pola hidup yang semula bercorak sosial religious ke pola individual materialistis dan sekuler. Salah satu dampak perubahan itu adalah terancamnya lembaga perkawinan yang merupakan lembaga pendidikan dini bagi anak dan remaja. Dalam masyarakat modern, telah terjadi perubahan dalam cara mendidik anak dan remaja dalam keluarga. Misalnya, orangtua memberikan banyak kelonggaran dan “serba boleh” (greater permissiveness) kepada anak dan remaja. Demikian pula pola hidup komsumtif telah mewarnai kehidupan anak dan remaja di perkotaan yang dampaknya adalah kenakalan remaja, penyalangunaan narkotika, alkohol, dan zat aditif lainnya (NAZA).
Kecendrungan ukuran keluarga yang lebih kecil seperti (1) keluarga inti,(2) keluarga kecil yang mempunyai dua anak  sampai tiga,(3) childless families(keluarga tanpa anak),yaitu pola keluarga yang perkembangannya tinggi yang lebih berorientasi kepada karier daripada keluarga,(4) young-parent families (keluarga dengan orangtua di bawah usia 30 tahun,(5) keluarga yang ibunya bekerja, dan (6) single-parent families (keluarga orangtua tunggal) yaitu keluarga yang orang tuanya hanya terdiri dari ibu atau ayah yang bertanggung jawab megurus anak setelah perceraian, mati, atau kelahiran anak diluar nikah.
b.             Peranan dan fungsi keluarga
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang baik diantara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek dan keinginan untuk menumbuhkembangkan anak yang dicintainya. Keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap communication dapat mengembangkan masalah-masalh kesehatan mental (mental illness) bagi anak.
Mengkaji lebih jauh tentang fungsi keluarga dapat dikemukakan secara psikososiologis keluarga berfungsi sebagai:
ü Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya
ü Sumber pemenuhan kebutuhan baik fisik maupun psikis
ü Sumber kasih sayang dan penerimaan
ü Model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang baik
ü Pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial dianggap tepat
ü Pembentuk anak dalam rangka menyesuikan dirinya terhadap kehidupan
ü Pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik verbal dan sosial yang dibutuhkan utnuk penyesuaian diri
ü Stimulator bagi pengemabngan kemampuan anak untuk mencapai prestasi,baik di sekolah
ü Pembimbing dalam mengembangkan aspirasi
ü Sumber persahabatan bagi anak sampai cukup usia untuk mendapatkan teman diluar rumah
Sedangkan dari sudut pandang sosiologis fungsi keluarga ini dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi-fungsi berikut.
1.    Fungsi Biologis
Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan dan kemudahan bag para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya kebutuhan itu meliputi (a) pangan,sandang,dan papan (b) hubunagn seksual suami-istri,dan (c) reproduksi atau pengembangan keturunan.
2.    Fungsi ekonomi
Keluarga dalam hal ini ayah mempunyai kewajiban untuk menafkahi anggota keluarganya dan kewajiban suami memberikan makan dan pakaian kepada para istri dengan cara yang ma’ruf (baik). Seseorang (suami) tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
3.    Fungsi Pendidikan
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Fungsi keluarga dalm pendidikan adalah menyangkut penanaman, pembimbingan atau pembiasaan nilai-nilai agama, budaya dan keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak.berkaitan dengan tanggung jawab orangtua dalm mendidik anak, agama telah memberikan kaidah-kaidah yang menjadi rujukan dalam rangka mengembangkan ”waladun shalihun” (anak yang shaleh). Hadit riwayat Imam Hakim “kewajiban orantua terhadap anaknya adalah mengajarinya tulis baca, berenang, memanah, dan memberi rizki yang baik.” Tanggung jawab orang tua dalam dari mendidik anak tidak hanya sebatas anak mampu mempertahankan hidupnya, namun lebih dari itu adalah mampu memaknai hidupnya.
4.    Fungsi Sosialisasi
Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merpuakn lembaga yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk menaati peraturan, mau bekerjasama dengan orag lain, bersikap toleran, menghargai pendapat gagasan orang lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan yang heterogen.
5.    Fungsi perlindungan
Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan para anggotanya.
6.    Fungsi Rekreatif
Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh semangat bagi anggotannya. Sehubungan dengan hal itu, maka keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek dekorasi interior rumah, hubungan komunikasi yang tidak kaku (kesempatan berdialog bersama sambil santai), makan bersama, bercengkrama dengan penuh suasana humor, dan sebagainya.
c.              Faktor-faktor keluarga yang mempengaruhi perkembangan anak (remaja)
1.    Keberfungsian keluarga
Seiring perjalanan hidupnya yang diwarnai factor internal (kondisi fisik, psikis dan moralitas anggota keluarga) dan factor eksternal (perubahan sosial-budaya), maka setiap keluarga mengalami perubahan yang beragam. Ada keluarga yang semakin kokoh dalam menerapkan fungsinya (fungsional-normal) tetapi ada juga keluarga yang mengalami keretakan atau ketidakharmonisan (disfungsional/tidak normal).
Keluarga yang fungsional (normal) yaitu keluarga yang telah mampu melaksanakan fungsinya sebagaimana yang sudah dijelaskan. Di samping itu, keluarga yang fungsional ditandai oleh karakteristik:
a)        Saling memperhatikan dan mencintai
b)        Bersikap terbuka dan jujur
c)        Orangtua mau mendengarkan anak, menerima perasaannya dan menghargai pendapatnya
d)       Ada “sharing” masalah atau pendapat di antara anggota keluarga
e)        Mampu berjuang mengatasi masalah hidupnya
f)         Saling menyesuaikan diri dan mengakomodasi
g)        Orangtua melindungi (mengayomi) anak
h)        Komunikasi antar anggota keluarga berlangsung dengan baik
i)          Keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan mewariskan nilai-nilai budaya
j)          Mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi
Dalam nada yang sama, Alexander A. Schneiders (1960:405) mengemukakan bahwa keluarga ideal ditandai oleh ciri-ciri:
a)        Minimnya perselisihan antara orangtua atau orangtua dengan anak
b)        Ada kesempatan untuk menyatakan keinginan
c)        Penuh kasih saying
d)       Penerapan disiplin yang tidak keras
e)        Ada kesempatan untuk bersikap mandiri dalam berpikir, merasa dan berperilaku
f)         Saling menghormati, menghargai (mutual respect) di antara orangtua dengan anak
g)        Ada konferensi (musyawarah) keluarga dalam memecahkan masalah
h)        Menjalin kebersamaan (kerjasama anatara orangtua dengan anak)
i)          Orangtua memliki emosi yang stabil
j)          Berkecukupan dalam bidang ekonomi
k)        Mengamalkan nilai-nilai moral dan agama
Ciri –ciri keluarga yang mengalami disfungsi itu adalah :
a)        Kematian salah satu atau kedua orang tua
b)        Kedua orang tua berpisah atau bercerai
c)        Hubungan kedua orang tua tidak baik
d)       Hubungan orang tua dengan anak tidak baik
e)        Suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan
f)         Orangtua sibuk dan jarang berada dirumah
g)        Salah satu atau kedua orangtua mempunyai kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan

TABEL 3.1
Sikap atau perlakuan orang tua dan dampaknya terhadap kepribadian anak
POLA PERLAKUAN ORANGTUA
PERILAKU ORANGTUA
PROFIL TINGKAH LAKU ANAK
1.      Overprotection (terlalu melindungi)
2.      Kontak yang berlebihan dengan anak
3.      Perawatan bantuan kepada anak yang terus-menerus meskipun anak sudah mampu merawat dirinya sendiri
4.      Mengawasi kegiatan anak secara berlebihan
5.      Memecahkan masalah anak

1.      Perasaan tidak aman
2.      Agresif dan dengki
3.      Mudah merasa gugup
4.      Melarikan diri dari kenyataan
5.      Sangat tergantung
6.      Ingin menjadi pusat perhatian
7.      Bersikap menyerah
8.      Lemah dalam “ego strength”
9.      Kurang mampu mengendalikan emosi
10.  Menolak tanggung jawab
11.  Kurang percaya diri
12.  Mudah terpengaruh
13.  Peka terhadap kritik
14.  Bersikap”yes men”
15.  Egois
16.  Suka bertengkar
17.  Pembuat onar
18.  Sulit dalam bergaul
19.  Mengalami”homesick”

2.      Permissiveness
( pembolehan)
1.      Memberikan kebebasan untuk berpikir
2.      Menerima gagasan
3.      Membuat anak merasa diterima dan merasa kuat
4.      Toleran dan memahami kelemahan anak
5.      Cenderung lebih suka memberi yang diminta anak daripada menerima
1.      Pandai mencari jalan keluar
2.      Dapat bekerjasama
3.      Percaya diri
4.      Penuntut dan tidak sabaran

3.      Rejection (penolakan)
1.      Bersikap masa bodoh
2.      Bersikap kaku
3.      Kurang mepedulikan kesejahteraan anak
4.      Menampilkan sikap permusuhan atau dominasi terhadap anak
1.      Agresif ( mudha marah,gelisah,tidka patuh,suka bertengkar,dan nakal)
2.      Submissive (kurang dapat mengerjakan tugas,pemalu,suka mengasingkan diri,mudah tersinggung dan penakut)
3.      Sulit bergaul
4.      Pendiam
5.      Sadis


4. acceptance (penerimaan)
1.      Memberikan perhatiandan cinta kasih yang tulus kepada anak
2.      Menempatkan anak dalam posisi yang penting di dalam rumah
3.      Mengembangkan hubungan yang hangat dengan anak
4.      Bersikap respek terhadap anak
5.      Mendorong anak untuk menyatakan perasaan atau pendapatnya
6.      Berkomunikasi dengan anak secara terbuka dan mau mendengarkan masalahnya
1.      Mau bekerjasama
2.      Bersahabat
3.      Loyal
4.      Emosinya stabil
5.      Ceria dan bersikap optimis
6.      Mau menerima tanggung jawab jujur
7.      Dapat dipercaya
8.      Memiliki perencanaan yang jelas untuk mencapai masa depan
9.      Bersikap relistik

5.domination(dominasi)
Mendominasi anak
1.      Bersikap sopan dan sangat berhati-hati
2.      Pemalu,penurut,inferior,dan mudah bingung
3.      Tidak dapat bekerjasama

6. submission (penyerahan)
1. senantiasa memberikan sesuatu yang diminta anak
2. membiarkan anak berperilaku semaunya dirumah
1. tidak patuh
2.tidak bertangung jawab
3. agresif dan teledor
4. bersikap otoriter
5. terlalu percaya diri

7.      Punitiveness/overdiscipline (terlalu disiplin)
1.      Mudah memberikan hukuman
2.      Menanamkan kedisiplinan secara keras
1.      Impulsif
2.      Tidak dapat mengambil keputusn
3.      Nakal
4.      4. Sikap bermusuhan atau agresif





         Dari ketujuh sikap atau perlakuan orangtua itu, tampak bahwa sikap ”acceptance” merupakan yang baik unutk dimiliki atau dikembangkan oleh orangtua. Sikap seperti ini ternyata telah memberikan kontribusi kepada pengembangan kepribadian anak yang sehat. Peck (loree, 1970:44) telah meneliti hubungan antara karakteristik emosional dan pola perlakuan keluarga dengan elemen-elemen struktur kepribadian remaja. Hasil temuannya menunjukan bahwa :
a.         Remaja yang memiliki “ego strength” (kematangan emosional, integrasi pribadi, otonomi, bertingkah laku rasional, persepsi diri dan sosial yang akurat, dan keinginan untuk menyesuaikan diri dengan harapan-harapan masyarakat), secara konsisten berkaitan erat dengan pengalamannya di lingkungan keluarga yang saling mempercayai dan menerima.
b.        Remaja yang memiliki “superego strength” (berperilaku efektif yang dibimbing oleh kata hatinya) sangat berkaitan erat dengan keteraturan dan konsistensi keluarganya.
c.         Remaja yang “friendliness” dan “spontanetty” berhubungan erat dengan iklim keluarga yang demokratis
d.        Remaja yang bersikap bernusuhan dan memiliki perasaan gelisah atau cemas terhadap dorongan-dorongan dari dalam, berkaitan erat dengan keluarga yang otoriter.
Dalam membahas hal yang sama, Diana Baumrind (Weiten dan Lioyd 1994: 359-360; Sigelman dan Shaffer, 1995 :396) mengemukakan hasil penelitiannya melalui observasi dan wawancara terhadap siswa taman kanak-kanak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya perlakuan orangtua (Parenting sttyle) dan kontribusinya terhadap kompetensi sosial, emosional, dan intelektual siswa. Dalam penelitian ditemukan:
a.         Authoritarian, permissive, Autoritative, dan neglectful
b.        Dampak gaya perlakuan orangtua terhadap perilaku anak
Selanjutnya Braumrind mengemukakan tentang dampak “Parenting styles” terhadap perilaku remaja, yaitu (1) remaja yang orangtuanya bersikap “authoritarian”, cenderung bersikap bermusuhan dan memberontak (2) remaja yang orangtuanya “permisif” cenderung berperilaku bebas (tidak kontrol), dan (3) remaja yang orang tuanya “authoritative” cenderung terhindar dari kegelisahan, kekacauan, atau perilaku nakal.
Mengkaji hal yang sama Weiten dan Lioyd ( 1994:361) mengemukakan lima prinsip “ effective parenting” ( perlakuan orangtua efektif), yaitu :
a)        Menyusun standar (aturan perilaku) yang tinggi, namun dapat dipahami. Dalam hal ini, anak diharapkan untuk berperilaku dengan cara yang tepat sesuai dengan usianya.
b)        Menaruh perhatian terhadap perilaku anak yang baik dan memberikan reward/ganjaran. Perlakuan ini perlu dilakukan sebagai pengganti dari kebiasaan orang tua pada umumnya yaitu bahwa mereka suka menaruh perhatian kepada anak pada saat anak berperilaku menyimpang, namun membiarkannya ketika melakukan baik.
c)        Menjelaskan alasan (tujuannya) ketika meminta anak untuk melakukan sesuatu.
d)       Mendorong anak untuk menelaah dampak perilakunya terhadap orang lain
e)        Menegakkan aturan secara konsisten

3.    Kelas sosial dan Status Ekonomi
Maccoby dan McLoyd ( Sigelman dan shaffer,1995 : 396-397) telah membandingkan orangtua kelas menengah dan atas dengan kelas bawah atau pekerja. Hasilnya,menunjukan bahwa orangtua kelas bawah atau pekerja cenderung : (a) sangat menekankan kepatuhan dan respek terhadap otoritas (b) lebih restriktif (keras) dan otoriter (c) kurang memberikan alasan kepada anak (d) kurang bersikap hangat dan memberi kasih sayang kepada anak.
Pikunas (1976:72) mengemukakan pedapat Becker, Deutsch, Kohn, dan Sheldon tentang kelas sosial dengan cara atau teknik orangtua dalam mengatur (mengelola/memperlakukan) anak yaitu bahwa:
a)        Kelas bawah (lower class) cenderung lebih keras dalam “toilet training” dan lebih sering menggunakan hukuman fisik, dibandingkan dengan kelas menengah. Anak-anak dari kelas bawah cenderung lebih agresif, independen, dan lebih awal dalam pengalaman seksual.
b)        Kelas menengah (middle Class) cenderung lebih memberikan pengawasan, dan perhatiannya sebagai orang tua. Para ibunya merasa bertanggung jawab terhadap tingkah laku anak-anaknya dan merepakan kontrol lebih halus. Mereka mempunyai ambisi untuk meraih status yang lebih tinggi, dan menekan anak untuk mengejar statusnya melalui pendidikan atau latihan profesional.
c)        Kelas atas (upper class) cenderung lebih memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan-kegiatan tertentu, lebih memilki latar belakang pendidikan yang reputasinya tinggi dan biasanya senang mengembangkan apresiasi estetikanya. Anak-anaknya cederung memiliki percaya diri, dan cenderung bersikap memanipulasi aspek realitas.
Adapun pengaruh status ekonomi terhadap kepribadian remaja, adalah bahwa orangtua dari status ekonomi rendah cenderung lebih menekankan kepatuhan kepada figur-figur yang mempunyai otoritas: kelas menengah dan atas cenderung menekankan kepada pengembangan inisiatif, keingintahuan, dan kreativitas anak.
Rand Conger (Sigelman dan Shaffer,1995 :397) dan perkumpulan mengemukakan bahwa orangtua yang mengalami tekanan ekonomi atau perasaan tidak mampu mengatasi masalah finansialnya, cenderung menjadi depresi, dan mengalami konflik keluarga,yang akhirnya mempengaruhi masalah remaja, seperti kurang harga diri, prestasi  belajar rendah, kurang dapat bergaul dengan teman, mengalami masalah masalah penyesuaian diri (karena depresi dan agresi).

2.             LINGKUNGAN SEKOLAH
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, dan, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral spritual, intelektual, emosional, maupun sosial.
Mengenai peranan sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak, Hurlock (1986:322) mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak (siswa), baik cara berpikir, bersikap maupun cara berperilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga, dan guru substitusi orang tua.
Ada beberapa alasan mengapa sekolah memainkan peranan yang berarti bagi perkembangan kepribadian anak, yaitu :
1.             Para siswa harus hadir di sekolah
2.             Sekolah memberika pengaruh kepada anak secara dini, seiring dengan perkembangan “konsep diri” nya.
3.             Anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada tempat lain di luar rumah.
4.             Sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses
5.             Sekolah memberikan kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya, dan kemampuannya secara realistik.
Menurut Havighurst, sekolah memiliki peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya.  Sehubungan dengan hal ini, sekolah berupaya menciptakan iklim yang kondusif, atau kondisi yang dapat memfasilitasi siswa untuk mencapai tugas perkembangannya.
Upaya sekolah dalam memfasilitasi tugas-tugas perkembangan siswa (seperti kegiatan-kegiatan di atas), akan berjalan dengan baik apabila di sekolah tersebut telah tercipta iklim atau atmosfer yang sehat dan efektif, baik menyangkut aspek manajemennya, maupun profesionalisme para personilnya.
Michael Rutter (Sigelman dan Shaffer,1995:426), mendefinisikan sekolah yang efektif itu sebagai “sekolah yang memajukan, meningkatkan, atau mengembangkan prestasi akademik, keterampilan sosial, sopan santun, sikap positif terhadap belajar, rendahnya angka absen siswa, dan memberikan keterampilan-keterampilan yang memungkinkan siswa dapat bekerja”.
David W Johnson juga mengemukakan tentang karakteristik sekolah yang efektif dan sehat atau health. Menurutnya, sekolah yang efektif dapat di definisikan melalui pengukuran tentang:
1.             Total biaya pendidikan bagi setiap siswa untuk mencapai tingkat kompetensi atau sosialisasi tertentu
2.             Motivasi atau semngat para personil sekolah dan siswa.
3.             Kemampuan sekolah untuk memilki peronil, fasilitas, material, dan siswa yang baik.
4.             Kemampuan sekolah untuk menempatkan para lulusannya kesekolah lanjutan (perguruan tinggi) atau dunia kerja.
Sedangkan sekolah yang sehat (healthy school), didefinisikannya sebagai kemampuan sekolah untuk berkembang, atau berubahdalam cara-cara yang produktif. Dalam hal ini, Johnson mengemukakan pendapat Miles dan asosiasinya. Miles membagi sekolah yang sehat itu dalam tiga bidang, yaitu:
1.             Task Accomplishment (penyelesaian tugas) yang menyangkut: (a) alasan yang jelas, dapat diterima, dapat dicapai dan tujuan-tujuannya tepat (b) relatif lancar dalam berkomunikasi baik horizontal ,aupun vertikal dan (c) penyamaan kekuatan yang optimal, gaya yang mempengaruhi kolaborasi dan berdasarkan pada kompetensi dan pemecahan masalah
2.             Integrasi internal yang menyangkut: (a) pemanfaatan sumber daya yang penuh (b) identitas sekolah yang cukup jelas dan menarik sehingga para personilnya merasa menyatu dengan sekolah dan (c) para personilnya memiliki semangat kerja yang tinggi, meraa senang dan meraa memiliki sekolah.
3.             Saling beradaptasi antara sekolah dengan lingkungan yang menyangkut: (a) inovatif, kecendrungan untuk berkembang, atau berubah setiap saat (b) otonomi, kemampuan untuk berbuat, bertindak berdasarkan kekuatan sendiri (c) adaptasi, perubahan yang simultan baik disekolah maupun lingkungan yang terjadi secara berkesinambungan, selama terjadinya kontak diantara sekolah dengan lingkungan tersebut (d) ketepatan dalam menyelesaikan masalah: kemampuan sekolah untuk mendeteksi masalah yang munculnya tidak terelakkan, menemukan solusi yang dapat dilaksanakan, melaksanakan atau melakukan kegiatan, dan mengevaluasi keefektifannya.
Sekolah yang efektif juga ditandai dan didukung oleh kualitas para guru, baik menyangkut karakteristik pribadi maupun kompetensinya. Karakteristik pribadi dan kompetensi guru ini sangat berpengaruh terhadap kualitas iklim kelas, yang pada gilirannya akan berpengaruh juga pada keberhasilan siswa.
M. Ray Loree juga beranggapan bahwa kemajuan belajar di pengaruhi oleh hubungan interpersonal yang terjadi di kelas. Hubungan ini berifat hangat atau dingin (warm or cool), tegang atau tenang (tense or relaxed), antagonostik atau kohesif (antagonistict or cohesive), bersahabat atau bermusuhan (friendly or hostile).
Allan C. Ornsteim mengemukakan hasil penelitian David Ryans tentang karakteristik guru yang efektif atau yang diharapkan. Karakteristik guru itu diklasifikasikan kedalam 4 kelas yaitu:
1.             Kreatif: bersifat rutin, bersifat eksak, dan berhati-hati
2.             Dinamis: enerjik, ekstrafer, dan tidak dinamis: pasif, menghindar, dan menyerah
3.             Terorganisasi: sadar akan tujuan, pandai mencari cara pemecahan masalah dan kontrol, dan tidak terorganisasi: kurang sadar akan tujuan dan tidak memiliki kemampuan kontrol
4.             Bersifat angat: pandai bergaul, ramah, dan sabar, dan dingin: tidak bersahabat, sikap bermusuhan, dan tidak sabar.
Uraian di atas mempertegas bagaimana seharunya menciptakan iklim atau atmosfir sekolah sebagai lingkungan perkembangan yang kondusif bagi proses pembelajaran siswa atau upaya memfasilitasi siswa dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangannya.



3.             TEMAN SEBAYA
Makin bertambah umur, si anak makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman sebayanya, sekalipun dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadi sebab tidak adanya kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain.
Anak yang bertindak langsung atau tidak langsung sebagai pemimpin, atau yang menunjukkan ciri-ciri kepemimpinan dengan sikap-sikap menguasai anak-anak lain, akan besar pengaruhnya terhadap pola-pola sikap atau pola-pola kepribadian. Konflik-konflik terjadi pada anak bilamana norma-norma pribadi sangat berlainan dengan norma-norma yang ada di lingkungan teman-teman. Di satu pihak ia ingin mempertahankan pola-pola tingkah laku yang diperoleh di rumah, sedangkan di pihak lain lingkungan menuntutsi anak untuk memperlihatkan pola yang lain, yang bertentangan dengan pola yang sudah ada, atau sebaliknya.
Makin kecil kelompoknya, di mana hubungan-hubungan erat terjadi, makin besar pengaruh kelompok itu terhadap anak, bila dibandingkan dengan kelompok yang besar yang anggota-anggota kelompoknya tidak tetap.
Teman sebaya adalah anak-anak yang lain yang mempunyai usia yang hampir ataupun sama dengan seorang anak. Teman sebaya mulai memainkan peran yang penting dalam perkembangan dan kognisi anak-anak. Hubungan anak-anak dengan teman sebaya mereka berbeda-beda dalam berberapa hal  dari interaksi mereka dengan orang dewasa. Permainan dengan teman sebaya memungkinkan anak-anak berinteraksi dengan orang-orang lain yang tingkat perkembangannya mirip dengan tingkat perkembangan mereka sendiri. Ketika teman sebaya bertengkar di antara mereka sendiri, mereka harus memberikan pengakuan dan harus bekerja sama menyelesaikannya. Konflik dengan tema sebaya juga memungkinkan anak-anak melihat bahwa orang lain mempunyai pemikiran, perasaan, dan sudut pandang yang berbeda dari mereka sendiri. Konflik juga mempertinggi kepekaan anak-anak mengenai akibat perilaku terhadap orang-orang lain. Dengan cara ini mengatasi egosentrisme yang di jelaskan piaget sebagai karakteristik pemikiran praoperasi, dan membantu mereka melihat bahwa orang lain mempunyai sudut pandang yang berbeda dari sudut pandang yang berbeda dari sudut pandang mereka sendiri.
Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja (siswa) mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan kepribadiannya. Peranannya itu semakin penting, terutama pada saat terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat pada beberapa dekade terakhir yaitu:
1.             Perubahan struktur keluarga, dari keluarga bear ke keluarga kecil.
2.             Kesenjangan anatara generasi tua dan generasi muda.
3.             Ekspansi jaringan komunikasi di antara kaum muda.
4.             Panjangnya masa atau penundaan memasuki masyarakat dewasa.
Aspek kepribadian yang berkembang secara menonjol dalam pengalamannya bergaul dengan teman sebaya adalah:
A.           Social Cognition: kemampuan untuk memikirkan tentang pikiran, perasaan, motif, dan tingkah laku dirinya dan orang lain. Kemampuannya memahami orang lain, memungkinkan remaja untuk lebih mampu menjalinn hubungan sosial yang lebih baik dengan teman sebayanya. Mereka telah mampu melihat bahwa orang itu sebagai pribadi yang unik, dengan perasaan, nilai-nilai, minat, dan sifat-sifat kepribadian yang beragam. Kemampuannya ini berpengaruh kuat terhadap minatnya untuk bergaul atau membentuk persahabatan dengan teman sebayanya (Sigelman dan Shaffer,1995:372,376).
B.            Konformitas: motif untuk menjadi sama, sesuai, seragam, dengan nilai-nilai, kebiasaan, kegemaran (hoby), atau budaya teman sebayanya. Berdasarkan survey nasional terhadap remaja di Amerika, di temukan bahwa remaja memiliki kecenderungan yang kuat untuk menjadi populer dan konformitas. Konformitas kepada norma kelompok terjadi apabila:
1.        Norma tersebut secara jelas tidak dinyatakan.
2.        Individu berada di bawah pengawasan kelompok.
3.        Kelompok memiliki sanksi yang kuat.
4.        Kelompok memiliki sifat kohesif yang tinggi.
5.        Kecil sekali terhadap penyimpangan dari norma (David W. Johnson,1970:229)
Mengkaji persahabtan di kalangan teman sebaya, banyak hasil penelitian menunjukan, bahwa faktor utama yang menentukan daya tarik hubungan interperonal diantara para remaja pada umumnya adalah adanya kesamaan dalam: minat, nilai-nilai, pendapat, dan sifat-sifat kepribadian. Penelitian Kandel (Adam dan Gullota,1983:112), menunjukan bahwa karakteristik persahabatan remaja adalah di pengaruhi oleh kesamaan: usia, jenis kelamin, dan ras. Sedangkan di sekolah di pengaruhi oleh kesamaan dalam faktor-faktor: harapan/aspirasi pendidikan, nilai (prestasi belajar), absensi, dan pengerjaan tugas-tugas atau pekerjaan rumah. Kandel juga menemukan bahwa kesamaan dalam menggunakan obat-obat terlarang (terutama merokok, dan minuman keras mempunyai pengaruh yang kuat dalam pemilihan teman.
Hasil penelitian lainnya di kemukakan oleh Hans Sebald bahwa teman sebaya lebih memberikan pengaruh dalam memilih teman: cara berpakaian, hobi, perkumpulan, dan kegiatan sosial lainnya.
Peranan kelompok teman sebaya bagi remaja adalah memberikan kesempatan untuk belajar tentang:
1)        Bagaimana berinteraksi dengan orang lain.
2)        Mengontrol tingkah laku sosial.
3)        Mengembangkan keterampilan dan minat yang relevan dengan usianya.
4)        Saling bertukar perasaan dan masalah.
Peter dan Anna Freud mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya telah memberikan kesempatan yang penting untuk memperbaiki bencana kerusakan psikologis selama masa anak, dan dapat mengembangkan hubungan baru yang lebih baik antar satu sama lainnya. Kelompok sebaya yang suasananya yang hangat, menarik, dan tidak eksploitatif dapat membantu remaja untuk memperoleh pemahaman tentang:
1)        Konsep diri, masalah dan tujuan yang lebih jelas.
2)        Perasaan berharga
3)        Perasaan optimis tentang masa depan.
Peran lainnya adalah membantu remaja untuk memahami identitas diri, atau jati diri sebagai suatu hal yang sangat penting, sebab tidak ada fase perkembangan lainnya yang kesadaran identitas dirinya itu mudah berubah(tidak stabil),kecuali masa remaja ini. Hal ini terjadi karena remaja, usianya sudah lewat masa anak, namun belum dapat di terima sebagai orang dewasa. Oleh karena itu, dia harus mempersiapkan dirinya untuk belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat, yang menyangkut:
1)        Kemandirian sosial
2)        Kompetensi vokasional
3)        Warga negara yang bertanggung jawab
4)        Pernikahan dan hidup berkeluarga
5)        Filsafat hidup yang dapat di terapkan(Conger,1983: 325-328)
Dari penjelasan di atas menunjukan bahwa kelompok teman sebaya itu mempunyai kontribusi yang sangat positif terhadap perkembangan kepribadian remaja. Namun di sisi lain, tidak sedikit remaja yang berperilaku menyimpang, karena pengaruh teman sebayanya.
Pengaruh kelompok teman sebayanya terhadap remaja itu ternyata berkaitan dengan iklm keluarga remaja itu sendiri. Remaja yang memiliki hubungan yang baik dengan orang tuanya (iklim keluarga yang sehat) cenderung dapat menghindarkan diri dari pengaruh negatif teman sebayanya, di bandingkan dengan remaja yang hubungan dengan orang tuanya kurang baik. Judith Brook dan koleganya menemukan bahwa hubungan orang tua dan remaja yang sehat dapat melindungi remaja tersebut dari pengaruh teman sebaya yang tidak sehat. (Sigelman dan Shaffer, 1995: 380).

4.             LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA
Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat di sekitar individu yang mempengaruhi individu tersebut. Yang termasuk dalam faktor sosial ini adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, dan peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat.
Pada masa bayi dan kanak-kanak, peranan keluarga (ayah dan ibu) sangat menentukan bagi kepribadian individu itu selanjutnya. Kebiasaan-kebiasaan, keadaan dan suasana keluarga yang berbeda juga memberi pengaruh yang cukup menentukan terhadap perkembangan kepribadian individu. Misalnya saja, keluarga yang masih utuh (ada ayah dan ibu), akan lain suasananya dengan keluarga yang sudah tidak utuh, seperti, ayah yang sudah meninggal, orang tua yang bercerai, sehingga suasana dalam rumah itu akan menjadi masalah tersendiri dalam perkembangan individu.
Memang pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil sangat mendalam dan menentukan perkembangan kepribadian anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena ( Ahmad Musa, 1969 : 94 ) :
a)        Pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama-tama
b)        Pengaruh yang diterima anak itu masih terbatas jumlah dan luasnya
c)        Intensitas pengaruh itu tinggi karena berlangsung terus-menerus siang dan malam
d)       Umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana aman dan bersifat intim dan bernada emosional
Faktor kebudayaan yang dimaksudkan di sini adalah kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Di negara kita sendiri, misalnya, dapat diketahui di mana kehidupan masyarakat di pedalaman Irian berbeda dengan kehidupan masyarakat Indonesia lain. Hal ini menunjukkan bahwa cara – cara hidup, adat istiadat, kebiasaan, bahasa, kepercayaan, dan sebagainya dari suatu daerah / negara dan masyarakat yang lain.
Adapun beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian itu, antara lain, nilai – nilai (values), pengetahuan dan keterampilan, serta adat dan tradisi ( Koeswara, Teori – teori Kepribadian, 1991 : 85).
a)             Nilai nilai  ( values )
Pada setiap kebudayaan terdapat nilai – nilai yang dijunjung tinggi oleh individu yang hidup dalam kebudayaan itu. Menaati nilai – nilai yang hidup dalam kebudayaan itu menjadi idaman dan kewajiban bagi setiap anggota masyarakat kebudayaan tersebut. Dan untuk bisa diterima sebagai anggota suatu masyarakat, maka seseorang harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku pada suatu masyarakat tertentu.
b)             Pengetahuan dan Keterampilan
Pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu juga mempengaruhi sikap dan tindakannya. Sedang pengetahuan yang dimiliki oleh individu tidaklah sama kadar dan luasnya antara individu yang satu dengan yang lainnya. Begitu pula jenis pengetahuan yang dimilikinya tidaklah sama. Ada yang ahli di bidang ekonomi, di bidang kedokteran, di bidang teknik, di bidang pertanian, peternakan, dan sebagainya. Semua ini membentuk kepribadian yang berbeda-beda pada setiap individu.
Demikian pula kecakapan atau keterampilan individu dalam mengerjakan sesuatu yang juga merupakan bagian dari kebudayaannya. Perbedaan-perbedaan keterampilan tersebut dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti ada orang yang ahli atau mempunyai kecakapan dalam berpidato yang dapat menarik dan mempengaruhi pendengar (orator), ada yang cakap dalam musik, dan sebagainya.

c)             Adat dan Tradisi
Adat istiadat (tradisi) suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya. Dalam hal perkawinan, model rumah, upacara keagamaan, kepercayaan, dan sebagainya, hampir setiap daerah memiliki karakteristik sendiri-sendiri.
Semua adat dan tradisi yang berlaku di suatu daerah tersebut, selain menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-anggota, juga menentukan cara-cara bertindak dan bertingkah laku manusianya
d)            Bahasa
Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi antar individu. Dengan demikian, bagaimana sikap dan cara-cara bertindak seseorang, bagaimana pergaulan hidup bermasyarakatnya, dan sebagainya, sebagian besar dipengaruhi oleh bahasa yang berlaku dalam masyarakat itu.
Kata-kata yang tertera dalam kalimat bahasa mencerminkan kepribadian bangsa, adalah tepat dan mengandung kebenaran yang dapat diterima. Seperti perbedaan sikap dan cara hidup di daerah Jawa Timur sering menggunakan bahasa Jawa yang kasar (ngoko)


BAB III
PENUTUP

A.           KESIMPULAN
          Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan adalah situasi atau tempat di mana manusia itu hidup, menyesuakan dirinya. Lingkungan itu dapat di artikan juga sebagai segala hal yang merangsang kepada individu, sehingga individu tersebut turut terlibat karenanya (individu melakukan kegiatan untuk merespon perangsang tersebut). Terdpat empat lingkungan yang mempengaruhi perkembangan individu, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan teman sebaya, dan lingkungan sosial budaya.
          Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama bagi individu untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat. Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak.perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang baik diantara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek dan keinginan untuk menumbuhkembangkan anak yang dicintainya. Keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap communication dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental (mental illness) bagi anak.
          Lingkungan sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, dan, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral spritual, intelektual, emosional, maupun sosial. Sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak (siswa), baik cara berpikir, bersikap maupun cara berperilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga, dan guru substitusi orang tua.
          Lingkungan teman sebaya merupakan anak-anak yang lain yang mempunyai usia yang hampir ataupun sama dengan seorang anak. Teman sebaya mulai memainkan peran yang penting dalam perkembangan dan kognisi anak-anak. Hubungan anak-anak dengan teman sebaya mereka berbeda-beda dalam berberapa hal dari interaksi mereka dengan orang dewasa. Aspek kepribadian yang menonjol ketika seseorang bergaul dengan sebaya ialah aspek social kognitif dan konformitas. Kelompok teman sebaya memberikan pelajaran bagi individu tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain, mengontrol tingkah laku social, mengembangkan keterampilan dan minat yang relevan dengan usianya dan saling bertukar perasaan dan  masalah.
          Lingkungan sosial budaya yang mempengaruhi perkembangan individu terbgi dua faktor, yaitu faktor sosial dan budaya. Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat di sekitar individu yang mempengaruhi individu tersebut. Yang termasuk dalam faktor sosial ini adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, dan peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat. Sedangkan faktor kebudayaan yang dimaksudkan di sini adalah kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian itu, antara lain, nilai-nilai (values), pengetahuan dan keterampilan, adat dan tradisi, serta bahasa.

B.            SARAN
          Lingkungan berperan penting dalam mempengaruhi perkembangan individu. Lingkungan yang baik akan mempengaruhi individu yang berperilaku baik pula. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua pihak seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan teman sebaya, dan lingkungan sosial budaya bekerja sama dalam menciptakan kepribadian individu yang baik dan menciptakan keselarasan antara perilaku aktual dengan norma yang berlaku di masyarakat. Selain itu, pembekalan moral sejak dini pada individu akan memberikan pengaruh besar pada individu itu sendiri dan tidak mudah terbawa arus modernisasi yang membawa pengaruh tidak baik.

Daftar Pustaka

Slavin E. Robert (2011) Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Indeks.
Santrock  John W (2011) Life Span development : PT Gelora Aksara Pratama.
Yusuf  LN Syamsu Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

  







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Blogger templates

 

Blogger news

Blogroll

About