Minggu, 26 Januari 2014

Mental Hygiene


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahiwabarokaatuh.
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang masih senantiasa  memberikan nafas kehidupan dan hidayah-Nya kepada saya selaku mahasiswa yang ingin mencapai sebagian kecil kesuksesan dalam menuntut ilmu, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan hasil observsi ini.
Laporan  ini disusun agar para pembaca memahami konflik psikologis anak jalanan
Sebagai manusia biasa, tentunyasayai sebagai penyusun memiliki kelemahan dan kekurangan dalam makalah ini, tentnya saya menyadari hal itu seperti pepatah, tiada gading yang tak retak dan tiada mawar yang tidak berduri, maka dari itu diperlukan kritik dan saran pembaca untuk melengkapi kekurangan tersebut.


                                                                                      Bandung, 20 November 2013



                                                                                                 PENYUSUN








 ABSTRAK

Keberadaan anak jalanan telah menjadi fenomena global, khususnya di kota-kota besar. Pemandangan tidak menyenangkan di trotoar jalan sudah menjadi sarapan sehari-hari. Potret kehidupan ini hanya hal kecil dari kondisi kehidupan masyarakat yang mengais rezeki di jalanan, di jalanan sana ternyata masih terhampar luas terpandang lusuh dan kumuh kehidupan jalanan yang dijalani berbagai jenis manusia. Permasalahan yang di kaji dalam penelitian ini adaalah : 1) Apa saja faktor pendorong timbulnya anak jalanan di jembatan layang Cihampelas Bandung. 2) Perilaku apa saja yang di lakukan anak jalanan. 3) Bagaimanakah kondisi psikologis yang di alami anak jalanan.
Metode penelitian dalam observasi ini adalah dengaan metode studi kasus dan metode kualitatif dengan mengumpulkan sumber data dan informasi dari hasil wawancara dengan anak-anak jalanan dan pembina Yayasan Pesantren Kolong Nurul Hidayat.
Hasil penelitiaan menghasilkan temuan bahwa kebanyakan dari keberadaan anak jalanan di jalan layang Cihampelas disebabkan karena faktor ketidakmampuan dalam menjalankan roda kehidupan karena terpisah dengan orang tua. Selain itu faktor kemiskinan juga menjadi hal utama dalam kasus ini, adapula yang disebabkan karena kurangnya kasih sayang serta perhatian dari orang-orang di lingkungan terdekatnya baik itu orang tua, teman sebaya, dan masyarakat. Untuk aktifitas dan perilaku anak jalanan sendiri lebih banyak mengrah pada perilaku penyimpangan dan kurang bermanfaat. Dan untuk kondisi psikologis anak jalanan tersebut sangat memperihatinkan dan terganggu, sehingga butuh perhatian dan penanganan khusus dari pengasuh,  masyarakat, dan pemerintah agar dampak psikologis yang dialami anak jalanan bisa di atasi

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Keberadaan anak jalanan telah menjadi fenomena global, khususnya di kota-kota besar. Pemandangan tidak menyenangkan di trotoar jalan sudah menjadi sarapan sehari-hari. Potret kehidupan ini hanya hal kecil dari kondisi kehidupan masyarakat yang mengais rezeki di jalanan, di jalanan sana ternyata masih terhampar luas terpandang lusuh dan kumuh kehidupan jalanan yang dijalani berbagai jenis manusia, mulai anak-anak Punk yang dalam teori sosiologi dikatakan sebagai law less croud yakni kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma dan termasuk dalam golongan anti sosial karena hanya berinteraksi dengan kelompoknya, pengamen, topeng monyet jalanan, begitupun juga halnya pengemis dan anak jalanan. Semua berprofesi berbeda dari mulai yang kreatif memainkan gitar, menampilkan atraksi monyet, mengelap kaca hingga yang hanya meminta-minta uang saja, oleh sebab itu mereka bisa dikatakan berbeda profesi namun berpenghasilan dari sumber yang sama yaitu jalan raya.
Di Kota Bandung sendiri menjamurnya keberadaan golongan orang-orang tersebut sudah tak bisa dibantahkan lagi, dan rupanya penjaringan dan pembinaan yang selalu dilakukan SAT POL PP tidak memberikan efek jera kepada mereka, lain lagi permasalahanya entah mereka yang ngeyel membantah dan betah dengan pekerjaanya atau hukum yang memang lemah tidak berkelanjutan dan memberi efek jera, ini harus menjadi kajian yang lebih inti lagi sebagai kritik sosial.
Satu hal yang sangat miris terjadi bahwa banyaknya anak jalanan didikan para empu pengemis yang tak lain adalah orang tua mereka sendiri sudah menjadi tatapan biasa yang setiap hari terlihat di Kota Bandug ini, dengan berbagai kondisi yang sangat majemuk mulai dari yang normal namun kucel hingga yang mempunyai kekurangan fisik, namun rupanya bagi mereka kekurangan fisik ini pun berdaya jual lebih tinggi dengan tersendiri, sehingga dengan itu memberikan rasa belas kasihan yang lebih tinggi.

 Meskipun selalu diiringi rasa empati, mereka tetap akan berdiri dengan kepandaian retorika yang entah belajar dimana membujuk rayu meminta belas kasihan, beberapa dari mereka sangatlah beragam mulai dari anak yang berkisar 3 atau 4 tahun sampai 13 atau 14 tahun, ada yang tetap duduk di bangku sekolahan begitupun ada juga yang memilih tidak sekolah dan lebih memilih untuk “mengantor” di trotroar jalanan, pemandangan ini sangat mudah ditemukan. Mereka pun demikian majemuk terlahir dari latar belakang berbeda ada yang orang tuanya sakit jiwa, dan ada juga yang kurang kepedulian orang tua.
Keberadaan pengemis dan anak jalanan yang kian menjamur di Bandung saat ini, tak akan mungkin terlepas dari faktor sosial lingkunganya, dan habitat yang tumbuh dilingkungan kehidupan masyarakat meski pada dasarnya tetaplah mendasar pada persoalan benturan beban ekonomi yang semakin berat.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Mengidentifikasi faktor apa saja yang mendorong mereka menjadi  anak jalanan di jembatan layang Cihampelas Bandung?
2.      Mengidentifikasi perilaku dan aktifitas apa saja yang di lakukan anak-anak jalanan?
3.      Mengidentifikasi seperti apa kondisi psikologis yang di alami anak jalanan?




C.    TUJUAN PENELITIAN

1.      Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mendorong mereka menjadi anak jalanan
2.      Untuk mendeskripsikan perilaku dan aktifitas apa saja yang dilakukan anak-anak jalanan
3.      Untuk mendeskripsikan seperti apa keadaan psikologis anak jalanan


D.    MANFAAT PENELITIAN

1.      Memenuhi tugas mata kuliah Mental Hygiene
2.      Melatih dan mengembangkan wawasan mengenai kehidupan anak-anak jalanan
3.      Menjadikan penelitian ini sebagai pelajaran dan pengalaman yang bermakna bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya


E.     METODE PENELITIAN

a)      Tempat Penelitian
Adapun tempat penelitian yang kami lakukan adalah di bawah kolong jembatan.
Nama Tempat  : Pesantren Kolong Nurul Hidayat
Alamat                        : Jalan Cihampelas, bawah Fly Over Pasupati Bandung


b)     Waktu Penelitian
Hari                 : Senin
Tanggal           : 18 November 2013
 Jam                 : pukul 15.00 – 21.00

c)      Objek Penelitian
Objek kajian    : Anak-anak jalanan
Sampel                        : 1. Surya Kustia
d)     Cara Penelitian
Cara penelitian yang saya lakukan adalah dengan wawancara dengan beberapa objek atau sampel yang saya lakukan dengan  anak jalanan dan pengasuh anak jalanan tersebut.







BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Pengertian Anak Jalanan

Anak jalanan adalah seseorang yang berumur di bawah 18 tahun yang menggunakan atau menghabiskan seluruh waktunya dengan melakukan kegiatan di jalan untuk mendapatkan uang atau mempertahankan hidupnya. Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya.
Keberadaan anak jalanan telah menjadi fenomena global. Seorang pejabat UNICEF memperkirakan ada sekitar 100 juta anak jalanan di dunia. Di Asia, menurut perkiraan Childhope Asia, sebuah NGO yang berbasis di Philipina, memperkirakan ada sekitar 25-30 juta anak jalanan (Chaturvedi, 1994). Di Indonesia, Anwar dan Irwanto (1998) dalam analisis situasi mengenai anak jalanan, mengutip data Departemen Sosial yang menunjukkan ada sekitar 50,000 anak jalanan. Banyak pihak, termasuk keduanya meyakini besaran jumlah anak jalanan jauh di atas perkiraan tersebut. Terlebih bila dikaitkan dengan terjadinya krisis ekonomi yang menyebabkan jumlah anak jalanan di Indonesia meningkat sekitar 400% (Kompas, 4 Mei 1998). Berbagai perkiraan yang dilansir berbagai pihak berkisar antara 50,000-170,000 anak jalanan.
Informasi mengenai kehidupan anak jalanan di manapun menggambarkan situasi buruk yang harus dihadapi anak jalanan. Berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi hingga penghilangan nyawa secara paksa menjadi bagian dari kehidupan mereka. Stigmatisasi publik menyebabkan mereka terisolasi atau mengisolasi diri sehingga tumbuh “nilai-nilai baru” yang boleh jadi sangat bertentangan dengan “nilai-nilai umum”.  Pemerintah yang seharusnya berkewajiban memberikan perlindungan hukum, menurut Nusa Putra (1994) justru meletakkan kegiatan anak jalanan sebagai kegiatan yang melanggar hukum. Keseluruhan situasi yang dihadapi berakibat terhambatnya perkembangan kapasitas anak baik secara fisik, mental, dan sosial.
Di tengah ketiadaan pengertian untuk anak jalanan, dapat ditemui adanya pengelompokan anak jalanan berdasar hubungan mereka dengan keluarga. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu anak-anak yang turun ke jalanan dan anak-anak yang ada di jalanan. Namun pada perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu anak-anak dari keluarga yang ada di jalanan.
Pengertian untuk kategori pertama adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah setiap hari, dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.
Kategori kedua adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya.
Kategori ketiga adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalanan.
Kategori keempat adalah anak berusia 5-17 tahun yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja dijalanan, atau yang bekerja dan hidup dijalanan yang menghabiskan sebagaian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari.
Seorang anak yang mempunyai cita-cita yang tidak tercapai, karena ada sebuah faktor perekonomian keluarga, sehingga mereka mencarai uang tambahan jajan dengan cara mengamen di jalan dll.
B.     Faktor Penyebab Terjadinya Anak Jalanan
Berdasarkan penelitian ada beberapa sebab terjadinya anak jalanan antara lain:
1.      Melakukan atas dasar keinginan sendiri (66.3%)
2.      Ikut-ikutan teman (20.3%)
3.      Disuruh orang tua atau saudaranya (13%)
Sedangkn alasan melakukan kegiatan di jalanan antara lain :             
1.      Karena orang tua tidak mampu (44%)
2.      Putus sekolah (14.3%)
3.      Karena kurang biaya untuk sekolah (22.3%)
4.      Disebabkan terpish dari orang tua (19.7%)
Peneliti menduga pengaruh peubah lain salah satunya adalah adanya masalah kemiskinan yang dialami oleh anak jalanan dan keluarganya. Di sisi lain juga adanya struktur sosial dalam masyarakat, yang menyebabkan terjadinya differensiasi sosial sebagai dampak adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat.
Stratifikasi sosial diartikan Sorokin sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Manifestasi dari gejala stratifikasi sosial adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah.
Sajogyo (1985) lebih lanjut menjelaskan dasar dan inti lapisan-lapisan dalam masyarakat ini adalah karena tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak, kewajiban dan tanggung jawab, serta dalam pembagian nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara para anggota masyarakat. Stratifikasi sosial ini memberikan gambaran mengenai adanya ketidaksamaan” (inequality) dalam kehidupan masyarakat.
Anak jalanan digambarkan sebagai kelompok masyarakat dengan tingkat stratifikasi sosial rendah atau merupakan golongan bawah “grassroots” dengan status osial serta posisi kekuasaan/wewenang (power/autority) yang tidak jelas, Tidak memiliki banyak akses ke sumber daya serta tidak memiliki kemampuan untuk menjadi subjek. Weber membedakan empat sistem tingkatan sosial, di mana anak jalanan berada pada tingkatan sosial paling bawah, tingkatan sosial tersebut adalah:
1.      Tingkatan kekayaan yang menimbulkan kelas-kelas kekayaan. Kelas atas adalah orang yang hidup dari hasil kekayaannya. Kelas bawah adalah orang yang terbatas kekayaannya atau mereka sendiri mungkin menjadi milik orang lain.
2.      Tingkatan menurut kekuatan ekonomi yang menimbulkan kelas-kelas pendapatan : kelas atas adalah bankir, pemodal ; kelas bawah adalah buruh.
3.      Tingkatan yang tercermin menurut kekayaan dan pendidikan.
4.      Tingkatan status sosial : kelas atas adalah orang yang memiliki gaya hidup yang paling dapat diterima, berpendidikan tinggi, dan memegang posisi dengan gengsi sosial yang tinggi pula, serta anak keturunan orang yang berstatus sosial tinggi.
Peneliti menduga, di samping struktur sosial peubah lain yang turutberpengaruh terhadap perilaku anak jalanan adalah adanya perubahan sosial dalam masyarakat. Perubahaan sosial merupakan perubahan pada segi struktur sosial dan hubungan sosial. Perubahan sosial diartikan sebagai suatu proses yang berlangsung dalam struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Diartikan pula sebagai segala yang berlaku dalam suatu jangka waktu, pada peranan institusi atau hal lainnya yang meliputi struktur sosial, termasuk kemunculan dan kemusnahannya.
Perubahan sosial juga berarti perubahan dalam hubungan interaksi antar orang, organisasi atau komunitas. Penjelasan di atas memperlihatkan perubahan sosial adalah suatu kondisi yang
bisa terjadi di semua lini, sebagai akibat adanya pergeseran/perubahan dalam masyarakat, dengan norma, sistem nilai (value system), kebiasaan (adat istiadat), pola interaksi, pola komunikasi, struktur dan hal-hal lain yang ada di dalamnya, yang turut berubah seiring dengan perubahan yang terjadi.
Peubah lain yang juga berpengaruh adalah tidak adanya perhargaan sosial (social rewards) atau tidak adanya pengakuan sosial (social recognition) yang mengakui eksistensi, harkat dan martabat anak jalanan sebagai manusia, baik dari pihak keluarga maupun lingkungan, karena walaupun mereka sering dinilai negatif tetap ada sisi-sisi positif. Hal ini terkait dengan pernyataan Skinner yang secara tegas menunjuk penghargaan sosial (social rewards)sebagai factor yang dapat mempengaruhi dan membentuk perilaku. Termasuk perilaku anak jalanan salah satunya diduga dibentuk oleh perlakuan yang ditunjukkan dalam bentuk penghargaan dan pengakuan keluarga serta lingkungan yang diterima oleh anak jalanan.
Pada prinsipnya kehadiran anak jalanan dengan ciri-ciri serta perilakunya terkait dan tidak terlepas dari sistem yang ada di sekitarnya, serta berhubungan saling pengaruh mempengaruhi, baik dengan lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Masing-masing sub sistem menjalani dan mengalami perubahan-perubahan serta menanggapi perubahan yang ada di dalam sistem atau di luar sistem, dalam derajat yang minimal. Sekaligus masing-masing melakukan upaya penyesuaian dari ketegangan, disfungsi serta penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Anak jalanan dan lingkungan di sekitarnya senantiasa berada di dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir, atau dengan perkataan lain, perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat. Manakala hal-hal dalam keluarga anak jalanan mengalami perubahan, maka akan terjadi perubahan pula dalam diri anak jalanan serta dalam lingkungannya. Begitupun sebaliknya, manakala anak jalanan mengalami perubahan maka keluarga akan berubah, demikian pula lingkungan.
Dalam hal ini manakala terjadi perubahan dalam keluarga, misalnya ayah terkena Pemutusan Hubungan Kerja, ibu terpaksa keluar rumah untuk membantu menopang ekonomi keluarga. Manakala hasil yang diperoleh ibu tidak mencukupi kebutuhan anggota keluarga dan ayah belum memperoleh pekerjaan pengganti, maka anak menjadi aset untuk dapat menopang ekonomi keluarga dengan turun ke jalanan.
Manakala anak sudah terlalu sering berada di jalanan dan nilai jalanan sudah terinternalisasi dalam diri anak jalanan, maka hubungan anak dengan orang tua menjadi kurang/tidak intensif. Semakin terinternalisasinya nilai jalanan dalam diri anak jalanan, lingkungan di sekitar anak jalanan relatif semakin menganggap kehadiran anak jalanan sebagaitroublemaker dan memberi “stigma” atas keberadaannya di jalanan. Saat mengalami perubahan terkandung pula konflik-konflik di dalamnya, yang disumbang oleh sub-sub sistem sebagai unsur yang ada dala     m masyarakat. Setiap sub sistem (anak jalanan, keluarga, lingkungan) menyumbang bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan sosial. Di sisi lain masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atau Istiadat. Selain hal-hal yang dikemukakan oleh Linton, Wallace (1996) mengemukakan bahwa pengalaman yang diterima pada masa kanak-kanak dipengaruhi oleh susunan atau tata lingkungan di mana ia dibesarkan, sedangkan susunan tata lingkungan dipengaruhi oleh masyarakat.
Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa ada saling pengaruh mempengaruhi antara individu terhadap keluarga dan lingkungan, lingkungan terhadap keluarga dan individu, keluarga terhadap individu dan lingkungan. Antara masa lalu dan masa kini, serta masa kini dan masa yang akan datang, serta apa yang dilakukan/diberikan dengan apa yang pernah diterima seseorang. Demikian pula kemampuan orang tua dalam menjalankan fungsinya dengan baik sehingga keseimbangan (equilibrium) dapat dicapai dan terhindar dari terjadinya difungsional yang dapat mengakibatkan broken home dan kondisi homeless dipengaruhi oleh pengalaman orang tua di masa lalu.
Anak jalanan dengan berbagai aktivitasnya di jalanan merupakan produk dari tidak jelasnya penerapan sanksi hukum bagi mereka yang dinilai melanggar ketertiban, keamanan dan kenyamanan. Hal ini disebabkan belum adanya undang-undang atau peraturan pemerintah yang memberikan sanksi hukum yang jelas bagi mereka yang mengganggu ketertiban, keamanan dan kenyamanan di jalanan atau di fasilitas umum lainnya. Akibatnya situasi dan kondisi anak untuk turun ke jalan menjadi salah satu solusi serta kebiasaan, yang semakin melembaga bagi anak yang terdesak dan merasa tidak nyaman berada dalam lingkungan keluarganya, karena berdomisili di daerah slum yang padat/penuh sesak dengan situasi dan kondisi yang berada di bawah standar.
Hasil penelitian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku anak jalanan membuktikan teori fungsional struktural  terjadi pula dalam hidup dan kehidupan anak jalanan. Anak jalanan sebagai sub sistem yang langsung maupun tidak, dipengaruhi dan mempengaruhi sub sistem lain yang ada dalam sistem sosialnya. Sistem ini secara fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk equilibrium yang bersifat dinamis, yang antar bagian sistem terjadi hubungan pengaruh mempengaruhi yang bersifat bolak-balik  satu sama lain.
C.     Kondisi Psikologis Anak Jalanan
Mengenai  anak jalanan, ibarat orang buta menyoal gajah. Masing-masing akan mengemukakan sesuai dengan apa yang terpegang olehnya. Tanpa mereka tahu bentuk gajah yang utuh dan sebenarnya.Tidak satu pun dari mereka yang salah. Demikian pula dengan anak jalanan, yang akhir-akhir ini ikut meramaikan halaman koran  ini.
Bila diamati bagaimana kondisi sosial dan perilaku anak-anak jalanan, bagi orang yang belum pernah terjun ke alam mereka, tentu akan membayangkan bahwa mereka adalah anak-anak yang tak berdaya, tak beruntung, sedih, sengsara, bodoh dan sederet kata lain yang tidak menyenangkan. Kenyataannya mereka justru lain.
Mereka merasa dirinya beruntung, bebas, gembira, cerita, tak ada beban pada tugas yang tidak disukai, mendapatkan sesuatu yang dia inginkan dan sebagainya. Untuk itu dapat dipahami, salah satu kegagalan dari upaya mengentaskan mereka adalah, apa yang baik bagi kita, belum tentu baik untuk mereka. Keadaan ini dapat terjadi oleh karena perbedaan latar belakang kondisi psikologis antara kita dengan mereka.
C.1 Defresi
Banyak ahli mengemukakan, proses terjadinya anak jalanan tidak terlepas dari gangguan depresi pada jiwa mereka. Sumber utama depresi adalah kekecewaan yang berat yang dapat timbul akibat peristiwa yang terjadi di luar dirinya, tanpa ada kemampuan diri untuk mengantisipasi peristiwa tersebut.
Bowlby (1976) menyebutkan, fase terminal proses depresi pada anak adalah penyerahan diri. Pada fase ini, anak sudah tidak memikirkan lagi kekecewaan apa yang dihadapi. Tampak dari mereka adalah tingkah laku agresif, hiperaktif, melawan aturan yang ada di lingkungannya, merusak, dan berbuat kejam. Terjadi pula penurunan prestasi sekolah sampai kegagalan.
Cytryn (1979) menyebutkan pada fase terminal ini kemampuan mekanisme pertahanan psikologis (defence mechanism) anak, sama sekali tidak berfungsi. Sehingga anak tidak pernah lagi kecewa, menangis, sedih, takut, cemas, ragu-ragu dalam menghadapi semua persoalan. Dia akan mengambil keputusan yang pendek, yang saat itu terlintas dalam benaknya, sama sekali tanpa berpikir apa akibat yang akan terjadi.
Selain itu, tidak habis dimengerti oleh anak adalah mengapa semua perilakunya ditentang, dimarahi, dicela oleh lingkungan, baik oleh orang tua, guru bahkan oleh teman-teman sebayanya. Kalau kemudian anak memilih menjadi anak jalanan, di mana lingkungannya dapat menerima keadaannya dan kondisinya pas dengan tuntutan jiwanya, itu adalah suatu jalan keluar yang terbaik bagi anak.
C.2 Bebas dan Gembira
Apa yang kita cemaskan pada diri mereka, sebenarnya bagi mereka tidak ada sedikit pun perasaan mereka yang seperti perasaan kita. Mereka merasa bebas, karena tidak ada tembok yang membatasi rumahnya. Mereka merasa gembira seperti lalu lalang lalu intas di jalan. Mereka merasa puas seperti puasnya orang-orang yang keluar restoran setelah kekenyangan. Mereka optimistis menata masa depan yang cukup panjang, seperti panjang jalan yang digeluti sehari-hari.
Hal ini tentu saja berbeda dari pengalaman mereka sebelum turun ke jalan. Di rumah, yang dilihat pertengkaran antara ayah dan ibu yang tidak kunjung putus, bentakan-bentakan kemarahan ibu yang tidak habis-habis, tugas-tugas rumah tangga yang terus mengucur, tugas-tugas sekolah yang makin sulit dimengerti, kawan-kawan yang mulai menjauhkan diri dan sebagainya.
Kenyataan bahwa hidup di jalanan lebih memberikan perasaan gembira dan lebih nyaman itulah yang sering mempersulit tugas-tugas “mereka” yang ingin mengembalikan anak jalanan ke kondisi asal mereka.
C.3 Proses Berkesinambungan
Tudingan pertama sementara ini, bahwa keluarga sebagai penyebab utama memang cukup beralasan. Akan tetapi, harus dipahami, tidak semua anak dari keluarga tersebut menjadi anak jalanan. Masih ada anak lain yang tetap bertahan untuk hidup di bawah bimbingan orang tuanya.
Sementara ada anak jalanan yang berasal dari keluarga gedongan. Secara jujur kita tahu, keluarga gedongan tidak menjamin bebas masalah yang menyebabkan kekecewaan anak. Sehingga mau tidak mau kita harus berpikir, tipe kepribadian anak yang bagaimanakah yang mempunyai andil besar dalam proses terjadinya anak jalanan.
Dari beberapa tulisan pada ahli dan pengalaman pribadi di klinik, didapatkan suatu mata rantai yagn berkesinambungan antara anak sulit (difficult child), anak jalanan dan preman.
Perbedaan antara ketiganya, tentu saja dari usia mereka jelas berbeda, yang kemudian menimbulkan perbedaan dalam perilakunya yang nyata. Kesamaan yang ada di antara ketiganya antara lain: Pertama, sulitnya mereka menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kedua, ambang toleransi terhadap kekecewaan yang rendah. Mudah marah berat dengan kekecewaan yang ringan. Ketiga, reaksi yang primitif bila menghadapi suatu masalah atau kesulitan. Bila menghadapi masalah, umpamanya, kata-kata kotor, ancaman atau tindakan kekerasan yang menjadi penyelesaiannya.
Anak sulit kadang-kadang sejak lahir sudah menampakkan gejalanya. Selalu rewel, menangis berlama-lama, selalu minta digendong, tidurnya tidak tenang, banyak bergerak. Pada usia anak-anak tampak ingin selalu menang dalam bermain dengan teman sebaya, walaupun dengan cara yang curang. Ia memukul teman bila tidak mau menuruti keinginannya dan menentang aturan di rumah atau di sekolah. Kabur dari rumah bila tidak kerasan lagi, tanpa khawatir tentang makan dan tidurnya.
C.3 Mudah Putus Asa
Diakui bahwa tidak semua anak jalanan mempunyai intelegensi kurang dari normal, banyak yang termasuk normal, bahkan bisa lebih dari normal. Yang berbeda adalah cara anak tersebut menyelesaikan masalah apabila mereka menghadapi suatu kesulitan.
Pengalaman klinis menunjukkan anak sulit dalam menyelesaikan suatu permainan, berbeda dari anak yang normal. Dalam suatu pemeriksaan dengan mempergunakan alat permainan edukatif (APE) – pada umumnya berbentuk penyusunan puzzle / bongkar pasang atau blok/ lego – jelas sekali berbeda.
Anak normal mau dibimbing secara bertahap dari yang paling mudah ke yang makin sulit. Setiap mereka melihat kesulitan, dirasakan sebagai tantangan. Tak segan-segan mereka akan bertanya kepada pembimbing untuk mendapatkan jalan keluarnya. Anak sulit dalam menghadapi kesulitan dalam penyelesaian APE, kelihatan sekali emosional mereka mudah putus asa. Tidak mau bertanya, menyusun semaunya sendiri tidak mengikuti aturan yang ada, bahkan mengobrak-abrik apa yang dihadapi, serta menolak untuk diarahkan, apalagi untuk menyelesaikan tugas APE lain yang lebih sulit. Sama sekali tidak mampu menghadapi tantangan.
Bila ditawarkan mainan mana yang dipilih, terlihat jelas yang dicari adalah mainan fantasi, yaitu mainan dalam bentuk miniatur benda-benda yang sebenarnya. Seperti boneka, pistol, binatang, macam-macam kendaraan. Salah satu sifat mainan fantasi adalah keterlibatan psikologis dari anak terhadap mainan tersebut hanya sedikit.
Dalam bermain fantasi pun jelas sekali terlihat. Anak sulit menempatkan bentuk miniatur tersebut tidak seperti semestinya. Misalnya: kuda diletakkan di atas meja. Di atas televisi diletakkan tempat tidur dan sebagainya. Fantasi kekerasan juga mendominasi. Menembak boneka yang sedang asyik bermain. Menabrakkan mobil-mobilan dengan apa yang ditemuinya. Memukul mobil dengan palu dan sebagainya.
C.4 Generasi Penerus Preman
Kesulitan atau kegagalan belajar, sama sekali bukan karena anak mempunyai taraf intelegensi yang rendah, akan tetapi lebih karena sulit menyesuaikan diri dengan aturan, rasa mudah putus asa, dan sama sekali tidak ada motivasi untuk menguasai tantangan.
Hal yang sering membuat kita tercengang adalah mudahnya mereka akrab dan manut terhadap preman-preman yang selama ini menjadi pengasuh mereka. Hal ini tdiak lain karena dengan mereka mempunyai banyak kesamaan dari segi psikologis. Sehingga mereka lebih mudah percaya kepada preman, dibandigkan orang tua, guru atau orang lain yang ingin menolong mereka. Kita tidak usah terperangah atas kenyataan yang harus kita hadapi, bila anak jalanan merupakan kader-kader dan generasi penerus preman-preman.
Siang hari anak-anak bebas melakukan kegiatan seperti biasanya. Diharapkan pada malam hari mereka akan kembali ke keluarga mereka, untuk makan bersama, belajar dan tidur di tempat layak. Yang terjadi justru mereka jarang kembali ke rumah. Bila mereka kembali, pada waktu pergi lagi, pasti ada barang-barang milik ibu asuh atau guru yang hilag atau rusak. Sungguh ironis.
C.5 Upaya Represif
Selama kehidupan dunia ini masih berlangsung, agaknya sulit untuk memberantas anak jalanan dari akarnya. Sebab hal ini berkaitan erat dengan laju perkembangan masyarakat, yang merupakan sisi buram hasil pembangunan yang harus kita terima dengan lapang dada.
Sementara itu upaya represif lebih ditekankan kepada kesejahteraan anak dalam keluarga untuk mendapat hak-hak mereka seperti: hak untuk kelangsungan hidup, hak mendapatkan pengasuhan dan pendidikan, serta hak untuk perlindungan hukum.












BAB III
HASIL OBSERVASI
A.    Identifikasi
WAWANCARA 1
A.    Identitas (Sampel)
Nama Lengkap                        : Surya Kustia
Nama Panggilan                      : Surya
TTL                                         : Bandung, 21 Agustus 2000
Usia                                         : 13 Tahun
Hobby                                     : Main Bola
Cita-cita                                  : ABRI
Alamat Tinggal                       : Kolong Jembatan Nurul Hidayat
Nama Ayah                             : Dede (almarhum) sejak kecil
Nama Ibu                                : Fitri (Almarhumah) Dua tahun yang lalu








Berikut hasil wawancara saya dengan Surya Kustia
NO
PERTANYAAN
JAWABAN
1
Adek bisa berada disini kenapa?
Surya tidak tau lagi mau kemana, kan orang tua ngak ada lagi kang, akhirnya ikut-ikutan abang dan teman-teman ngamen di jalan, dan ketemu dengan Bang Rifqy dan akhirnya tinggal di rumah kolong ini.
2
Adek Punya saudara berapa? 
Surya anak kedua dari empat bersaudara, abang bernama Syahidin yang merupakan salah satu anak jalanan di Kolong Nurul Hidayat.
adik Surya dua orang yang bernama Hilda dan Santi yang keduanya sekarang di asuh oleh Wak (Bibi) nya.

3
Masih sekolah?
Ngak
4
Kenapa?
Surya berhenti sekolah sejak kelas empat SD karena sering berpindah tempat jadi jauh dari sekolahnya. Pertama dekat pahlawan, kedua ke Ciroyom, dan akhirnya ke Kolong Cihampelas.
5
Aktifitas keseharian adek apa aja?
                                                                                   
Tidur larut malam antara jam 12.00 malam - 03.00 pagi. Jam 05.00 (Shubuh) bangun, kadang tidur lagi. Siang mengamen bersama teman-teman, menggunakan gitar kecil deket lampu merah jembatan layang.
6
Hasil sekali ngamennya berapa?
Hasil dari mengamen kurang lebih Rp; 20.000,00 – 25000,00 untuk sekali mengamen.
7
Uangnya untuk apa aja dek?
Uang hasil mengamen digunakan untuk jajan, makan, dan main games di warnet.
Waktu untuk ke warnet sore hari dan selesai sampai larut malam, satu kali main lebih dari tiga jam, ada juga delapan sampai dua belas jam. Untuk satu jam rental warnet Rp; 2500,00 dan untuk paket malam   dua belas jam hanya di sewa Rp; 15000,00. Games yang sering di mainkan adalah Point Black dan Ayoden.

8
Selain main games di warnet ngapain aja?
Surya juga sering Faceboo-kan. Nama facebooknya Surya.Kustia @yahoo.com.
9
Pernah nonton Film yang aneh (Porno)?
(diam dan malu), pernah, tidak di lan
10
Gimana perasaan adek ketika sedang di warnet?
Senang, seru, dan asyik aja
11
.
Pernah dimarahin sama Pak ustadz?
Walaupun sering di marahin oleh pengasuhnya (Ustadz M. Abdul Hadi) tapi Surya sering melanggar dan tidak memperdulikan apa yang di katakan pengasuhnya.
12
Pertama kali datang di tempat ini gimana dek?
Pertama kali datang ke Pesantren Kolong Surya merasa ngak betah dan sering kabur meninggalkan pengajian dan tidak mau belajar dari pengasuh anak jalanan di situ. Setelah satu tahun baru Surya merasa nyaman, dan betah.

13
                                                                                   
Disini diajari apa aja sama pak ustadz?
Di sela-sela hidup Surya di jalanan, Surya dan teman-teman di ajari belajar membaca, menulis, berhitung, sholat, mengaji, ceramah agama oleh bapak M. Abdul Hadi.

14
Makan berapa kali dalam sehari?       
Untuk makan Surya hanya di beri makan 1 kali  untuk hari Senin hingga Jumat. Untuk Sabtu dan Minggu 2 kali, pagi dan sore.

                                                                                    Untuk makan Surya hanya di beri makan 1 kali  untuk hari Senin hingga Jumat. Untuk Sabtu dan Minggu 2 kali, pagi dan sore
15
Pernah di razia ngak ketika sedang ngamen?
Ketika sedang ngamen di perempatan Surya dan kawan-kawan sering di Razia, dan berlari-lari jika di kejar oleh petugas. Selain itu surya juga pernah di Palakin oleh preman jalanan lain. Karena Surya takut Surya kasih uang hasil ngamen kepada preman-preman itu.

16
Adek masih ingin sekolah?    
Surya ingin sekali belajar dan sekolah. Walaupun bukan sekolah formal. Sekarang Surya lagi menempuh paket A dan katanya kalau sudah lulus ingin melanjutkan ke paket B.

17
Pernah bertengkar sama teman-teman disini?            
Kenapa?
Pernah,
karena berebutan uang Rp: 500 karena berebutan uang Rp: 500,00
18
Adek pernah nyobain minuman keras?
pernah tapi dibohongi akang jalanan, surya disuruh minum, dan ngak tau minuman apa.

19
Pernah merokok?
Pernah, tapi sekarang ngak lagi, dulu sebelum di pesantren kolong ini sering banget
                                                                                    Pernah, tapi sekarang ngak lagi, dulu sebelum di pesantren kolong ini sering banget
20
Adek pernah atau sering sakit?
sering, batuk, demam, kedingina
dan gatal-gatal
21
Mau sampai kapan disini?
kalau masih betah dan nyaman Surya tetap disini. Di sini enak, di kasih makan, banyak teman. Kalau pulang kan ngak ada rumah, mendingan disini aja

22
Pesan adek buat teman-teman disini apa?     
semoga tetap semangat, jangan sering berkelahi karena kita sekarang satu keluarga

B.     WAWANCARA 2

A.    Identitas (Sampel)
Nama Lengkap                                    : M. Abdul Hadi
Nama Panggilan                                  : Ustadz M. Abdul Hadi
Alamat Asal                                        : Baturaja, Palembang Sumatera Selatan
Alamat Tinggal                                   : Kolong Jembatan Nurul Hidayat
Pekerjaan                                             : Ustadz dan Bekerja di Dinas Sosial
Berikut hasil wawancara singkat saya dengan bapak Ustadz M. Abdul Hadi
NO
PERTANYAAN
JAWABAN
 1
Bisa bapak ceritakan sedikit sejarah awal pembentukan Pesantren Kolong Nurul Hidayat ini?
awalnya namanya Rumah Kolong aja, tapi karena adanya yayasan bentukan Pak Rifqy Basyarahil SHM. Kn akhirnya diganti nama Yayasan Pesantren Kolong Nurul Hidayat, dan ini dibentuk kira-kira dua tahun yang lalu

2
Sejak kapan bapak membina dan mengasuh anak-anak disini?
Empat tahun lalu
3
Jumlah anak jalanan disini kira-kira berapa pak





kira-kira ada 33 orang, itupun ngak semuanya disini full setiap hari, kadang hanya makan, dan tidur, setelah itu mereka pergi sesuai keinginan mereka

4
Pendekatannya seperti apa?   
pertama kali yang kami lakukan adalah mencoba belajar dari kehidupan mereka, dengan tidur dan hidup dengan mereka, setelah mereka merasa mendapatkan perhatian, kami ajak ngobrol-ngobrol, menyanyi, makan bareng yang membuat mereka senang.

5
Setelah melalui berbagai pendekatan apa yang bapak rasakan dan lihat mengenai
psikologis anak-anak disini?
awalnya ya mereka malu, pendiam, dan lebih memilih untuk tidak berhubungan dekat dengan kami, karena mereka mengganggap kami orang asing. Alhamdulillah sekarang mereka menjadi anak yang hiperaktif, mandiri, dan gembira.
6
selain itu ada lagi pak?
mereka juga sering memberontak, dan tidak peduli dengan apa yang kami omongin, bisa di katakan melanggar lah
7
Latar belakang kebanyakan anak-anak disini bagaimana pak?
kebanyakan dari mereka adalah anak-anak yang sudah tidak punya orang tua lagi, ada juga yang masih punya orang tua, namun lebih memilih disini karena dirumah mereka tidak mendapatkan perhatian dari orang tua mereka. Ada juga yang ikut-ikutan teman karena mereka tidak sekolah  dan lebih memilih hidup di jalanan.

8
Untuk minat belajar mereka disini bagaiamana pak?

Minat belajar mereka tidak ada sama sekali, jadi awalnya disini mereka ngak peduli dengan keadaan mereka sendiri, jadi bukan kemauan mereka ingin belajar, melainkan kekuatan, dorongan, dan paksaan dari kami sehingga mereka jadi membiasakan diri untuk mencoba belajar.

9
Adakah peran pemerintah selama Pesantren Kolong ini berdiri pak?
Alhamdulillah untuk dukungan pemerintah sudah ada walaupun belum optimal sepenuhnya.
10
Apa pesan dan kesan bapak untuk anak-anak disini?
Untuk kesannya saya sangat senang dan bahagia bisa membimbing, mendidk, dan membina anak-anak disini, karena itu adalah salah satu bentuk pengabdian saya, dan saya ikhlas melakukanny, untuk pesannya saya harap anak-anak disini tetap sabar, tabah, tegar, dan jangan menyerah apapun keadaan sekarang, yakinlah allah bersama kita, pasti ada kebahagiaan di balik semua ini.
                                               
           

            .
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
1.      Faktor-faktor yang mendorong mereka menjadi anak jalanan
                        Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya ada beberapa sebab terjadinya anak jalanan antara lain adalah melakukan atas dasar keinginan sendiri (66.3%), Ikut-ikutan teman (20.3%), disuruh orang tua atau saudaranya (13%). Adapun alasan melakukan kegiatan di jalanan antara lain adalah karena orang tua tidak mampu (44%), putus sekolah (14.3%), karena kurang biaya untuk sekolah (22.3%), disebabkan terpisah dari orang tua (19.7%). Selain itu Peneliti menduga pengaruh peubah lain salah satunya adalah adanya masalah kemiskinan yang dialami oleh anak jalanan dan keluarganya. Di sisi lain juga adanya struktur sosial dalam masyarakat, yang menyebabkan terjadinya differensiasi sosial sebagai dampak adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat.
            Hasil observasi yang di lakukan menunjukan bahwa faktor yang mendorong anak untuk hidup di jalanan adalah penyebab kemiskinan dan ketiadaan orang tua yang yang di alami anak jalanan. Namun, sebagian dari mereka juga masih memiliki orang tua walaupun hanya ibu atau bapak saja, akan tetapi mereka lebih memilih untuk hidup di jalanan karena di lingkungan keluarga mereka sulit mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua.  keterbatasan itulah sehingga anak jalanan memilih jalan sendiri untuk melanjutkan hidupnya karena tidak tahu lagi apa yang harus di lakukan dan jalan mana yang harus di tuju. Kebingungan dan ketidakberdayaan yang di alami anak jalanan tersebut membuat mereka harus hidup dan bertahan di tengah kesulitan dan kerasnya perjuangan hidup
2.      Perilaku dan aktifitas apa yang dominan terjadi pada anak jalanan
            Kebingungan akan identitas dir sendiri tentu membuat perilaku dan aktifitas keseharian mereka menjadi tidak teratur dan terarah. Kebanyakan dari mereka tidak sekolah lagi, karena salah satu alasan tidak ada biaya untuk membeli perlengkapan sekolah, ada pula yang mengatakan karena sering berpindah tempat sehingga menyulitkan akses mereka untuk menuju sekolah. Hasil pengamatan lain membuktikan bahwa aktifitas keseharian anak jalanan Pesantren Nurul Hayat lebih banyak menghabiskan waktu di luar Pesantren Kolong, untuk siang hari mereka mengamen di jalanan, dan di sela-sela itu  mereka di ajarkan belajar, dan mengaji walaupun kadang mereka sering tidak mengikuti pengasuhnya. Dari hasil mengamen itu mereka gunakan untuk makan sehari-hari, jajan dan membantu teman-teman lain yang belum mampu mencari uang sendiri. Dan yang paling unik dari kasus ini adalah mereka menggunakan uang hasil mengamen tersebut untuk bermain games dan internetan melalui jejaring sosial (Facebookan). Surya.Kustia@yahoo.com, begitulah nama facebooknya, dan game yang sering di mainkannya adalah Point Blank, dan Ayoden. Mereka sangat senang akan hal itu, asyik, dan menghibur sertaa bisa melepaskan kepenatan dan kegelisahan jiwa mereka yang memang sebagian dari mereka tergolong masa anak akhir dan remaja awal yang emosinya masih labil dan cenderung mencari sesuatu hal yang menyenangkan menurut mereka. Lebih parah lagi anak-anak menghabiskan waktunya di warnet lebih dari tiga jam, dan ada juga yang sampai delapan hingga dua belas jam dengan memanfaatkan fasilitas paket malam yang dihanya di hargai Rp; 15.000,00. Dan pernah juga mereka mengakses situs web yang berbau fornografi. Banyak aktifitas keseharian yang di lakukan oleh anak-anak jalanan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dan menyimpang,baik menyangkut diri pribadi dan hubungan sosial nya dengan teman sebayanya,  misalnya merokok dan sering bertengkar dengan temannya.  Hal ini lagi-lagi membuktikan bahwa lingkungan yang kurang kondusif di alami oleh anak-anak jalanan tersebut hingga akhirnya berdampak pada kesehatan mental dan moral anak-anak jalanan tersebut.
3.      Kondisi psikologis yang di alami anak jalanan
Banyak ahli mengemukakan, proses terjadinya anak jalanan tidak terlepas dari gangguan mental pada jiwa mereka. Sumber utama yang menyebabkan terganggunya psikologis mereka adalah kekecewaan yang berat yang dapat timbul akibat peristiwa yang terjadi di luar dirinya, tanpa ada kemampuan diri untuk mengantisipasi peristiwa tersebut.
Bowlby (1976) menyebutkan, fase terminal proses depresi pada anak adalah penyerahan diri. Pada fase ini, anak sudah tidak memikirkan lagi kekecewaan apa yang dihadapi. Tampak dari mereka adalah tingkah laku agresif, hiperaktif, melawan aturan yang ada di lingkungannya, merusak, dan berbuat kejam. Terjadi pula penurunan prestasi sekolah sampai kegagalan.
Cytryn (1979) menyebutkan pada fase terminal ini kemampuan mekanisme pertahanan psikologis (defence mechanism) anak, sama sekali tidak berfungsi. Sehingga anak tidak pernah lagi kecewa, menangis, sedih, takut, cemas, ragu-ragu dalam menghadapi semua persoalan. Dia akan mengambil keputusan yang pendek, yang saat itu terlintas dalam benaknya, sama sekali tanpa berpikir apa akibat yang akan terjadi.
Dari hasil wawancara dengan salah satu pengasuh anak jalanan Pesantren Kolong Nurul Hidayat bapak Ustadz M. Abdul Hadi yang mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi psikologis anak-anak jalaan tersebut, terlihat  mereka tampak menjadi pribadi yang pemalu, pendiam, dan menganggap asing orang-orang yang mereka rasa tidak di kenali. Mereka terlihat menjadi sosok yang periang, dan hoperaktif jika mereka menemukan hal-hal baru yang aneh dan membuat mereka senang, sehingga mereka lebih mengedepankan aspek kesenangan semataa dengan melmpiaskannya pada aktifitas yang kurang bermanfaat seperti main games, hingga mereka lupa akan waktu untuk belajar. Dan lebih parah lagi mereka tidak memiliki semangat dan minat belajar sedikitpun tanpa adanya paksaan dari pengasuhnya. Hal itu membuktikan bahwa anak-anak jalanan memiliki gangguan mental dan moral yang sangat memperihatinkan dan mereka membtuhkan perhatian dan penanganan khusus untuk mencegah dampak pskologis yang lebih serius nantinya.
           
  BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pada deskripsi dan analisis data dari hasil penelitian, maka bahasan terakhir dari penulisan ini adalah kesimpulan dan saran.
Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah pertama adalah faktor dominan yang menyebabkan adanya anak jalanan adalah karena ketidakmampuan dalam menghadapi hidup karena terpisah dari orang tua, selain itu karena faktor putus sekolah dan kemiskinan yang di alami oleh keluarga.
Kemudian berbagai aktifitas yang di lakukan anak-anak jalanan cenderung pada perilaku yang menyimpang dan kurang bermanfaat seperti main games, merokok, dan bertengkar sesama teman sebaya  walaupun sudah mendapat binaan dari pengasuh pengganti orang tua dan hanya sebagian kecil aktifitas mereka di lakukan untuk hal-hal yang bermanfaat seperti belajar dan mengaji.
Untuk kondisi psikologis mereka bisa di katakan kurang baik atau memburuk, terbukti mereka cenderung memiliki pribadi yang pendiam, pemalu, dan tidak peka terhadap lingkngan. Mereka sensitif dan suka memilih jalan hidup sendiri yang mereka anggap menyenangkan. Mereka juga cenderung menampilkan sikap pembangkang dan pemberontak. 
B.     Saran
Di samping itu penulis juga mengungkapkan beberapa saran yang kiranya dapat menjadi acuan untuk memberdayakan atau bahkan menanggulangi berbagai problematika terkait dengan anak jalanan. Di Pesantren Kolong Nurul Hidayat Jembatan Layang Cihampelas Bandung sebagai berikut:
1.      Pembinaan anak jalanan lebih intensif dan berkesinambungan agar anak-anak jalanan dapat memperoleh kasih sayang yang dapat membantu dalam hal psikologis mereka.
2.      Untuk pemerintah jangan menutup mata akan hal ini, karena anak jalanan juga merupakan manusia sekaligus generasi penerus bangsa yang harus mendapatkan perlakuan sebagaimana anak-anak lainnya dengan cara mengulurkan tangan membantu mereka terutama dalam hal pendidikan dan pembinaan potensi mereka itu sendiri.
3.      Mengajak masyarakat untuk merangkul dan ikut memberikan dukungan moal kepada mereka agar psikologis mereka tidak terganggu sebagaimana anak normal lainnya.













 DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta: Balai Pustaka
Santrock  John W (2011) Life Span development : PT Gelora Aksara Pratama.Yusuf Syamsu, (2000), Mental Hygiene. Bandung: Maestro
Pratama.Yusuf Syamsu, (2000), Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda
http// www. google. Com.














BIODATA PENULIS

Nama               : Ahmad Yudiar
NIM                : 1304858
TTL                 : Payabenua, 17 januari 1995
Pendidikan      : 1. SDN 12 Payabenua, Bangka
                          2. SMPN 1 Mendo Barat, Bangka
                          3. SMAN 1 Mendo Barat, Bangka
Studi S1          : Universitas Pendidikan Indonesia
Jurusan            : Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Fakultas           : Fakultas Ilmu Pendidikan
Hobi                : Membaca dan Menulis
Cita-cita          : Guru BK
Motto Hidup   : Hidup bermanfaat untuk orang lain menuju akhirat yang haqiqi













































 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Blogger templates

 

Blogger news

Blogroll

About