BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Belajar
merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan
praktik, pengalaman, pengetahuan dan budaya. Hal ini terkait dengan proses
belajar mengajar yakni bagaimana interaksi antara siswa dan guru dalam mencapai
tujannya. Seorang guru harus bersikap arif, bijaksana dan penuh kasih sayang
sebagai landasan dalam mentranformasikan ilmu pengetahuan, sikap dan budaya,
bahkan guru dituntut untuk senantiasa mengetahui karakteristik peserta didik di
antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama baground hight quality personality (latar belakang kualitas perseorangan).
Latar belakang inilah yang kemudian peserta didik mempunyai gaya belajar
masing-masiang. Semua peserta didik
pasti memiliki gaya belajar yang berbeda-beda sesuai dengan bakat dan prilaku
yang dibawanya. Kedua Social Culture (Sosial
budaya) yaitu peranan dan status seseorang tentunya memiliki status sosial
yang heterogen pula seperti halnya latar belakang keluarga yang termasuk
golongan High Class (tinggi), middle class (menengah) dan Law class (umum).
Ketiga
Psychology (Kondisi Psikologis) yaitu
factor kejiwaan masing-masing individu tentu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda
pula dilihat dari segi motivasi, kreativitas, dan kemampuan masing-masing
peserta didik. Keempat Antropologi yaitu dilahat dari struktur dan
fisik seseorang memiliki ciri khas yang berbeda-beda pula. Ada sebagian siswa
yang mengalami gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, dan gangguan motorik
lainnya.
Keempat
faktor inilah yang menyebabkan gaya belajar peserta didik bersifat heterogen.
Oleh karena itu, guru harus mampu memahami atas kondisi tersebut sehingga kita
dituntut untuk mampu mempersiapkan dan menciptakan suasana yang kondusif dalam
proses interaksi belajar mengajar.
Seperti
yang kita tahu bahwa peserta didik mempunyai karakter yang berbeda-beda
tentunya ini menjadi kesulitan sendiri bagi pihak sekolah bahkan yang
berhubungan langsung dengan peserta didik yaitu guru. Adanya karakter siswa
yang berbeda dengan dengan karakter siswa normal yang sering dianggap sebagai
siswa yang nakal, malas, lambat, bodoh, dan sebagainya. Padahal belum tentu
pandangan guru akan hal itu benar, mungkin saja mereka para siswa merasa
kesulitan dalam menerima pelajaran karena tidak bisa memahami materi yang
disampaikan oleh guru. Hal tersebut bisa dikarenakan ketidaksesuaian antara
gaya belajar siswa dan guru sehingga terjadi ketidak seimbangan dalam proses
belajar. Sebaliknya jika gaya belajar guru dengan siswa sesuai, semua pelajaran
yang diberikan guru akan terihat sangat mudah dan guru dapat senang dan
menganggap siswa-siswanya memiliki kecerdasan dan potensi. Sebagai seorang guru
hendaknya mengajar dengan dengan cara-cara yang tidak menjadikan beban bagi
peserta didik, merubah pola pikir dalam membelajarkan anak didiknya. Dan yang
harus kita pahami adalah masing-masing peserta didik memiliki kemampuan dan
keistimewaan.
Berdasarkan
hal tersebut pendidik dituntut harus mampu menggunakan berbagai model
pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar. Hal ini
dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai objek tetapi juga
merupakan subjek dalam pembelajaran. Peserta didik harus disiapkan sejak awal
untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga berbagai jenis model pembelajaran
dapat digunakan oleh pendidik. Model-model pembelajaran sosial merupakan
pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan di kelas dengan melibatkan peserta
didik secara penuh (student center)
sehingga peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, melatih
kemandirian, serta dapat belajar dari lingkungan kehidupannya.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar
belakang diatas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan konsep belajar mengajar?
2.
Apa yang dimaksud dengan modalitas belajar (learning styles) peserta didik?
3.
Bagaimana macam-macam modalitas belajar (learning styles) peserta didik?
4.
Bagaimana pengaruh modalitas belajar (learning styles)terhadap pembelajaran
peserta didik?
5.
Bagaimana peran media belajar terhadap modalitas
belajar (learning styles) peserta didik?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk merumuskan dan mendeskripsikan konsep belajar
mengajar.
2.
Untuk merumuskan dan mendeskripsikan tentang modalitas
belajar (learning styles) peserta
didik.
3.
Untuk merumuskan dan mendeskripsikan tentang macam-macam
modalitas (learning styles) belajar
peserta didik.
4.
Untuk merumuskan dan mendeskripsikan tentang pengaruh
modalitas belajar (learning styles) terhadap
pembelajaran peserta didik.
5. Untuk
merumuskan dan mendeskripsikan peran media belajar terhadap modalitas belajar (learning styles) peserta didik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep Belajar Mengajar
Ada beberapa keterkaitan antara terminology belajar, mengajar,
dan pengajaran, dan menurut beberapa
istilah, meskipun belajar, mengajar dan pengajaran menunjuk pada aktivitas yang
berbeda namun keduanya bermuara pada tujuan yang sama.
A.1 Belajar
Ada beberapa pengertian belajar yang
kami definisikan dari sekian banyak
pendapat-pendapat ahli mengenai belajar
·
Burton dalam sebuah bukunya “the
guidance of learning activities” Merumuskan pengertian belajar sebagai
perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara
individu dengan individu dengan individu dengan lingkunganya sehingga mereka
mampu berinteraksi dengan lingkunganya.
·
Dalam
buku educational psychology H.C.
Witherington, Mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan
diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepribadian atau suatu pengertian .
·
James O.Whittaker mengemukakan belajar adalah proses dimana tingkah laku
ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman, Belajar adalah suatu
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri didalam interaksi dengan lingkunganya.
·
Dalam
sebuah situs tentang pengertian belajar, Abdillah
(2002) mengidentifikasi sejumlah pengertian belajar dan mengambil
kesimpulan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu
dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang
menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh
tujuan tertentu.
Ada beberapa cirri-ciri umum yang menyatakan adanya kegiatan
belajar.
1. Belajar menunjukan suatu aktivitas
pada diri seseorang yang disadari atau disengaja,jadi proses belajar ini
diartikan sebagai suatu bentuk kesengajaan terencana yang sesuai dengan pola
pikir dan nalar masing-masing.
2. Belajar merupakan interaksi individu
dengan lingkunganya, lingkungan dalam hal ini dapat berupa manusia ataupun
obyek-obyek lain yang memungkinkan individu memperoleh pengalaman atau
pengetahuan.
3. Hasil belajar ditandai dengan
perubahan tingkah laku walaupun tidak
semua perubahan tingkah laku itu merupakan hasil belajar.
Beberapa tokoh psikologi belajar memiliki persepsi dan
penekanan tersendiri tentang hakikat belajar dan proses kearah perubahan
sebagai hasil belajar, berikut ini adalah beberapa kelompok teori yang
memberikan pandangan khusus tentang belajar, diantaranya :
1. Behaviorisme
Para penganut teori behaviorisme
meyakini bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian didalam
lingkunganya yang memberikan pengalaman –pengalaman terhadapnya, behaviorisme
menekankan pada apa yang dilihat, yaitu tingkah laku, dan kurang memperhatikan
apa yang terjadi didalam pikiran karena tidak dapat dilihat dan bersifat
mekanistik otomatik. Teori psikologi ini juga melihat bahwa belajar adalah
merupakan perubahan tingkah laku.
Ciri yang paling mendasar dari aliran
ini adalah bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi adalah berdasarkan
paradigm S-R (stimulus -respons) yaitu suatu proses yang memberikan respons
tertentu terhadap sesuatu yang dating dari luar.
2. Kognitivisme
Kognitivisme merupakan salah
satu teori belajar yang dalam berbagai
pembahasan juga sering disebut kognitif (cognitive
model) atau model persepsi (perceptual
model). Menurut teori ini belajar dapat berupa tingkah laku yang ditentukan
seseorang atau persepsi dan pemahaman
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan-tujuanya, karena itu
belajar menurut teori kognitivisme diartikan sebagai perubahan persepsi dan
pemahaman.
3. Teori belajar psikologi social
Menurut teori belajar psikologi
social proses belajar jarang sekali merupakan proses menyendiri, akan tetapi
melalui interaksi-interaksi, interaksi tersebut dapat berupa (1) searah (one
directional), yaitu bilamana adanya stimulu dari luar menyebabkan timbulnya
respon, (2) dua arah, yaitu apabila tingkah laku yang terjadi merupakan hasil
elajarinteraksi antara individu yang belajar dari lingkunganya atau sebaliknya.
4. Teori belajar gagne
Teori belajar gagne ini adalah
perpaduan antara teori behaviorisme dengan teori kognitivisme yang berpangkal
pada teori pengolahan informasi. Menurut gagne cara berpikir seorang tergantung
pada (a) keterampilanapa yang dimilikinya, (b) keterampilan serta hirarki apa
yang diperlukan dalam mempelajari sesuatu.
A.2 Mengajar
Mengajar diartikan sebagai suatu
keadaan atau suatu aktivitas untuk menciptakan suatu situasi yang mampu
mendorong individu/kelompok untuk belajar baik siswa maupun mahasiswa. Situasi
ini tidak harus berupa rransformasi pengetahuan dari guru kepada siswa
saja,akan tetapi dapat dilakukan dengan cara lain, misalnya belajar dengan
menggunakan media pembelajaran yang sudah disiapkan.
Mengajar pada hakekatnya adalah
usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan
memngkinkan berlangsungnya proses belajar (Sadiman, 1990:47). Mengajar juga
dapat diartikan sebagai aktifitas yang dilakukan oleh guru untuk mentransfer
IPTEKS kepada peserta didk (Nasution, 1987). Menurut Nana Sujana, 1991:29
mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada anak didk dalam
melakukan proses belajar. Dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu
aktivitas mengoordinasi dan mengatur lingkungan sebaik-baiknya dalam
menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangungnya kegiatan belajar bagi
para siswa.
A.3 Pengajaran
Pengajaran merupakan perpaduan
antara dua aktifitas, yaitu: aktifitas mengajar dan belajar, dimana didalamnya
terjadi interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru yang
bertujuan untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkah
laku siswa secara internal. Aktifitas mengajar menyangkut peranan seorang guru
dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara
mengajar itu sendiri dengan belajar. Jalinan komunikasi yang harmonis inilah
yang menjadi indikator suatu aktifitas proses pengajaran itu akan berjalan
dengan baik. Suatu pengajaran akan bisa disebut berjalan dan berhasil secara
baik jika ia mampu mengubah diri peserta didik dalam arti yang luas serta mampu
menumbuhkembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar, sehingga pengalaman
yang diperoleh peserta didik selama ia terlibat dalam proses pengajaran itu
dapat dirasakan manfaatnya secara langsung bagi perkembangan pribadinya.
Agar proses pengajaran dapat
berjalan dengan lancar, teratur, dan terhindar dari berbagai hambatan yang
berakibat pada stagnansi pengajaran, serta kemungkinan-kemungkinan lain seperti
fasilitas peserta didik, ketidaksesuaian penerapan metode, ketidakpahaman terhadap materi,
keterasingan peserta didik dalam suatu
kelas pengajaran, maka seorang guru harus mengerti, memahami, dan mengahayati,
berbagai prinsip pengajaran sekaligus mengaplikasikannya pada waktu ia
melaksanakan tugas mengajar.
Adapun
prinsip-prinsip pengajaran tersebut diantaranya adalah:
a) Prinsip
Aktifitas
Thomas
M. Risk dalam bukunya Principle and
practices of teaching (1958) mengemukakan bahwa belajar mengajar adalah Teaching is the guidance of learning
experiences (mengjar adalah proses membimbing pengalaman belajar).
b) Prinsip
Motivasi
Walker
(1967) dalam bukunya Conditioning and
Instrumental Learning mengatakan “ perubahan yang dipelajari biasanya
memberi hasil yang baik jika individu mempunyai motivasi untuk melakukannya.
c) Prinsip
Individualitas
Setiap
guru ang menyelenggarakan pengajaran hendaknya selalu memperhatikan dan
memahami serta berupaya menyesuaikan bahan pelajaran dengan keadaan peserta
didiknya baik yang menyangkut segi perbedaan usia, bakat, kemampan,
intelegensi, perbedaan fisik, watak, dan sebagainya.
d) Prinsip
Korelasi
Korelasi
(saling berkatan) akan melahirkan asosiasi dan apersepsi sehingga akan tumbuh
dan bangkit minat peserta didik terhadap pengajaran. Peserta didk perlu dilatih
untuk mengahadapi masalah-masalah hidup keseharian sekaligus upaya pemecahannya
dengan mendasarkan diri pada pengetahuan atau skill yang diperoleh dalam
pengajaran.
e) Prinsip
Efesiensi dan Efektifitas
Suatu
pengajaran yang baik adalah apabila proses pengajaran itu menggunakan waktu
yang cukup sekaligus dapat membuahkan hasil (pencapaian tujuan intruksional)
secara lebih tepat dan cermat serta optimal.
A.4 Hasil Belajar
Hasil belajar ialah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Sehingga
dapat dikatakan orang yang belajar akan mengalami perubahan dan memperoleh
suatu hasil belajarnya (Bakar, 2000:24). Hasil belajar juga merupakan kemampuan
yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar (Abdurrahman, 2003:45).
Hasil belajar merupakan akibat yang ditimbulkan dari suatu proses pembelajaran
siswa atau sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai implikasi dari kegiatan
belajar yang dilakukan.
Prestasi belajar adalah hasil dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan
instruksional yang menyangkut isi pelajaran dan perilaku yang diharapkan dari
siswa. Sudjana (2006:22), menyatakan bahwa hasil belajar yang telah dicapai
siswa dikategorikan menjadi tiga bidang yaitu bidang kognitif, bidang afektif,
dan bidang psikomotorik.
A.5 Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Dalam kegiatan belajar, banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil dan
prestasi belajar siswa. Menurut Slameto (2003:54), faktor yang mempengaruhi
belajar siswa yang sangat mempengaruhi hasil belajar siswa ditentukan
oleh:
1)
Faktor-faktor
yang ada pada siswa (faktor internal), yaitu faktor yang timbul dari dalam diri
siswa itu sendiri, seperti:
Ø Modalitas
belajar
Ø Taraf intelegensi (tingkat kecerdasan)
Ø Bakat khusus
Ø Taraf pengetahuan yang dimiliki
Ø Taraf kemampuan berbahasa
Ø Taraf organisasi kognitif
Ø Motivasi
Ø Kepribadian
Ø Perasaan
Ø Sikap
Ø Minat
Ø Konsep diri
Ø Kondisi fisik dan psikis (kesehatan fisik dan mental)
2)
Faktor-faktor
yang ada pada lingkungan keluarga
Ø Cara mendidik orang tua
Ø Suasana keluarga
Ø Pengertian orang tua
Ø Keadaan sosial ekonomi keluarga
Ø Latar belakang kebudayaan
3)
Faktor-faktor
yang ada di lingkungan sekolah
Ø Guru: kepribadian guru, sikap guru terhadap siswa, keterampilan didaktik,
serta gaya dan metode mengajar
Ø Kurikulum
Ø Organisasi sekolah
Ø Sistem sosial di sekolah
Ø Keadaan fisik sekolah dan fasilitas pendidikan
Ø Hubungan sekolah dengan orang tua lokasi sekolah
4)
Faktor-faktor
pada lingkungan sosial yang lebih luas
Ø Keadaan sosial, politik, dan ekonomi
Ø Keadaan fisik: cuaca dan iklim
Komponen
modalitas belajar yang dimiliki siswa termasuk kedalam faktor intern dalam hal
ini faktor psikologis yang mempengaruhi hasil belajar siswa.
B. Modalitas
Belajar (learning styles) Peserta
Didik
B.1 Pengertian Modalitas
Modalitas
menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara
terhadap hal yang dibicarakan, yakni mengenai perbuatan, keadaan, peristiwa,
atau sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa pernyataan,
kemungkinan, kinginan, atau keizinan. Dalam bahasa Indonesia modalitas
dinyatakan secara leksikal (Chaer, 1994: 162).
Modalitas
(modality) menurut Hasanudin dkk. (2009: 772) adalah:
·
Klasifikasi proposisi menurut hal menyuguhkan atau
mengingkari kemungkinan atau keharusan;
·
Cara pembicara menyatakan sifat terhadap suatu situasi
dalam suatu komunikasi antarpribadi;
·
Makna kemungkinan, keharusan, kenyataan, dan
sebagainya yang dinyatakan dalam kalimat; dalam Bahasa Indonesia modalitas
dinyatakan seperti barangkali, harus, akan, dan sebagainya. Atau denga adverbia
kalimat seperti pada hakikatnya menurut hemat saya dan sebagainya. Seperti yang
telah diuraikan di atas, bahwa keterangan modalitas menunjukan sikap pembicara
terhadap hal yang dibicarakan, terhadap pendengar, terhadap lingkungan yang dibicarakan,
atau gabungan antara hal-hal itu sendiri. Sedangkan secara eksplisit biasanya
modalitas itu terdiri atas sebuah kalimat (Samsuri, 1985: 245).
B.2 Pengertian Modalitas Belajar (learning styles)
Modalitas
berarti gaya atau tipe. Maka modalitas belajar seseorang merujuk kepada gaya
atau tipe belajarnya. Modalitas belajar (learning styles) juga merujuk kepada cara interaksi individu dengan
sistem pesan atau rangsangan kemudian memproses dan menganalisa pesan tersebut
di dalam otak untuk dijadikan pengetahuan. Setiap orang mempunyai gaya
pembelajaran yang tersendiri yang berbeda secara individu seperti mana sidik
jari (Gremli dalam Zakaria, 2007
:1). Modalitas belajar merupakan satu konsep yang paling penting dan perlu
diberi tumpuan dalam aspek pendidikan di sekolah karena ia merupakan faktor
utama membentuk seseorang individu. Pelajar merupakan seseorang individu yang
unik dan berbeda di antara satu sama lain walaupun mereka berada dalam tahap
pembelajaran yang sama. Perbedaan individu ini merangkumi dari aspek
pemikiran, umpan balik, minat, kecenderungan, pencapaian dan pemahaman.
Justru, pelajar-pelajar ini mempunyai gaya yang tersendiri untuk menerima serta
menggunakan rangsangan dalam proses pembelajaran. Pendekatan yang diambil
oleh setiap pelajar adalah dengan menurut tanggapan subjektif mereka terhadap
kehendak pengajar atau konteks pembelajarannya.
Modalitas belajar merupakan
gaya belajar yang dimiliki oleh setiap individu yang merupakan cara termudah
dalam menyerap, mengatur dan mengolah informasi (DePotter dan Hernachi, 2003 :
72). Sedangkan menurut Zaini dalam Sundari (2009 : 2) Modalitas
belajar adalah karakteristik dan preferensi atau pilihan individu untuk
mengumpulkan informasi, menafsirkan, mengorganisasi, merespon, dan memikirkan
informasi yang diterima. Gremli dalam Zakaria
(2007 :2 ) pula menyatakan bahawa modalitas belajar melibatkan aspek-aspek
personaliti, pemprosesan pesan, interaksi sosial, kecenderungan terhadap garis
panduan, tumpuan perhatian terhadap sesuatu yang baru, unik dan terdapatnya
kelainan dalam diri individu. Modalitas belajar yang bersesuaian dengan
diri seseorang individu adalah salah satu penentuan kearah kecekapan dan
kebolehan mengasimilasikan ilmu yang dipelajari dengan cemerlang dan berkesan.
Gaya pembelajaran
yang sesuai penting untuk meningkatkan pencapaian akademik pelajar (Chambers
dalam zakaria, 2007 :3 ).
Chambers berpendapat bahwa pelajar harus menggunakan gaya pembelajaran sebagai
kekuatan mereka dalam bidang akademik. Hal ini karena gaya yang
bersesuaian dengan ciri-ciri pembelajaran akan menyebabkan pelajar di semua
peringkat lebih bermotivasi dan seterusnya akan meningkatkan pencapaian
akademik. Sebagai tambahannya, Dunn & Dunn dalam Zakaria (2007 : 3) menyatakan bahawa apabila kaedah, sumber dan
program dipadankan dengan sifat-sifat gaya belajar pelajar, maka pencapaian
akademik dan sikap pelajar akan meningkat. Sebaliknya, jika padanan di
antara pengajaran dan pembelajaran tidak sesuai, maka pencapaian akademik dan
sikap juga turut merosot.
Prestasi
akademik yang cemerlang merupakan penentuan pemahaman seseorang terhadap proses
pembelajaran. Secara tidak langsung, pencapaian ini akan menentukan masa
depan yang lebih gemilang. Oleh itu, untuk merealisasikan hasrat
tersebut, suasana pembelajaran yang kondusif adalah amat penting.
Masyarakat kurang begitu menitikberatkan pencapaian akademik kerana keputusan
akademik yang cemerlang menjadi tolok ukur kepada masa depan seseorang pelajar
(Amina Noor dalam Zakaria, 2007 :
4).
Menurut
Griggs dalam Zakaria (2007 : 4),
penggunaan modalitas belajar yang betul adalah amat penting untuk meningkatkan
keputusan akademik. Pencapaian ini yang akan membuktikan sejauh mana
modalitas belajar seseorang pelajar berhasil atau tidak. Peningkatan dan penurunan
pencapaian akademik pelajar sebenarnya sangat berkait rapat dengan proses
belajar mengajar di dalam kelas.
Menurut Bobbi DePorter dan Mike Hernacki modalitas belajar merupakan suatu
kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta
mengolah informasi (DePorter, Bobbi & Hernacki, Mike:2000:110-112). Gaya
belajar bukan hanya berupa aspek ketika menghadapi informasi, melihat,
mendengar, menulis dan berkata tetapi juga aspek pemrosesan informasi
sekunsial, analitik, global atau otak kiri-otak kanan, aspek lain adalah ketika
merespon sesuatu atas lingkungan belajar (diserap secara abstrak dan konkret).
Dari
pengertian-pengertian di atas, disimpulkan bahwa modalitas belajar adalah cara
yang cenderung dipilih siswa untuk bereaksi dan menggunakan
perangsang-perangsang dalam menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah
informasi pada proses belajar.
C.
Macam-macam Modalitas Belajar (learning styles) Peserta didik
C.1 Macam-Macam Modalitas Belajar (learning styeles)
Sejak awal tahun 1997, telah banyak upaya yang dilakukan untuk mengenali
dan mengkategorikan cara manusia belajar, cara memasukkan informasi ke dalam
otak. Secara garis besar, ada 7 pendekatan umum dikenal dengan kerangka
referensi yang berbeda dan dikembangkan juga oleh ahli yang berbeda dengan
variansinya masing-masing. Adi Gunawan adalah seorang pakar mind technology dan
transformasi diri yang dalam bukunya “Born to be a Genius” merangkum
ketujuh cara belajar tersebut, yaitu:
1)
Pendekatan
berdasarkan pada pemprosesan informasi: menentukan cara yang berbeda dalam
memandang dan memproses informasi yang baru. Pendekatan ini dikembangkan oleh
Kagan, Kolb, Honey dan Umford Gregorc, Butler, dan McCharty.
2)
Pendekatan
berdasarkan kepribadian: menentukan tipe karakter yang berbeda-beda.
Pendekatan ini dikembangkan oleh Myer-Briggs, Lawrence, Keirsey & Bartes,
Simon & Byram, Singer-Loomis, Grey-Whellright, Holland,dan Geering.
3)
Pendekatan
berdasarkan pada modalitas sensori: menentukan tingkat ketergantungan
terhadap indera tertentu. Pendekatan ini dikembangkan oleh Bandler &
Grinder, dan Messick.
4)
Pendekatan
berdasarkan pada lingkungan: menentukan respon yang berbeda
terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, dan instruksional. Pendekatan ini
dikembangkan oleh Witkin dan Eison Canfield.
5)
Pendekatan
berdasarkan pada interaksi sosial: menentukan cara yang berbeda dalam
berhubungan dengan orang lain. Pendekatan ini dikembangkan oleh
Grasha-Reichman, Perry, Mann, Furmann-Jacobs, dan Merill.
6)
Pendekatan
berdasarkan pada kecerdasan: menentukan bakat yang berbeda. Pendekatan ini
dikembangkan oleh Gardner dan Handy.
7)
Pendekatan
berdasarkan wilayah otak: menentukan dominasi relatif dari berbagai bagian
otak, misalnya otak kiri dan otak kanan. Pendekatan ini dikembangkan oleh
Sperry, Bogen, Edwards, dan Herman (Adi W. Gunawan:2004:140).
Banyaknya pendekatan dalam mengklasifikasikan atau membedakan modalitas
belajar disebabkan karena setiap pendekatan yang digunakan mengakses aspek yang
berbeda secara kognitif. Dari berbagai pendekatan tersebut yang paling terkenal
dan sering digunakan saat ini ada tiga, yaitu: pendekatan berdasarkan
preferensi kognitif, profil kecerdasan, dan preferensi sensori.
1.
Pendekatan modalitas belajar berdasarkan preferensi
kognitif.
pendekatan ini dikembangkan oleh Dr. Anthony Gregorc. Gregorc
mengklasifikasikan gaya belajar menurut kemampuan mental menjadi 4 kategori,
yaitu: gaya belajar konkret-sekuensial, gaya belajar abstrak-sekuensial, gaya
belajar konkret acak, dan gaya belajar abstrak acak.
2.
Pendekatan modalitas belajar berdasarkan profil
kecerdasan.
Pendekatan ini dikembangkan oleh Howard Gardner. Menurut Gardner dikutip
dari buku Psikologi Pendidikan ( Robert E. Slavin) manusia mempunyai 7
kecerdasan yaitu: linguistik, logika/matematika, interpersonal, intrapersonal,
musik, spasial, dan kinestetik. Teori kecerdasan ganda ini mewakili definisi
sifat manusia, dari perspektif kognitif, yaitu bagaimana kita melihat,
bagaimana kita menyadari hal. Ini benar-benar memberikan indikasi yang sangat
penting dan tidak dapat dihindari untuk orang-orang preferensi gaya belajar,
serta perilaku mereka dan bekerja gaya, dan kekuatan alami mereka. Jenis-jenis
kecerdasan yang dimiliki seseorang (Gardner menunjukkan sebagian besar dari
kita kuat dalam tiga jenis) tidak hanya menunjukkan kemampuan orang, tetapi
juga cara atau metode di mana mereka lebih suka belajar dan mengembangkan
kekuatan mereka dan juga untuk mengembangkan kelemahan-kelemahan mereka.
3.
Pendekatan modalitas belajar berdasarkan preferensi
sensori
Penjelasan dan pemahaman Tujuh Kecerdasan Gardner dapat lebih diterangi dan
diilustrasikan dengan melihat klasik kecerdasan lain dan model gaya belajar,
dikenal sebagai model gaya belajar Visual-Auditory-Kinestetik, biasanya
disingkat VAK. Konsep, teori dan metode pertama kali dikembangkan oleh psikolog
dan spesialis mengajar seperti Fernald, Keller, Orton, Gillingham, Stillman dan
Montessori, dimulai pada tahun 1920-an. Para VAK pendekatan multi-indera
(preferensi sensori) untuk belajar dan mengajar ini awalnya berkaitan dengan
pengajaran anak-anak menderita disleksia dan pelajar lain untuk metode
pengajaran konvensional yang tidak efektif. Spesialis VAK awal diakui bahwa
orang belajar dalam berbagai cara: sebagai contoh yang sangat sederhana,
seorang anak yang tidak bisa dengan mudah mempelajari kata-kata dan huruf
dengan membaca (visual) mungkin misalnya belajar lebih mudah dengan menelusuri
bentuk huruf dengan jari mereka (kinestetik). Model gaya belajar
Visual-Auditory-Kinestetik tidak menutup kecerdasan ganda Gardner, melainkan
dengan model VAK memberikan perspektif yang berbeda untuk memahami dan
menjelaskan pilihan seseorang atau dominan berpikir dan gaya belajar, dan
kekuatan. Teori Gardner adalah salah satu cara melihat gaya berpikir; VAK
adalah hal lain.
Dari tiga pendekatan tersebut yang dikenal luas di Indonesia adalah
pendekatan berdasarkan preferensi sensori (Adi W. Gunawan:2004:142).
Macam-macam modalitas belajar berdasarkan preferensi sensori ini menurut Barbe
dan Swassing (dikutip oleh Hartanti dan Arhartanto) terdiri atas tiga modalitas
(gaya belajar), yaitu: visual, auditorial, da kinestetik. Pendapat serupa juga
dikemukakan oleh Fleming (2002) bahwa terdapat 3 modalitas belajar, yaitu
visual, auditorial, dan kinestetik (Hartanti dan Arhartanto: 2003:295-307).
Namun akhir-akhir ini Fleming memperkenalkan modalitas tambahan yakni modalitas
read/write (baca/tulis).
Oleh karena
ketenaran dan penggunaannya yang luas maka makalah ini hanya menitikberatkan
pada pengklasifikasian modalitas belajar menurut preferensi sensori yaitu
modalitas belajar visual, modalitas belajar auditorial, dan modalitas belajar
kinestetik.
C.2 Modalitas Belajar Berdasarkan Preferensi
Sensori
Berdasarkan
prefensi sensori atau kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola
dan menyampaikan informasi, maka modalitas belajar individu dapat dibagi dalam
3 (tiga) kategori. Ketiga kategori tersebut adalah modalitas belajar visual, auditorial, dan kinestetik yang
ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu. Pengkategorian ini tidak berarti
bahwa individu hanya yang memiliki salah satu karakteristik gaya belajar
tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik gaya belajar yang lain.
Pengkategorian
ini hanya merupakan pedoman bahwa individu memiliki salah satu karakteristik
yang paling menonjol sehingga jika ia mendapatkan rangsangan yang sesuai dalam
belajar maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran. Dengan kata lain jika
individu menemukan metode belajar yang sesuai dengan karakteristik gaya belajar
dirinya maka akan cepat ia memahami pelajaran yang diberikan oleh guru.
Menurut
sebuah penelitian ekstensif, khususnya di Amerika Serikat, yang dilakukan oleh
Profesor Ken dan Rita Dunn dari Universitas St. John, di Jamaica, New York, dan
para pakar Pemrograman Neuro-Linguistik seperti, Richard Bandler, John Grinder,
dan Michael Grinder, telah mengidentifikasi tiga modalitas belajar dan komunikasi
yang berbeda.
a) Visual.
Belajar
melalui melihat sesuatu, suka melihat gambar atau diagram, pertunjukkan, peragaan atau menyaksikan video. Lirikan keatas bila berbicara, berbicara
dengan cepat. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang
memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini
metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan
pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan
pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada
siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar
visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti
materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat
dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan
belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti
diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih
suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
b) Auditori.
Belajar melalui
mendengar sesuatu, suka mendengarkan kaset audio, ceramah-kuliah, diskusi,
debat dan instruksi (perintah) verbal. Lirikan
kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang-sedang saja. Siswa
yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat
pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya
hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat
belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang
guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone
suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori
lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak
auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih
cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.
c) Kinestetik.
Belajar
melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung, suka menangani, bergerak,
menyentuh, dan merasakan, mengalami sendiri (Rose, Colin & Malcolm J.
Nicholl:2002:130-131). Lirikan kebawah
bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya
belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak
seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk
beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini
belajarnya melalui gerak dan sentuhan.
Adapun ciri-ciri perilaku individu
dengan karakteristik modalitas belajar seperti disebutkan diatas, menurut
DePorter & Hernacki, adalah sebagai berikut:
1.
Modalitas Belajar Visual (Visual learners)
Individu yang memiliki kemampuan
belajar visual yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:
Ø rapi dan
teratur
Ø berbicara
dengan cepat
Ø mampu
membuat rencana dan mengatur jangka panjang dengan baik
Ø teliti dan
rinci
Ø mementingkan
penampilan
Ø lebih mudah
mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar
Ø mengingat
sesuatu berdasarkan asosiasi visual
Ø memiliki
kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik
Ø biasanya
tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang belajar
Ø sulit
menerima instruksi verbal (oleh karena itu seringkali ia minta instruksi secara
tertulis
Ø merupakan
pembaca yang cepat dan tekun
Ø lebih suka
membaca daripada dibaca
Ø dalam
memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap waspada,
membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang
berkaitan
Ø jika sedang
berbicara di telpon ia suka membuat coretancoretan tanpa arti selama berbicara
Ø lupa
menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
Ø sering
menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat "ya" atau "tidak”.
Ø lebih suka
mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/ berceramah
Ø lebih
tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar) dari pada musik
Ø sering kali
menegtahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan dalam
kata-kata
Ø kadang-kadang
kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan.
2.
Modalitas Belajar Auditorial (Auditory Learners)
Individu yang memiliki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai
dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:
Ø sering
berbicara sendiri ketika sedang bekerja (belajar)
Ø mudah
terganggu oleh keributan atau suara berisik
Ø menggerakan
bibir dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
Ø lebih senang
mendengarkan (dibacakan) daripada membaca
Ø jika membaca
maka lebih senang membaca dengan suara keras
Ø dapat
mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara
Ø mengalami
kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita
Ø berbicara
dalam irama yang terpola dengan baik
Ø berbicara
dengan sangat fasih
Ø lebih menyukai seni musik dibandingkan seni
yang lainnya
Ø belajar
dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang
dilihat
Ø senang berbicara,
berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar
Ø mengalami
kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang berhubungan dengan
visualisasi
Ø lebih pandai mengeja atau mengucapkan
kata-kata dengan keras daripada menuliskannya
Ø lebih suka humor
atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/komik.
3.
Modalitas Belajar Kinestetik (Tactual Learners)
Individu yang memiliki kemampuan belajar kinestetik yang baik ditandai
dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:
Ø berbicara
dengan perlahan
Ø menanggapi
perhatian fisik
Ø menyentuh
orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka
Ø berdiri
dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain
Ø banyak gerak
fisik
Ø memiliki
perkembangan awal otot-otot yang besar
Ø belajar
melalui praktek langsung atau manipulasi
Ø menghafalkan
sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung
Ø menggunakan
jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika sedang membaca
Ø banyak
menggunakan bahasa tubuh (non verbal)
Ø tidak dapat
duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama
Ø sulit
membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut
Ø menggunakan
kata-kata yang mengandung aksi
Ø pada umumnya
tulisannya jelek
Ø menyukai
kegiatan atau permainan yang menyibukkan (secara fisik
Ø ingin
melakukan segala sesuatu (DePorter, Bobbi & Hernacki, Mike:2000:110-112.
D.
Pengaruh Modalitas Belajar (learning styles) Terhadap Pembelajaran Peserta Didik
Beberapa temuan penelitian melaporkan bahwa kecocokan atau ketidakcocokkan
antara modlitasa belajar dengan gaya pengajaran yang distrukturkan bagi peserta
didik berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar. Kajian ini
dilakukan oleh Pask sebagaimana dikutip oleh Moeljadi Pranata, menemukan bahwa jika modalitas belajar peserta
didik cocok dengan gaya pengajaran yang distrukturkan bagi mereka, misalnya
modalitas belajar visual dengan gaya pengajaran visual, modalitas belajar
auditori dengan gaya pengajaran auditori, maka peserta didik akan jauh lebih
baik dalam memahami materi pembelajaran dibandingkan dengan peserta didik lain
yang modalitas belajarnya tidak cocok dengan gaya pengajaran yang distrukturkan
guru baginya (Moeljadi Pranata:2002:13-23).
Nasution menyatakan bahwa, berbagai macam metode mengajar telah banyak
diterapkan dan diujicobakan kepada siswa untuk memperoleh hasil yang efektif
dalam proses pembelajaran. Pada kenyataannya tidak ada satu metode mengajar
yang lebih baik daripada metode mengajar yang lain. Jika berbagai metode
mengajar telah ditetapkan dan tidak menunjukkan hasil yang diharapkan, maka
alternatif lain yang dapat dilakukan oleh guru secara individual dalam proses
pembelajaran yaitu atas dasar pemahaman terhadap gaya belajar siswa
(Nasution:2008:115).
Bobbi DePotter dan Hernacki menyebutkan bahwa mengetahui modalitas belajar yang berbeda telah membantu para
siswa, dengan demikian akan memberi persepsi yang positif bagi siswa tentang
cara guru mengajar. Agar aktivitas belajar dapat tercapai sesuai dengan tujuan
yang diinginkan, maka modalitas (learning
styles) belajar siswa harus dipahami oleh guru (DePorter, Bobbi &
Hernacki, Mike:2000:110).
Modalitas belajar sangat
diperlukan dalam pembelajaran karena dengan modalitas kita dapat menyerap, lalu
mengatur dan mengolah informasi yang didapat dari belajar. Di dalam modalitas
belajar belajar terdapat komponen yang sangat diperlukan oleh siswa karena
meyerap dan mengatur serta mengolah informasi pembelajaran. Hal ini tentunya
sangat mempengaruhi hasil dari kegiatan belajar siswa ke arah yang positif.
Melalui modalitas belajar siswa dapat menentukan gaya belajar yang mana sesuai
dengan karakteristik masing-masing. Modalitas belajar merupakan gaya
belajar yang dimiliki oleh setiap individu yang merupakan cara termudah dalam
menyerap, mengatur dan mengolah informasi yang terdiri dari modalitas visual,
modalitas auditori, modalitas kinestetik (DePotter dan Hernachi, 2003: 72)
Proses pembelajaran sekarang bukanlah pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher
centered) melainkan pembelajaran harus berpusat pada siswa (student
centered). Perubahan ini diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat
secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap, dan perilaku. Dalam
pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa memperoleh kesempatan dan
fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan
memperoleh pemahaman yang mendalam (deep learning) dan pada akhirnya
dapat meningkatkan mutu kualitas siswa yang akan berdampak terhadap peningkatan
hasil belajar siswa.
E.
Peran Media Belajar Terhadap Modalitas Belajar (learning styles) Peserta Didik
Setelah mengetahui apa yang dimaksudkan dengan modalitas belajar, selanjutnya kita
perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan media
pembelajaran. Secara umum Media
pembelajaran adalah alat bantu proses belajar mengajar. Sedangkan menurut
Briggs (1977) media pembelajaran
adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran seperti :
buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut National Education
Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah
sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi
perangkat keras. Jadi, media
Pembelajaran adalah Segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat atau
sumber dalam bentuk komunikasi yang dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan kemampuan atau keterampilan siswa sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar.
Ada pula jenis-jenis media pembelajaran, yaitu :
1)
Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium
bahasa, dan sejenisnya.
2)
Media Visual : grafik, gambar, chart, bagan, poster,
kartun, komik, dan sejenisnya.
3)
Media audio visual : televisi, film, video (VCD &
DVD), dan sejenisnya
4)
Project still media : slide; over head proyektor
(OHP), in focus dan sejenisnya
5)
Human Media : orang atau lingkungan
Setelah kita mengetahui apa yang dimaksud dengan
modalitas belajar dan media pembelajaran. Selanjutnya kita akan membahas peran
media terhadap modalitas (learning styles)
peserta didik. Mungkin sering terjadi dalam kegiatan belajar di kelas terdapat
siswa yang tidak semangat, bahkan tidak konsentrasi dalam belajar. Sehingga
dampaknya siswa suka mengobrol dengan temannya atau bermain seenaknya sendiri,
bahkan pula ada siswa yang suka tidur di kelas. Hal tersebut terjadi mungkin
karena kurang kreatifnya guru atau pendidik dalam mengelola kelasnya dan
pemilihan media pembelajaran yang kurang bahkan tidak disesuaikan dengan
karakteristik dan modalitas belajar masing-masing peserta didiknya atau mungkin
guru bahkan tidak menggunakan media pembelajaran sama sekali dalam mengajar.
Sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar,
media memiliki fungsi. Nana Sudjana (1991) merumuskan fungsi media pengajaran
menjadi enam kategori, sebagai berikut:
1)
Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan
merupakan fungsi tambahan tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu
untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
2)
Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral
dari keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa media pengajaran merupakan
salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru.
3)
Penggunaannya integral dengan tujuan dari isi
pengajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa penggunaan (pemanfaatan)
media harus melihat kepada tujuan dan bahan pelajaran.
4)
Penggunaan media pengajaran bukan hanya digunakan
sebagai alat hiburan dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses
belajar supaya lebih menrik perhatian siswa.
5)
Penggunaan media dalam pengajaran lebih diutamakan
untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap
pengertian yang diberikan oleh guru.
6)
Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk
mempertinggi mutu belajar mengajar. Dengan perkataan lain menggunakan mediaa
hasil belajar yang dicapai siswa akan tahan lama diinat siswa sehingga mempunya
nilai tinggi.
Seorang guru diharapakan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam
poses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman A.M. (2004:165), guru
yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar.
Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang
mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup
pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan
sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan
pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran kondusif.
Pada hakikatnya bukan media
pembelajaran itu sendiri yang menentukan hasil belajar. Ternyata keberhasilan
menggunakan media pembelajaran dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan
hasil belajar tergantung pada (1) isi pesan, (2) cara menjelaskan pesan, dan
(3) karakteristik penerima pesan.
Maka sebagai seorang guru harus
mampu memilih media pembelajaran yang tepat bagi peserta didiknya. Karena itu
dalam memilih media pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau
kondisi, karakteristik, serta modalitas belajar masing-masing peserta didiknya
agar penggunaan media pembelajaran dapat digunakan secara efektif dan menunjang
keberhasilan peserta didiknya. Dimana setiap siswa dengan latar belakang yang
berbeda-beda mempunyai keunikan tersendiri dalam belajar. Mereka mempunyai cara
masing-masing dalam memperoleh dan mengolah informasi. Adanya keunikan cara
belajar masing-masing siswa tersebut, guru dalam memilih media pembelajaran
haruslah disesuaikan dengan modalitas belajar siswa. Misal, jikalau ada peserta
didik yang memiliki cara belajar visual,
guru menggunakan media yang tentunya bisa di lihat oleh peserta didiknya (media
visual). Seperti halnya media visual berupa: gambar, peta, diagram, dan lain
sejenisnya. Jikalau ada peserta didik yang memiliki cara belajar auditoria, guru menggunakan media yang
bisa di dengar oleh peserta didiknya (media audial). Contoh media audial:
radio, tape recorder, dan lainnya. Sedangkan bagi peserta didik yang memiliki
cara belajar kinestetik, dalam pememilihan media pembelajarannya itu yaitu
memilih media yang dapat memungkinkan
peserta didiknya itu untuk dapat bergerak.
Namun dalam satu kelas tidak hanya
terdiri dari beberapa siswa yang memiliki modalitas belajar yang sama saja,
akan tetapi terdiri dari banyak siswa yang juga setiap siswa dalam kelas
tersebut mempunyai masing-masing modalitas atau cara belajar sendiri. Maka dari
itu sebaiknya dalam pemilihan media, guru tidak hanya menggunakan satu jenis
media saja, melainkan dengan menyediakan berbagai jenis media (multi media),
agar keseluruhan peserta didiknyanya yang memiliki modalitas atau cara belajar
yang berbeda tersebut mampu menerima informasi yang disampaikan oleh guru. Atau
bisa dengan cara mengkolaborasikan jenis media pembelajaran, maksudnya
pemilihan sebuah media pembelajaran
dimana media tersebut mencangkup keseluruhan jenis modalitas belajar
siswa, seperti projected stiil media
(slide; over head proyektor (OHP), in focus) dan projected motion media televisi, film, video (VCD & DVD).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada beberapa cirri-ciri umum yang
menyatakan adanya kegiatan belajar.
1. Belajar menunjukan suatu aktivitas
pada diri seseorang yang disadari atau disengaja,jadi proses belajar ini
diartikan sebagai suatu bentuk kesengajaan terencana yang sesuai dengan pola
pikir dan nalar masing-masing.
2. Belajar merupakan interaksi individu
dengan lingkunganya, lingkungan dalam hal ini dapat berupa manusia ataupun
obyek-obyek lain yang memungkinkan individu memperoleh pengalaman atau
pengetahuan.
3. Hasil belajar ditandai dengan
perubahan tingkah laku walaupun tidak
semua perubahan tingkah laku itu merupakan hasil belajar
Mengajar adalah suatu aktivitas mengoordinasi dan mengatur
lingkungan sebaik-baiknya dalam menciptakan kondisi yang kondusif untuk
berlangungnya kegiatan belajar bagi para siswa.
Pengajaran merupakan perpaduan antara dua aktifitas, yaitu:
aktifitas mengajar dan belajar, dimana didalamnya terjadi interaksi antara
siswa dengan siswa dan siswa dengan guru yang bertujuan untuk mencapai suatu
tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku siswa secara internal.
Adapun prinsip-prinsip pengajaran diantaranya adalah prinsip aktivitas, prinsip
individualitas, prinsip motivasi, prinsip korelasi, dan prinsip efesiensi dan
efektifitas.
Hasil belajar ialah kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Sehingga dapat dikatakan
orang yang belajar akan mengalami perubahan dan memperoleh suatu hasil
belajarnya (Bakar, 2000:24). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar siswa diantaranya adalah faktor internal, lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan sosial.
Modalitas berarti gaya atau tipe.
Maka modalitas belajar seseorang merujuk kepada gaya atau tipe
belajarnya. Modalitas belajar (learning
styles) juga merujuk kepada cara interaksi individu dengan sistem pesan
atau rangsangan kemudian memproses dan menganalisa pesan tersebut di dalam otak
untuk dijadikan pengetahuan. Modalitas
belajar merupakan gaya belajar yang dimiliki oleh setiap individu yang
merupakan cara termudah dalam menyerap, mengatur dan mengolah informasi (DePotter
dan Hernachi, 2003 : 72).
Menurut
sebuah penelitian ekstensif, khususnya di Amerika Serikat, yang dilakukan oleh
Profesor Ken dan Rita Dunn dari Universitas St. John, di Jamaica, New York, dan
para pakar Pemrograman Neuro-Linguistik seperti, Richard Bandler, John Grinder,
dan Michael Grinder, telah mengidentifikasi tiga modalitas belajar dan
komunikasi yang berbeda.
a) Visual.
Belajar
melalui melihat sesuatu, suka melihat gambar atau diagram, pertunjukkan, peragaan atau menyaksikan
video. Di dalam kelas, anak
visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi
b) Auditori.
Belajar
melalui mendengar sesuatu, suka mendengarkan kaset audio, ceramah-kuliah,
diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal. Anak-anak seperi ini biasanya
dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan
kaset.
c)
Kinestetik.
Belajar
melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung, suka menangani, bergerak,
menyentuh, dan merasakan, mengalami sendiri (Rose, Colin & Malcolm J.
Nicholl:2002:130-131).. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak
dan sentuhan.
Bobbi DePotter dan Hernacki menyebutkan bahwa mengetahui modalitas belajar yang berbeda telah membantu para
siswa, dengan demikian akan memberi persepsi yang positif bagi siswa tentang
cara guru mengajar. Agar aktivitas belajar dapat tercapai sesuai dengan tujuan
yang diinginkan, maka modalitas (learning
styles) belajar siswa harus dipahami oleh guru (DePorter, Bobbi &
Hernacki, Mike:2000:110).
Modalitas belajar sangat
diperlukan dalam pembelajaran karena dengan modalitas kita dapat menyerap, lalu
mengatur dan mengolah informasi yang didapat dari belajar. Di dalam modalitas
belajar belajar terdapat komponen yang sangat diperlukan oleh siswa
karena meyerap dan mengatur serta mengolah informasi pembelajaran. Hal ini
tentunya sangat mempengaruhi hasil dari kegiatan belajar siswa ke arah yang
positif. Melalui modalitas belajar siswa dapat menentukan gaya belajar yang
mana sesuai dengan karakteristik masing-masing. Modalitas belajar merupakan gaya
belajar yang dimiliki oleh setiap individu yang merupakan cara termudah dalam
menyerap, mengatur dan mengolah informasi yang terdiri dari modalitas visual,
modalitas auditori, modalitas kinestetik (DePotter dan Hernachi, 2003: 72).
Media
Pembelajaran adalah Segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat atau
sumber dalam bentuk komunikasi yang dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan kemampuan atau keterampilan siswa sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar.
Ada pula jenis-jenis media pembelajaran, yaitu :
1)
Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium
bahasa, dan sejenisnya.
2)
Media Visual : grafik, gambar, chart, bagan, poster,
kartun, komik, dan sejenisnya.
3)
Media audio visual : televisi, film, video (VCD &
DVD), dan sejenisnya
4)
Project still media : slide, over head proyektor
(OHP), in focus dan sejenisnya
5)
Human Media : orang atau lingkungan.
Dengan penggunaan media, siswa yang
memilki modalitas belajar visual, auditori, ataupun kinestetik akan dapat
mengerti dan paham dengan materi yang disampaikan oleh guru. Tidak diragukan
lagi bahwa semua media itu perlu dalam pembelajaran. Kalau sampai sekarang ini
masih ada guru yang belum menggunakan media, itu hanya perlu satu hal yaitu
perubahan sikap.
Dalam memilih media pembelajaran,
perlu disesuaikan dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi masing-masing.
Alangkah baiknya dalam pemilihan media pembelajaran tersebut menggunakan atau
mengfungsikan media yang ada di sekitar kita. Namun terserah kepada guru
bagaimana ia dapat mengembangkannya secara tepat dilihat dari isi, penjelasan
pesan, karakteristik serta modalitas belajar peserta didiknya dalam menentukan
media pembelajaran yang akan digunakan.
B.
Saran
Dari pembahasan mengenai modalitas
belajar yang telah disebutkan diatas tentunya sangat berpengaruh terhadap suatu
keberhasilan dari proses pembelajaran, karena setalah mengetahui hal-hal
tersebut guru bisa lebih berhati-hati dan menyesuaikan gaya belajar yang sesuai
dengan para peserta didiknya. Namun yang harus diwaspadai adalah kecenderungan
orang tua yang mengetahui “kelebihan” anaknya akan menuntut terlalu berlebihan.
Akibatnya anak mendapat tekanan lebih besar untuk menjadi yang terbaik. Hal
tersebut tentunya sangat merugikan bagi anak, karena pada dasarnya perkembangan
setiap anak butuh proses dan waktu dan pada akhirnya mereka akan mengembangkan
gaya belajarnya sendiri. Tugas kita sebagai orang tua atau guru adalah memberikan
dukungan, pemeliharaan, dan perawatan proses tumbuh kembang anak.
Dalam penulisan makalah ini mungkin ada beberapa
masalah atau kekurangan, ini di sebabkan karena kurangnya pengetahuan yang di
miliki oleh penulis. untuk itu kami menerima kritik dan saran yang mendukung
agar bisa menjadi pelengkap atas kekurangan dalam penulisan makalah ini. Semoga
makalah yang kami buat ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan juga semoga
bermanfaat bagi penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar