KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warohmatullahiwabarokaatuh.
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT,
yang masih senantiasa memberikan nafas
kehidupan dan hidayah-Nya kepada saya selaku mahasiswa yang ingin
mencapai sebagian kecil kesuksesan dalam menuntut ilmu, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan hasil
observsi ini.
Laporan ini disusun agar para pembaca memahami konflik psikologis anak jalanan
Sebagai
manusia biasa, tentunyasayai sebagai penyusun memiliki kelemahan dan kekurangan dalam
makalah ini, tentnya saya menyadari hal itu seperti pepatah, tiada gading yang tak
retak dan tiada mawar yang tidak berduri, maka dari itu diperlukan kritik dan
saran pembaca untuk melengkapi kekurangan tersebut.
Bandung, 20 November 2013
PENYUSUN
ABSTRAK
Keberadaan
anak jalanan telah menjadi fenomena global, khususnya di kota-kota besar.
Pemandangan tidak menyenangkan di trotoar jalan sudah menjadi sarapan
sehari-hari. Potret kehidupan ini hanya hal kecil dari kondisi kehidupan
masyarakat yang mengais rezeki di jalanan, di jalanan sana ternyata masih
terhampar luas terpandang lusuh dan kumuh kehidupan jalanan yang dijalani
berbagai jenis manusia. Permasalahan yang di kaji dalam penelitian ini adaalah
: 1) Apa saja faktor pendorong timbulnya anak jalanan di jembatan layang
Cihampelas Bandung. 2) Perilaku apa saja yang di lakukan anak jalanan. 3)
Bagaimanakah kondisi psikologis yang di alami anak jalanan.
Metode
penelitian dalam observasi ini adalah dengaan metode studi kasus dan metode
kualitatif dengan mengumpulkan sumber data dan informasi dari hasil wawancara
dengan anak-anak jalanan dan pembina Yayasan Pesantren Kolong Nurul Hidayat.
Hasil
penelitiaan menghasilkan temuan bahwa kebanyakan dari keberadaan anak jalanan
di jalan layang Cihampelas disebabkan karena faktor ketidakmampuan dalam
menjalankan roda kehidupan karena terpisah dengan orang tua. Selain itu faktor
kemiskinan juga menjadi hal utama dalam kasus ini, adapula yang disebabkan
karena kurangnya kasih sayang serta perhatian dari orang-orang di lingkungan
terdekatnya baik itu orang tua, teman sebaya, dan masyarakat. Untuk aktifitas
dan perilaku anak jalanan sendiri lebih banyak mengrah pada perilaku
penyimpangan dan kurang bermanfaat. Dan untuk kondisi psikologis anak jalanan
tersebut sangat memperihatinkan dan terganggu, sehingga butuh perhatian dan
penanganan khusus dari pengasuh,
masyarakat, dan pemerintah agar dampak psikologis yang dialami anak
jalanan bisa di atasi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Keberadaan
anak jalanan telah menjadi fenomena global, khususnya di kota-kota besar.
Pemandangan tidak menyenangkan di trotoar jalan sudah menjadi sarapan
sehari-hari. Potret kehidupan ini hanya hal kecil dari kondisi kehidupan
masyarakat yang mengais rezeki di jalanan, di jalanan sana ternyata masih
terhampar luas terpandang lusuh dan kumuh kehidupan jalanan yang dijalani
berbagai jenis manusia, mulai anak-anak Punk yang dalam teori sosiologi
dikatakan sebagai law less croud yakni kerumunan yang berlawanan dengan
norma-norma dan termasuk dalam golongan anti sosial karena hanya berinteraksi
dengan kelompoknya, pengamen, topeng monyet jalanan, begitupun juga halnya
pengemis dan anak jalanan. Semua berprofesi berbeda dari mulai yang kreatif
memainkan gitar, menampilkan atraksi monyet, mengelap kaca hingga yang hanya
meminta-minta uang saja, oleh sebab itu mereka bisa dikatakan berbeda profesi
namun berpenghasilan dari sumber yang sama yaitu jalan raya.
Di Kota
Bandung sendiri menjamurnya keberadaan golongan orang-orang tersebut sudah tak
bisa dibantahkan lagi, dan rupanya penjaringan dan pembinaan yang selalu
dilakukan SAT POL PP tidak memberikan efek jera kepada mereka, lain lagi
permasalahanya entah mereka yang ngeyel membantah dan betah dengan pekerjaanya
atau hukum yang memang lemah tidak berkelanjutan dan memberi efek jera, ini
harus menjadi kajian yang lebih inti lagi sebagai kritik sosial.
Satu hal
yang sangat miris terjadi bahwa banyaknya anak jalanan didikan para empu
pengemis yang tak lain adalah orang tua mereka sendiri sudah menjadi tatapan
biasa yang setiap hari terlihat di Kota Bandug ini, dengan berbagai kondisi
yang sangat majemuk mulai dari yang normal namun kucel hingga yang mempunyai
kekurangan fisik, namun rupanya bagi mereka kekurangan fisik ini pun berdaya
jual lebih tinggi dengan tersendiri, sehingga dengan itu memberikan rasa belas
kasihan yang lebih tinggi.
Meskipun selalu diiringi rasa empati, mereka
tetap akan berdiri dengan kepandaian retorika yang entah belajar dimana
membujuk rayu meminta belas kasihan, beberapa dari mereka sangatlah beragam
mulai dari anak yang berkisar 3 atau 4 tahun sampai 13 atau 14 tahun, ada yang
tetap duduk di bangku sekolahan begitupun ada juga yang memilih tidak sekolah
dan lebih memilih untuk “mengantor” di trotroar jalanan, pemandangan ini sangat
mudah ditemukan. Mereka pun demikian majemuk terlahir dari latar belakang
berbeda ada yang orang tuanya sakit jiwa, dan ada juga yang kurang kepedulian
orang tua.
Keberadaan
pengemis dan anak jalanan yang kian menjamur di Bandung saat ini, tak akan
mungkin terlepas dari faktor sosial lingkunganya, dan habitat yang tumbuh
dilingkungan kehidupan masyarakat meski pada dasarnya tetaplah mendasar pada
persoalan benturan beban ekonomi yang semakin berat.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Mengidentifikasi
faktor apa saja yang mendorong mereka menjadi
anak jalanan di jembatan layang Cihampelas Bandung?
2. Mengidentifikasi
perilaku dan aktifitas apa saja yang di lakukan anak-anak jalanan?
3. Mengidentifikasi
seperti apa kondisi psikologis yang di alami anak jalanan?
C. TUJUAN PENELITIAN
1.
Untuk mendeskripsikan faktor-faktor
yang mendorong mereka menjadi anak jalanan
2.
Untuk mendeskripsikan perilaku dan
aktifitas apa saja yang dilakukan anak-anak jalanan
3.
Untuk mendeskripsikan seperti apa keadaan
psikologis anak jalanan
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Memenuhi
tugas mata kuliah Mental Hygiene
2. Melatih
dan mengembangkan wawasan mengenai kehidupan anak-anak jalanan
3. Menjadikan
penelitian ini sebagai pelajaran dan pengalaman yang bermakna bagi peneliti
khususnya dan pembaca pada umumnya
E.
METODE
PENELITIAN
a) Tempat Penelitian
Adapun tempat penelitian yang kami
lakukan adalah di bawah kolong jembatan.
Nama
Tempat : Pesantren Kolong Nurul Hidayat
Alamat : Jalan Cihampelas,
bawah Fly Over Pasupati Bandung
b)
Waktu
Penelitian
Hari :
Senin
Tanggal :
18 November 2013
Jam :
pukul 15.00 – 21.00
c) Objek Penelitian
Objek
kajian : Anak-anak jalanan
Sampel : 1. Surya Kustia
d)
Cara
Penelitian
Cara penelitian yang saya lakukan adalah
dengan wawancara dengan beberapa objek atau sampel yang saya lakukan
dengan anak jalanan dan pengasuh anak
jalanan tersebut.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Pengertian
Anak Jalanan
Anak jalanan
adalah seseorang yang berumur di bawah
18 tahun yang menggunakan atau menghabiskan seluruh waktunya dengan melakukan
kegiatan di jalan untuk mendapatkan uang atau mempertahankan hidupnya. Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang
mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan,
namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya.
Keberadaan
anak jalanan telah menjadi fenomena global. Seorang pejabat UNICEF
memperkirakan ada sekitar 100 juta anak jalanan di dunia. Di Asia, menurut
perkiraan Childhope Asia, sebuah NGO yang berbasis di Philipina, memperkirakan
ada sekitar 25-30 juta anak jalanan (Chaturvedi, 1994). Di Indonesia, Anwar dan
Irwanto (1998) dalam analisis situasi mengenai anak jalanan, mengutip data
Departemen Sosial yang menunjukkan ada sekitar 50,000 anak jalanan. Banyak
pihak, termasuk keduanya meyakini besaran jumlah anak jalanan jauh di atas
perkiraan tersebut. Terlebih bila dikaitkan dengan terjadinya krisis ekonomi
yang menyebabkan jumlah anak jalanan di Indonesia meningkat sekitar 400%
(Kompas, 4 Mei 1998). Berbagai perkiraan yang dilansir berbagai pihak berkisar
antara 50,000-170,000 anak jalanan.
Informasi
mengenai kehidupan anak jalanan di manapun menggambarkan situasi buruk yang
harus dihadapi anak jalanan. Berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi hingga
penghilangan nyawa secara paksa menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Stigmatisasi publik menyebabkan mereka terisolasi atau mengisolasi diri
sehingga tumbuh “nilai-nilai baru” yang boleh jadi sangat bertentangan dengan “nilai-nilai
umum”. Pemerintah yang seharusnya berkewajiban memberikan perlindungan
hukum, menurut Nusa Putra (1994) justru meletakkan kegiatan anak jalanan
sebagai kegiatan yang melanggar hukum. Keseluruhan situasi yang dihadapi
berakibat terhambatnya perkembangan kapasitas anak baik secara fisik, mental,
dan sosial.
Di tengah ketiadaan pengertian untuk
anak jalanan, dapat ditemui adanya pengelompokan anak jalanan berdasar hubungan
mereka dengan keluarga. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu anak-anak yang turun ke jalanan dan anak-anak yang ada di jalanan. Namun
pada perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu anak-anak dari keluarga yang ada di jalanan.
Pengertian untuk kategori pertama
adalah anak-anak yang
mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan
keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak
yang tinggal bersama orangtuanya dan
senantiasa pulang ke rumah setiap hari, dan anak-anak yang melakukan
kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan
dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.
Kategori kedua adalah anak-anak yang
menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki
hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya.
Kategori ketiga adalah anak-anak
yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang
hidup atau tinggalnya juga di jalanan.
Kategori keempat adalah anak berusia
5-17 tahun yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja dijalanan, atau
yang bekerja dan hidup dijalanan yang menghabiskan sebagaian besar waktunya
untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari.
Seorang anak yang mempunyai
cita-cita yang tidak tercapai, karena ada sebuah faktor perekonomian keluarga,
sehingga mereka mencarai uang tambahan jajan dengan cara mengamen di jalan dll.
B. Faktor Penyebab Terjadinya Anak Jalanan
Berdasarkan
penelitian ada beberapa sebab terjadinya anak jalanan antara lain:
1.
Melakukan atas dasar keinginan sendiri (66.3%)
2.
Ikut-ikutan teman (20.3%)
3.
Disuruh orang tua atau saudaranya (13%)
Sedangkn
alasan melakukan kegiatan di jalanan antara lain :
1.
Karena orang tua tidak mampu (44%)
2.
Putus sekolah (14.3%)
3.
Karena kurang biaya untuk sekolah (22.3%)
4.
Disebabkan terpish dari orang tua (19.7%)
Peneliti menduga pengaruh peubah lain salah satunya
adalah adanya masalah kemiskinan
yang dialami oleh anak jalanan dan keluarganya. Di sisi lain juga
adanya struktur sosial dalam masyarakat, yang menyebabkan terjadinya
differensiasi sosial sebagai dampak adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat.
Stratifikasi
sosial diartikan Sorokin sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat. Manifestasi dari gejala stratifikasi sosial
adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah.
Sajogyo (1985)
lebih lanjut menjelaskan dasar dan inti lapisan-lapisan dalam masyarakat ini adalah
karena tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak, kewajiban dan tanggung
jawab, serta dalam pembagian nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara para
anggota masyarakat. Stratifikasi sosial ini memberikan gambaran mengenai adanya
ketidaksamaan” (inequality) dalam kehidupan masyarakat.
Anak jalanan
digambarkan sebagai kelompok masyarakat dengan tingkat stratifikasi sosial
rendah atau merupakan golongan bawah “grassroots” dengan status osial serta
posisi kekuasaan/wewenang (power/autority) yang tidak jelas, Tidak memiliki
banyak akses ke sumber daya serta tidak memiliki kemampuan untuk menjadi subjek.
Weber membedakan empat sistem tingkatan sosial, di mana anak jalanan berada
pada tingkatan sosial paling bawah, tingkatan sosial tersebut adalah:
1.
Tingkatan kekayaan yang menimbulkan kelas-kelas
kekayaan. Kelas atas adalah orang yang hidup dari hasil kekayaannya. Kelas
bawah adalah orang yang terbatas kekayaannya atau mereka sendiri mungkin
menjadi milik orang lain.
2.
Tingkatan menurut kekuatan ekonomi yang menimbulkan
kelas-kelas pendapatan : kelas atas adalah bankir, pemodal ; kelas bawah adalah
buruh.
3.
Tingkatan yang tercermin menurut kekayaan dan
pendidikan.
4.
Tingkatan status sosial : kelas atas adalah orang yang
memiliki gaya hidup yang paling dapat diterima, berpendidikan tinggi,
dan memegang posisi dengan gengsi sosial yang tinggi pula, serta anak keturunan
orang yang berstatus sosial tinggi.
Peneliti menduga, di samping
struktur sosial peubah lain yang turutberpengaruh terhadap perilaku anak
jalanan adalah adanya perubahan
sosial dalam masyarakat. Perubahaan sosial merupakan
perubahan pada segi struktur sosial dan hubungan sosial. Perubahan sosial
diartikan sebagai suatu proses yang berlangsung dalam struktur dan fungsi suatu
sistem sosial. Diartikan pula sebagai segala yang berlaku dalam suatu jangka
waktu, pada peranan institusi atau hal lainnya yang meliputi struktur sosial,
termasuk kemunculan dan kemusnahannya.
Perubahan sosial juga berarti perubahan dalam hubungan
interaksi antar orang, organisasi atau komunitas. Penjelasan di atas
memperlihatkan perubahan sosial adalah suatu kondisi yang
bisa terjadi
di semua lini, sebagai akibat adanya pergeseran/perubahan dalam masyarakat,
dengan norma, sistem nilai (value system), kebiasaan (adat
istiadat), pola interaksi, pola komunikasi, struktur dan hal-hal lain yang ada
di dalamnya, yang turut berubah seiring dengan perubahan yang terjadi.
Peubah lain yang juga berpengaruh adalah tidak adanya perhargaan sosial (social
rewards) atau tidak
adanya pengakuan sosial (social recognition) yang
mengakui eksistensi, harkat dan martabat anak jalanan sebagai manusia, baik
dari pihak keluarga maupun lingkungan, karena walaupun mereka sering dinilai
negatif tetap ada sisi-sisi positif. Hal ini terkait dengan pernyataan Skinner
yang secara tegas menunjuk penghargaan sosial (social rewards)sebagai
factor yang dapat mempengaruhi dan membentuk perilaku. Termasuk perilaku anak
jalanan salah satunya diduga dibentuk oleh perlakuan yang ditunjukkan dalam
bentuk penghargaan dan pengakuan keluarga serta lingkungan yang diterima oleh
anak jalanan.
Pada prinsipnya kehadiran anak jalanan dengan
ciri-ciri serta perilakunya terkait dan tidak terlepas dari sistem yang ada di
sekitarnya, serta berhubungan saling pengaruh mempengaruhi, baik dengan
lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Masing-masing sub sistem
menjalani dan mengalami perubahan-perubahan serta menanggapi perubahan yang ada
di dalam sistem atau di luar sistem, dalam derajat yang minimal. Sekaligus
masing-masing melakukan upaya penyesuaian dari ketegangan, disfungsi serta
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Anak jalanan dan lingkungan di sekitarnya senantiasa
berada di dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir, atau dengan
perkataan lain, perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di dalam setiap
masyarakat. Manakala hal-hal dalam keluarga anak jalanan mengalami perubahan,
maka akan terjadi perubahan pula dalam diri anak jalanan serta dalam
lingkungannya. Begitupun sebaliknya, manakala anak jalanan mengalami perubahan
maka keluarga akan berubah, demikian pula lingkungan.
Dalam hal ini manakala terjadi perubahan dalam
keluarga, misalnya ayah terkena Pemutusan Hubungan Kerja, ibu terpaksa keluar
rumah untuk membantu menopang ekonomi keluarga. Manakala hasil yang diperoleh
ibu tidak mencukupi kebutuhan anggota keluarga dan ayah belum memperoleh
pekerjaan pengganti, maka anak menjadi aset untuk dapat menopang ekonomi
keluarga dengan turun ke jalanan.
Manakala anak sudah terlalu sering berada di jalanan
dan nilai jalanan sudah terinternalisasi dalam diri anak jalanan, maka hubungan
anak dengan orang tua menjadi kurang/tidak intensif. Semakin
terinternalisasinya nilai jalanan dalam diri anak jalanan, lingkungan di
sekitar anak jalanan relatif semakin menganggap kehadiran anak jalanan sebagaitroublemaker dan
memberi “stigma” atas keberadaannya di jalanan. Saat mengalami perubahan
terkandung pula konflik-konflik di dalamnya, yang disumbang oleh sub-sub sistem
sebagai unsur yang ada dala m
masyarakat. Setiap sub sistem (anak jalanan, keluarga, lingkungan) menyumbang
bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan sosial. Di sisi lain masyarakat
terintegrasi di atas penguasaan atau Istiadat. Selain hal-hal yang dikemukakan
oleh Linton, Wallace (1996) mengemukakan bahwa pengalaman yang diterima pada
masa kanak-kanak dipengaruhi oleh susunan atau tata lingkungan di mana ia
dibesarkan, sedangkan susunan tata lingkungan dipengaruhi oleh masyarakat.
Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa ada saling
pengaruh mempengaruhi antara individu terhadap keluarga dan lingkungan,
lingkungan terhadap keluarga dan individu, keluarga terhadap individu dan
lingkungan. Antara masa lalu dan masa kini, serta masa kini dan masa yang akan
datang, serta apa yang dilakukan/diberikan dengan apa yang pernah diterima
seseorang. Demikian pula kemampuan orang tua dalam menjalankan fungsinya dengan
baik sehingga keseimbangan (equilibrium) dapat dicapai dan terhindar
dari terjadinya difungsional yang dapat mengakibatkan broken home dan
kondisi homeless dipengaruhi oleh pengalaman orang tua di masa
lalu.
Anak jalanan dengan berbagai aktivitasnya di jalanan
merupakan produk dari tidak jelasnya penerapan sanksi hukum bagi mereka yang
dinilai melanggar ketertiban, keamanan dan kenyamanan. Hal ini disebabkan belum
adanya undang-undang atau peraturan pemerintah yang memberikan sanksi hukum
yang jelas bagi mereka yang mengganggu ketertiban, keamanan dan kenyamanan di
jalanan atau di fasilitas umum lainnya. Akibatnya situasi dan kondisi anak
untuk turun ke jalan menjadi salah satu solusi serta kebiasaan, yang semakin
melembaga bagi anak yang terdesak dan merasa tidak nyaman berada dalam
lingkungan keluarganya, karena berdomisili di daerah slum yang
padat/penuh sesak dengan situasi dan kondisi yang berada di bawah standar.
Hasil penelitian faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap perilaku anak jalanan membuktikan teori fungsional
struktural terjadi pula dalam hidup dan kehidupan anak jalanan. Anak
jalanan sebagai sub sistem yang langsung maupun tidak, dipengaruhi dan
mempengaruhi sub sistem lain yang ada dalam sistem sosialnya. Sistem ini secara
fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk equilibrium yang
bersifat dinamis, yang antar bagian sistem terjadi hubungan pengaruh
mempengaruhi yang bersifat bolak-balik satu sama lain.
C. Kondisi Psikologis Anak Jalanan
Mengenai anak jalanan, ibarat orang buta menyoal
gajah. Masing-masing akan mengemukakan sesuai dengan apa yang terpegang
olehnya. Tanpa mereka tahu bentuk gajah yang utuh dan sebenarnya.Tidak satu pun
dari mereka yang salah. Demikian pula dengan anak jalanan, yang akhir-akhir ini
ikut meramaikan halaman koran ini.
Bila diamati
bagaimana kondisi sosial dan perilaku anak-anak jalanan, bagi orang yang belum
pernah terjun ke alam mereka, tentu akan membayangkan bahwa mereka adalah
anak-anak yang tak berdaya, tak beruntung, sedih, sengsara, bodoh dan sederet
kata lain yang tidak menyenangkan. Kenyataannya mereka justru lain.
Mereka merasa
dirinya beruntung, bebas, gembira, cerita, tak ada beban pada tugas yang tidak
disukai, mendapatkan sesuatu yang dia inginkan dan sebagainya. Untuk itu dapat
dipahami, salah satu kegagalan dari upaya mengentaskan mereka adalah, apa yang
baik bagi kita, belum tentu baik untuk mereka. Keadaan ini dapat terjadi oleh
karena perbedaan latar belakang kondisi psikologis antara kita dengan mereka.
C.1 Defresi
Banyak ahli
mengemukakan, proses terjadinya anak jalanan tidak terlepas dari gangguan depresi pada jiwa mereka. Sumber utama
depresi adalah kekecewaan yang berat yang dapat timbul akibat peristiwa yang
terjadi di luar dirinya, tanpa ada kemampuan diri untuk mengantisipasi
peristiwa tersebut.
Bowlby (1976)
menyebutkan, fase terminal proses depresi
pada anak adalah penyerahan diri. Pada fase ini, anak sudah tidak memikirkan
lagi kekecewaan apa yang dihadapi. Tampak dari mereka adalah tingkah laku
agresif, hiperaktif, melawan aturan yang ada di lingkungannya, merusak, dan
berbuat kejam. Terjadi pula penurunan prestasi sekolah sampai kegagalan.
Cytryn (1979)
menyebutkan pada fase terminal ini kemampuan mekanisme pertahanan psikologis (defence
mechanism) anak, sama sekali tidak berfungsi. Sehingga anak tidak pernah
lagi kecewa, menangis, sedih, takut, cemas, ragu-ragu dalam menghadapi semua
persoalan. Dia akan mengambil keputusan yang pendek, yang saat itu terlintas
dalam benaknya, sama sekali tanpa berpikir apa akibat yang akan terjadi.
Selain itu,
tidak habis dimengerti oleh anak adalah mengapa semua perilakunya ditentang,
dimarahi, dicela oleh lingkungan, baik oleh orang tua, guru bahkan oleh
teman-teman sebayanya. Kalau kemudian anak memilih menjadi anak jalanan, di
mana lingkungannya dapat menerima keadaannya dan kondisinya pas dengan tuntutan
jiwanya, itu adalah suatu jalan keluar yang terbaik bagi anak.
C.2 Bebas dan Gembira
Apa yang kita
cemaskan pada diri mereka, sebenarnya bagi mereka tidak ada sedikit pun
perasaan mereka yang seperti perasaan kita. Mereka merasa bebas, karena tidak ada tembok yang membatasi rumahnya. Mereka
merasa gembira seperti lalu lalang
lalu intas di jalan. Mereka merasa puas seperti puasnya orang-orang yang keluar
restoran setelah kekenyangan. Mereka optimistis menata masa depan yang cukup
panjang, seperti panjang jalan yang digeluti sehari-hari.
Hal ini tentu
saja berbeda dari pengalaman mereka sebelum turun ke jalan. Di rumah, yang
dilihat pertengkaran antara ayah dan ibu yang tidak kunjung putus,
bentakan-bentakan kemarahan ibu yang tidak habis-habis, tugas-tugas rumah tangga
yang terus mengucur, tugas-tugas sekolah yang makin sulit dimengerti,
kawan-kawan yang mulai menjauhkan diri dan sebagainya.
Kenyataan
bahwa hidup di jalanan lebih memberikan perasaan gembira dan lebih nyaman
itulah yang sering mempersulit tugas-tugas “mereka” yang ingin mengembalikan
anak jalanan ke kondisi asal mereka.
C.3 Proses Berkesinambungan
Tudingan
pertama sementara ini, bahwa keluarga sebagai penyebab utama memang cukup
beralasan. Akan tetapi, harus dipahami, tidak semua anak dari keluarga tersebut
menjadi anak jalanan. Masih ada anak lain yang tetap bertahan untuk hidup di
bawah bimbingan orang tuanya.
Sementara ada
anak jalanan yang berasal dari keluarga gedongan. Secara jujur kita tahu,
keluarga gedongan tidak menjamin bebas masalah yang menyebabkan kekecewaan
anak. Sehingga mau tidak mau kita harus berpikir, tipe kepribadian anak yang
bagaimanakah yang mempunyai andil besar dalam proses terjadinya anak jalanan.
Dari beberapa
tulisan pada ahli dan pengalaman pribadi di klinik, didapatkan suatu mata
rantai yagn berkesinambungan antara anak sulit (difficult child), anak
jalanan dan preman.
Perbedaan
antara ketiganya, tentu saja dari usia mereka jelas berbeda, yang kemudian
menimbulkan perbedaan dalam perilakunya yang nyata. Kesamaan yang ada di antara
ketiganya antara lain: Pertama, sulitnya mereka menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Kedua, ambang toleransi terhadap kekecewaan yang rendah. Mudah
marah berat dengan kekecewaan yang ringan. Ketiga, reaksi yang primitif bila
menghadapi suatu masalah atau kesulitan. Bila menghadapi masalah, umpamanya,
kata-kata kotor, ancaman atau tindakan kekerasan yang menjadi penyelesaiannya.
Anak sulit
kadang-kadang sejak lahir sudah menampakkan gejalanya. Selalu rewel, menangis
berlama-lama, selalu minta digendong, tidurnya tidak tenang, banyak bergerak.
Pada usia anak-anak tampak ingin selalu menang dalam bermain dengan teman
sebaya, walaupun dengan cara yang curang. Ia memukul teman bila tidak mau
menuruti keinginannya dan menentang aturan di rumah atau di sekolah. Kabur dari
rumah bila tidak kerasan lagi, tanpa khawatir tentang makan dan tidurnya.
C.3 Mudah Putus Asa
Diakui bahwa
tidak semua anak jalanan mempunyai intelegensi kurang dari normal, banyak yang
termasuk normal, bahkan bisa lebih dari normal. Yang berbeda adalah cara anak
tersebut menyelesaikan masalah apabila mereka menghadapi suatu kesulitan.
Pengalaman
klinis menunjukkan anak sulit dalam menyelesaikan suatu permainan, berbeda dari
anak yang normal. Dalam suatu pemeriksaan dengan mempergunakan alat permainan
edukatif (APE) – pada umumnya berbentuk penyusunan puzzle / bongkar
pasang atau blok/ lego – jelas sekali berbeda.
Anak normal
mau dibimbing secara bertahap dari yang paling mudah ke yang makin sulit.
Setiap mereka melihat kesulitan, dirasakan sebagai tantangan. Tak segan-segan
mereka akan bertanya kepada pembimbing untuk mendapatkan jalan keluarnya. Anak
sulit dalam menghadapi kesulitan dalam penyelesaian APE, kelihatan sekali
emosional mereka mudah putus asa. Tidak mau bertanya, menyusun semaunya sendiri
tidak mengikuti aturan yang ada, bahkan mengobrak-abrik apa yang dihadapi,
serta menolak untuk diarahkan, apalagi untuk menyelesaikan tugas APE lain yang
lebih sulit. Sama sekali tidak mampu menghadapi tantangan.
Bila
ditawarkan mainan mana yang dipilih, terlihat jelas yang dicari adalah mainan
fantasi, yaitu mainan dalam bentuk miniatur benda-benda yang sebenarnya.
Seperti boneka, pistol, binatang, macam-macam kendaraan. Salah satu sifat
mainan fantasi adalah keterlibatan psikologis dari anak terhadap mainan
tersebut hanya sedikit.
Dalam bermain
fantasi pun jelas sekali terlihat. Anak sulit menempatkan bentuk miniatur
tersebut tidak seperti semestinya. Misalnya: kuda diletakkan di atas meja. Di
atas televisi diletakkan tempat tidur dan sebagainya. Fantasi kekerasan juga
mendominasi. Menembak boneka yang sedang asyik bermain. Menabrakkan
mobil-mobilan dengan apa yang ditemuinya. Memukul mobil dengan palu dan
sebagainya.
C.4 Generasi Penerus Preman
Kesulitan
atau kegagalan belajar, sama sekali bukan karena anak mempunyai taraf
intelegensi yang rendah, akan tetapi lebih karena sulit menyesuaikan diri dengan aturan, rasa mudah putus asa, dan sama sekali tidak ada motivasi untuk menguasai tantangan.
Hal yang
sering membuat kita tercengang adalah mudahnya mereka akrab dan manut terhadap
preman-preman yang selama ini menjadi pengasuh mereka. Hal ini tdiak lain
karena dengan mereka mempunyai banyak kesamaan dari segi psikologis. Sehingga
mereka lebih mudah percaya kepada preman, dibandigkan orang tua, guru atau
orang lain yang ingin menolong mereka. Kita tidak usah terperangah atas
kenyataan yang harus kita hadapi, bila anak jalanan merupakan kader-kader dan
generasi penerus preman-preman.
Siang hari
anak-anak bebas melakukan kegiatan seperti biasanya. Diharapkan pada malam hari
mereka akan kembali ke keluarga mereka, untuk makan bersama, belajar dan tidur
di tempat layak. Yang terjadi justru mereka jarang kembali ke rumah. Bila
mereka kembali, pada waktu pergi lagi, pasti ada barang-barang milik ibu asuh atau
guru yang hilag atau rusak. Sungguh ironis.
C.5 Upaya Represif
Selama
kehidupan dunia ini masih berlangsung, agaknya sulit untuk memberantas anak
jalanan dari akarnya. Sebab hal ini berkaitan erat dengan laju perkembangan
masyarakat, yang merupakan sisi buram hasil pembangunan yang harus kita terima
dengan lapang dada.
Sementara itu
upaya represif lebih ditekankan
kepada kesejahteraan anak dalam keluarga untuk mendapat hak-hak mereka seperti:
hak untuk kelangsungan hidup, hak
mendapatkan pengasuhan dan pendidikan, serta hak untuk perlindungan hukum.
BAB
III
HASIL
OBSERVASI
A.
Identifikasi
WAWANCARA
1
A. Identitas
(Sampel)
Nama
Lengkap : Surya
Kustia
Nama
Panggilan : Surya
TTL :
Bandung, 21 Agustus 2000
Usia : 13 Tahun
Hobby : Main Bola
Cita-cita : ABRI
Alamat
Tinggal : Kolong
Jembatan Nurul Hidayat
Nama
Ayah : Dede
(almarhum) sejak kecil
Nama
Ibu : Fitri
(Almarhumah) Dua tahun yang lalu
Berikut
hasil wawancara saya dengan Surya Kustia
NO
|
PERTANYAAN
|
JAWABAN
|
1
|
Adek
bisa berada disini kenapa?
|
Surya tidak tau lagi mau kemana, kan
orang tua ngak ada lagi kang, akhirnya ikut-ikutan abang dan teman-teman
ngamen di jalan, dan ketemu dengan Bang Rifqy dan akhirnya tinggal di rumah
kolong ini.
|
2
|
Adek Punya saudara berapa?
|
Surya anak kedua dari empat
bersaudara, abang bernama Syahidin yang merupakan salah satu anak jalanan di
Kolong Nurul Hidayat.
adik Surya dua orang yang bernama
Hilda dan Santi yang keduanya sekarang di asuh oleh Wak (Bibi) nya.
|
3
|
Masih sekolah?
|
Ngak
|
4
|
Kenapa?
|
Surya berhenti sekolah sejak kelas
empat SD karena sering berpindah tempat jadi jauh dari sekolahnya. Pertama
dekat pahlawan, kedua ke Ciroyom, dan akhirnya ke Kolong Cihampelas.
|
5
|
Aktifitas keseharian adek apa aja?
|
Tidur
larut malam antara jam 12.00 malam - 03.00 pagi. Jam 05.00 (Shubuh) bangun,
kadang tidur lagi. Siang mengamen bersama teman-teman, menggunakan gitar
kecil deket lampu merah jembatan layang.
|
6
|
Hasil sekali ngamennya berapa?
|
Hasil dari mengamen kurang lebih Rp;
20.000,00 – 25000,00 untuk sekali mengamen.
|
7
|
Uangnya untuk apa aja dek?
|
Uang hasil mengamen digunakan untuk
jajan, makan, dan main games di warnet.
Waktu untuk ke warnet sore hari dan
selesai sampai larut malam, satu kali main lebih dari tiga jam, ada juga
delapan sampai dua belas jam. Untuk satu jam rental warnet Rp; 2500,00 dan
untuk paket malam dua belas jam hanya
di sewa Rp; 15000,00. Games yang sering di mainkan adalah Point Black dan
Ayoden.
|
8
|
Selain main games di warnet ngapain
aja?
|
Surya juga sering Faceboo-kan. Nama
facebooknya Surya.Kustia @yahoo.com.
|
9
|
Pernah nonton Film yang aneh (Porno)?
|
(diam dan malu), pernah, tidak di lan
|
10
|
Gimana perasaan adek ketika sedang di
warnet?
|
Senang, seru, dan asyik aja
|
11
|
.
Pernah dimarahin sama Pak ustadz?
|
Walaupun sering di marahin oleh
pengasuhnya (Ustadz M. Abdul Hadi) tapi Surya sering melanggar dan tidak
memperdulikan apa yang di katakan pengasuhnya.
|
12
|
Pertama kali datang di tempat ini
gimana dek?
|
Pertama kali datang ke Pesantren
Kolong Surya merasa ngak betah dan sering kabur meninggalkan pengajian dan
tidak mau belajar dari pengasuh anak jalanan di situ. Setelah satu tahun baru
Surya merasa nyaman, dan betah.
|
13
|
Disini diajari apa aja sama pak ustadz?
|
Di sela-sela hidup Surya di jalanan,
Surya dan teman-teman di ajari belajar membaca, menulis, berhitung, sholat,
mengaji, ceramah agama oleh bapak M. Abdul Hadi.
|
14
|
Makan berapa kali dalam sehari?
|
Untuk makan Surya hanya di beri makan
1 kali untuk hari Senin hingga Jumat.
Untuk Sabtu dan Minggu 2 kali, pagi dan sore.
Untuk
makan Surya hanya di beri makan 1 kali
untuk hari Senin hingga Jumat. Untuk Sabtu dan Minggu 2 kali, pagi dan
sore
|
15
|
Pernah di razia ngak ketika sedang
ngamen?
|
Ketika sedang ngamen di perempatan
Surya dan kawan-kawan sering di Razia, dan berlari-lari jika di kejar oleh
petugas. Selain itu surya juga pernah di Palakin oleh preman jalanan lain.
Karena Surya takut Surya kasih uang hasil ngamen kepada preman-preman itu.
|
16
|
Adek masih ingin sekolah?
|
Surya
ingin sekali belajar dan sekolah. Walaupun bukan sekolah formal. Sekarang
Surya lagi menempuh paket A dan katanya kalau sudah lulus ingin melanjutkan
ke paket B.
|
17
|
Pernah bertengkar sama teman-teman
disini?
Kenapa?
|
Pernah,
karena berebutan uang Rp: 500 karena
berebutan uang Rp: 500,00
|
18
|
Adek pernah nyobain minuman keras?
|
pernah tapi dibohongi akang jalanan,
surya disuruh minum, dan ngak tau minuman apa.
|
19
|
Pernah merokok?
|
Pernah, tapi sekarang ngak lagi, dulu
sebelum di pesantren kolong ini sering banget
Pernah,
tapi sekarang ngak lagi, dulu sebelum di pesantren kolong ini sering banget
|
20
|
Adek pernah atau sering sakit?
|
sering, batuk, demam, kedingina
dan gatal-gatal
|
21
|
Mau sampai kapan disini?
|
kalau masih betah dan nyaman Surya
tetap disini. Di sini enak, di kasih makan, banyak teman. Kalau pulang kan
ngak ada rumah, mendingan disini aja
|
22
|
Pesan adek buat teman-teman disini
apa?
|
semoga tetap semangat, jangan sering
berkelahi karena kita sekarang satu keluarga
|
B. WAWANCARA
2
A. Identitas
(Sampel)
Nama
Lengkap :
M. Abdul Hadi
Nama
Panggilan :
Ustadz M. Abdul Hadi
Alamat
Asal : Baturaja, Palembang Sumatera
Selatan
Alamat
Tinggal :
Kolong Jembatan Nurul Hidayat
Pekerjaan :
Ustadz dan Bekerja di Dinas Sosial
Berikut
hasil wawancara singkat saya dengan bapak Ustadz M. Abdul Hadi
NO
|
PERTANYAAN
|
JAWABAN
|
1
|
Bisa bapak ceritakan sedikit sejarah
awal pembentukan Pesantren Kolong Nurul Hidayat ini?
|
awalnya namanya Rumah Kolong aja, tapi
karena adanya yayasan bentukan Pak Rifqy Basyarahil SHM. Kn akhirnya diganti
nama Yayasan Pesantren Kolong Nurul Hidayat, dan ini dibentuk kira-kira dua
tahun yang lalu
|
2
|
Sejak kapan bapak membina dan mengasuh
anak-anak disini?
|
Empat tahun lalu
|
3
|
Jumlah anak jalanan disini kira-kira
berapa pak
|
kira-kira ada 33 orang, itupun ngak
semuanya disini full setiap hari, kadang hanya makan, dan tidur, setelah itu
mereka pergi sesuai keinginan mereka
|
4
|
Pendekatannya seperti apa?
|
pertama kali yang kami lakukan adalah
mencoba belajar dari kehidupan mereka, dengan tidur dan hidup dengan mereka,
setelah mereka merasa mendapatkan perhatian, kami ajak ngobrol-ngobrol,
menyanyi, makan bareng yang membuat mereka senang.
|
5
|
Setelah melalui berbagai pendekatan
apa yang bapak rasakan dan lihat mengenai
psikologis anak-anak disini?
|
awalnya ya mereka malu, pendiam, dan
lebih memilih untuk tidak berhubungan dekat dengan kami, karena mereka
mengganggap kami orang asing. Alhamdulillah sekarang mereka menjadi anak yang
hiperaktif, mandiri, dan gembira.
|
6
|
selain itu ada lagi pak?
|
mereka juga sering memberontak, dan
tidak peduli dengan apa yang kami omongin, bisa di katakan melanggar lah
|
7
|
Latar
belakang kebanyakan anak-anak disini bagaimana pak?
|
kebanyakan dari mereka adalah
anak-anak yang sudah tidak punya orang tua lagi, ada juga yang masih punya
orang tua, namun lebih memilih disini karena dirumah mereka tidak mendapatkan
perhatian dari orang tua mereka. Ada juga yang ikut-ikutan teman karena mereka
tidak sekolah dan lebih memilih hidup
di jalanan.
|
8
|
Untuk
minat belajar mereka disini bagaiamana pak?
|
Minat belajar mereka tidak ada sama
sekali, jadi awalnya disini mereka ngak peduli dengan keadaan mereka sendiri,
jadi bukan kemauan mereka ingin belajar, melainkan kekuatan, dorongan, dan
paksaan dari kami sehingga mereka jadi membiasakan diri untuk mencoba
belajar.
|
9
|
Adakah peran pemerintah selama
Pesantren Kolong ini berdiri pak?
|
Alhamdulillah untuk dukungan
pemerintah sudah ada walaupun belum optimal sepenuhnya.
|
10
|
Apa pesan dan kesan bapak untuk
anak-anak disini?
|
Untuk kesannya saya sangat senang dan
bahagia bisa membimbing, mendidk, dan membina anak-anak disini, karena itu
adalah salah satu bentuk pengabdian saya, dan saya ikhlas melakukanny, untuk
pesannya saya harap anak-anak disini tetap sabar, tabah, tegar, dan jangan
menyerah apapun keadaan sekarang, yakinlah allah bersama kita, pasti ada
kebahagiaan di balik semua ini.
|
.
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
1. Faktor-faktor
yang mendorong mereka menjadi anak jalanan
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan sebelumnya ada beberapa sebab terjadinya anak jalanan antara lain
adalah melakukan atas dasar keinginan sendiri (66.3%), Ikut-ikutan teman
(20.3%), disuruh orang tua atau saudaranya (13%). Adapun alasan melakukan
kegiatan di jalanan antara lain adalah karena orang tua tidak mampu (44%), putus
sekolah (14.3%), karena kurang biaya untuk sekolah (22.3%), disebabkan terpisah
dari orang tua (19.7%). Selain itu Peneliti menduga pengaruh peubah lain salah
satunya adalah adanya masalah kemiskinan
yang dialami oleh anak jalanan dan keluarganya. Di sisi lain juga
adanya struktur sosial dalam masyarakat, yang menyebabkan terjadinya
differensiasi sosial sebagai dampak adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat.
Hasil observasi yang di lakukan
menunjukan bahwa faktor yang mendorong anak untuk hidup di jalanan adalah
penyebab kemiskinan dan ketiadaan orang tua yang yang di alami anak jalanan.
Namun, sebagian dari mereka juga masih memiliki orang tua walaupun hanya ibu
atau bapak saja, akan tetapi mereka lebih memilih untuk hidup di jalanan karena
di lingkungan keluarga mereka sulit mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari
orang tua. keterbatasan itulah sehingga
anak jalanan memilih jalan sendiri untuk melanjutkan hidupnya karena tidak tahu
lagi apa yang harus di lakukan dan jalan mana yang harus di tuju. Kebingungan
dan ketidakberdayaan yang di alami anak jalanan tersebut membuat mereka harus
hidup dan bertahan di tengah kesulitan dan kerasnya perjuangan hidup
2. Perilaku dan
aktifitas apa yang dominan terjadi pada anak jalanan
Kebingungan akan identitas dir
sendiri tentu membuat perilaku dan aktifitas keseharian mereka menjadi tidak
teratur dan terarah. Kebanyakan dari mereka tidak sekolah lagi, karena salah
satu alasan tidak ada biaya untuk membeli perlengkapan sekolah, ada pula yang
mengatakan karena sering berpindah tempat sehingga menyulitkan akses mereka
untuk menuju sekolah. Hasil pengamatan lain membuktikan bahwa aktifitas
keseharian anak jalanan Pesantren Nurul Hayat lebih banyak menghabiskan waktu
di luar Pesantren Kolong, untuk siang hari mereka mengamen di jalanan, dan di
sela-sela itu mereka di ajarkan belajar,
dan mengaji walaupun kadang mereka sering tidak mengikuti pengasuhnya. Dari
hasil mengamen itu mereka gunakan untuk makan sehari-hari, jajan dan membantu
teman-teman lain yang belum mampu mencari uang sendiri. Dan yang paling unik
dari kasus ini adalah mereka menggunakan uang hasil mengamen tersebut untuk
bermain games dan internetan melalui jejaring sosial (Facebookan). Surya.Kustia@yahoo.com, begitulah nama facebooknya, dan
game yang sering di mainkannya adalah Point Blank, dan Ayoden. Mereka sangat
senang akan hal itu, asyik, dan menghibur sertaa bisa melepaskan kepenatan dan
kegelisahan jiwa mereka yang memang sebagian dari mereka tergolong masa anak
akhir dan remaja awal yang emosinya masih labil dan cenderung mencari sesuatu
hal yang menyenangkan menurut mereka. Lebih parah lagi anak-anak menghabiskan
waktunya di warnet lebih dari tiga jam, dan ada juga yang sampai delapan hingga
dua belas jam dengan memanfaatkan fasilitas paket malam yang dihanya di hargai
Rp; 15.000,00. Dan pernah juga mereka mengakses situs web yang berbau
fornografi. Banyak aktifitas keseharian yang di lakukan oleh anak-anak jalanan
dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dan menyimpang,baik menyangkut diri
pribadi dan hubungan sosial nya dengan teman sebayanya, misalnya merokok dan sering bertengkar dengan
temannya. Hal ini lagi-lagi membuktikan
bahwa lingkungan yang kurang kondusif di alami oleh anak-anak jalanan tersebut
hingga akhirnya berdampak pada kesehatan mental dan moral anak-anak jalanan
tersebut.
3. Kondisi
psikologis yang di alami anak jalanan
Banyak ahli
mengemukakan, proses terjadinya anak jalanan tidak terlepas dari gangguan mental pada jiwa mereka. Sumber utama
yang menyebabkan terganggunya psikologis mereka adalah kekecewaan yang berat
yang dapat timbul akibat peristiwa yang terjadi di luar dirinya, tanpa ada
kemampuan diri untuk mengantisipasi peristiwa tersebut.
Bowlby (1976)
menyebutkan, fase terminal proses depresi
pada anak adalah penyerahan diri. Pada fase ini, anak sudah tidak memikirkan
lagi kekecewaan apa yang dihadapi. Tampak dari mereka adalah tingkah laku
agresif, hiperaktif, melawan aturan yang ada di lingkungannya, merusak, dan
berbuat kejam. Terjadi pula penurunan prestasi sekolah sampai kegagalan.
Cytryn (1979)
menyebutkan pada fase terminal ini kemampuan mekanisme pertahanan psikologis (defence
mechanism) anak, sama sekali tidak berfungsi. Sehingga anak tidak pernah
lagi kecewa, menangis, sedih, takut, cemas, ragu-ragu dalam menghadapi semua
persoalan. Dia akan mengambil keputusan yang pendek, yang saat itu terlintas
dalam benaknya, sama sekali tanpa berpikir apa akibat yang akan terjadi.
Dari hasil
wawancara dengan salah satu pengasuh anak jalanan Pesantren Kolong Nurul
Hidayat bapak Ustadz M. Abdul Hadi yang mengungkapkan keprihatinannya terhadap
kondisi psikologis anak-anak jalaan tersebut, terlihat mereka tampak menjadi pribadi yang pemalu,
pendiam, dan menganggap asing orang-orang yang mereka rasa tidak di kenali.
Mereka terlihat menjadi sosok yang periang, dan hoperaktif jika mereka
menemukan hal-hal baru yang aneh dan membuat mereka senang, sehingga mereka
lebih mengedepankan aspek kesenangan semataa dengan melmpiaskannya pada
aktifitas yang kurang bermanfaat seperti main games, hingga mereka lupa akan
waktu untuk belajar. Dan lebih parah lagi mereka tidak memiliki semangat dan
minat belajar sedikitpun tanpa adanya paksaan dari pengasuhnya. Hal itu
membuktikan bahwa anak-anak jalanan memiliki gangguan mental dan moral yang
sangat memperihatinkan dan mereka membtuhkan perhatian dan penanganan khusus
untuk mencegah dampak pskologis yang lebih serius nantinya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pada deskripsi dan analisis data dari hasil penelitian, maka bahasan terakhir
dari penulisan ini adalah kesimpulan dan saran.
Adapun
kesimpulan yang dapat diambil adalah pertama adalah faktor dominan yang
menyebabkan adanya anak jalanan adalah karena ketidakmampuan dalam menghadapi
hidup karena terpisah dari orang tua, selain itu karena faktor putus sekolah
dan kemiskinan yang di alami oleh keluarga.
Kemudian
berbagai aktifitas yang di lakukan anak-anak jalanan cenderung pada perilaku
yang menyimpang dan kurang bermanfaat seperti main games, merokok, dan
bertengkar sesama teman sebaya walaupun
sudah mendapat binaan dari pengasuh pengganti orang tua dan hanya sebagian
kecil aktifitas mereka di lakukan untuk hal-hal yang bermanfaat seperti belajar
dan mengaji.
Untuk
kondisi psikologis mereka bisa di katakan kurang baik atau memburuk, terbukti
mereka cenderung memiliki pribadi yang pendiam, pemalu, dan tidak peka terhadap
lingkngan. Mereka sensitif dan suka memilih jalan hidup sendiri yang mereka
anggap menyenangkan. Mereka juga cenderung menampilkan sikap pembangkang dan
pemberontak.
B. Saran
Di
samping itu penulis juga mengungkapkan beberapa saran yang kiranya dapat
menjadi acuan untuk memberdayakan atau bahkan menanggulangi berbagai
problematika terkait dengan anak jalanan. Di Pesantren Kolong Nurul Hidayat
Jembatan Layang Cihampelas Bandung sebagai berikut:
1. Pembinaan
anak jalanan lebih intensif dan berkesinambungan agar anak-anak jalanan dapat
memperoleh kasih sayang yang dapat membantu dalam hal psikologis mereka.
2. Untuk
pemerintah jangan menutup mata akan hal ini, karena anak jalanan juga merupakan
manusia sekaligus generasi penerus bangsa yang harus mendapatkan perlakuan
sebagaimana anak-anak lainnya dengan cara mengulurkan tangan membantu mereka
terutama dalam hal pendidikan dan pembinaan potensi mereka itu sendiri.
3. Mengajak
masyarakat untuk merangkul dan ikut memberikan dukungan moal kepada mereka agar
psikologis mereka tidak terganggu sebagaimana anak normal lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka
Cipta: Balai Pustaka
Santrock John W (2011) Life Span development : PT Gelora Aksara Pratama.Yusuf Syamsu, (2000), Mental
Hygiene. Bandung: Maestro
Pratama.Yusuf Syamsu, (2000), Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda
BIODATA
PENULIS
Nama : Ahmad Yudiar
NIM : 1304858
TTL : Payabenua, 17 januari 1995
Pendidikan : 1. SDN 12 Payabenua, Bangka
2. SMPN 1 Mendo Barat, Bangka
3. SMAN 1 Mendo Barat, Bangka
Studi
S1 : Universitas Pendidikan
Indonesia
Jurusan : Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Fakultas : Fakultas Ilmu Pendidikan
Hobi : Membaca dan Menulis
Cita-cita : Guru BK
Motto
Hidup : Hidup bermanfaat untuk orang
lain menuju akhirat yang haqiqi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar