Rabu, 29 Januari 2014

Modalitas Belajar (Learning Style) Peserta Didik



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik, pengalaman, pengetahuan dan budaya. Hal ini terkait dengan proses belajar mengajar yakni bagaimana interaksi antara siswa dan guru dalam mencapai tujannya. Seorang guru harus bersikap arif, bijaksana dan penuh kasih sayang sebagai landasan dalam mentranformasikan ilmu pengetahuan, sikap dan budaya, bahkan guru dituntut untuk senantiasa mengetahui karakteristik peserta didik di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama baground hight quality personality (latar belakang kualitas perseorangan). Latar belakang inilah yang kemudian peserta didik mempunyai gaya belajar masing-masiang. Semua  peserta didik pasti memiliki gaya belajar yang berbeda-beda sesuai dengan bakat dan prilaku yang dibawanya. Kedua Social Culture (Sosial budaya) yaitu peranan dan status seseorang tentunya memiliki status sosial yang heterogen pula seperti halnya latar belakang keluarga yang termasuk golongan High Class (tinggi), middle class (menengah) dan Law class (umum). Ketiga Psychology (Kondisi Psikologis) yaitu factor kejiwaan masing-masing individu tentu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda pula dilihat dari segi motivasi, kreativitas, dan kemampuan masing-masing peserta didik. Keempat Antropologi yaitu dilahat dari struktur dan fisik seseorang memiliki ciri khas yang berbeda-beda pula. Ada sebagian siswa yang mengalami gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, dan gangguan motorik lainnya. 
Keempat faktor inilah yang menyebabkan gaya belajar peserta didik bersifat heterogen. Oleh karena itu, guru harus mampu memahami atas kondisi tersebut sehingga kita dituntut untuk mampu mempersiapkan dan menciptakan suasana yang kondusif dalam proses interaksi belajar mengajar.
Seperti yang kita tahu bahwa peserta didik mempunyai karakter yang berbeda-beda tentunya ini menjadi kesulitan sendiri bagi pihak sekolah bahkan yang berhubungan langsung dengan peserta didik yaitu guru. Adanya karakter siswa yang berbeda dengan dengan karakter siswa normal yang sering dianggap sebagai siswa yang nakal, malas, lambat, bodoh, dan sebagainya. Padahal belum tentu pandangan guru akan hal itu benar, mungkin saja mereka para siswa merasa kesulitan dalam menerima pelajaran karena tidak bisa memahami materi yang disampaikan oleh guru. Hal tersebut bisa dikarenakan ketidaksesuaian antara gaya belajar siswa dan guru sehingga terjadi ketidak seimbangan dalam proses belajar. Sebaliknya jika gaya belajar guru dengan siswa sesuai, semua pelajaran yang diberikan guru akan terihat sangat mudah dan guru dapat senang dan menganggap siswa-siswanya memiliki kecerdasan dan potensi. Sebagai seorang guru hendaknya mengajar dengan dengan cara-cara yang tidak menjadikan beban bagi peserta didik, merubah pola pikir dalam membelajarkan anak didiknya. Dan yang harus kita pahami adalah masing-masing peserta didik memiliki kemampuan dan keistimewaan.
Berdasarkan hal tersebut pendidik dituntut harus mampu menggunakan berbagai model pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar. Hal ini dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai objek tetapi juga merupakan subjek dalam pembelajaran. Peserta didik harus disiapkan sejak awal untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga berbagai jenis model pembelajaran dapat digunakan oleh pendidik. Model-model pembelajaran sosial merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan di kelas dengan melibatkan peserta didik secara penuh (student center) sehingga peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, melatih kemandirian, serta dapat belajar dari lingkungan kehidupannya.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan konsep belajar mengajar?
2.      Apa yang dimaksud dengan modalitas belajar (learning styles) peserta didik?
3.      Bagaimana macam-macam modalitas belajar (learning styles) peserta didik?
4.      Bagaimana pengaruh modalitas belajar (learning styles)terhadap pembelajaran peserta didik?
5.      Bagaimana peran media belajar terhadap modalitas belajar (learning styles) peserta didik?

C.     Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk merumuskan dan mendeskripsikan konsep belajar mengajar.
2.      Untuk merumuskan dan mendeskripsikan tentang modalitas belajar (learning styles) peserta didik.
3.      Untuk merumuskan dan mendeskripsikan tentang macam-macam modalitas (learning styles) belajar peserta didik.
4.      Untuk merumuskan dan mendeskripsikan tentang pengaruh modalitas belajar (learning styles) terhadap pembelajaran peserta didik.
5.      Untuk merumuskan dan mendeskripsikan peran media belajar terhadap modalitas belajar (learning styles) peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Belajar Mengajar
Ada beberapa keterkaitan antara terminology belajar, mengajar, dan  pengajaran, dan menurut beberapa istilah, meskipun belajar, mengajar dan pengajaran menunjuk pada aktivitas yang berbeda namun keduanya bermuara pada tujuan yang sama.
A.1      Belajar
Ada beberapa pengertian belajar yang kami definisikan dari sekian  banyak pendapat-pendapat ahli mengenai belajar
·         Burton dalam sebuah  bukunya “the guidance of learning activities” Merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dengan individu dengan lingkunganya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkunganya.
·         Dalam buku educational psychology H.C. Witherington, Mengemukakan bahwa belajar adalah suatu  perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian .
·         James O.Whittaker mengemukakan  belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman, Belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri didalam interaksi dengan lingkunganya.
·         Dalam sebuah situs tentang pengertian belajar, Abdillah (2002) mengidentifikasi sejumlah pengertian belajar dan mengambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.
Ada beberapa cirri-ciri umum yang menyatakan adanya kegiatan belajar.
1.      Belajar menunjukan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja,jadi proses belajar ini diartikan sebagai suatu bentuk kesengajaan terencana yang sesuai dengan pola pikir dan nalar masing-masing.
2.      Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkunganya, lingkungan dalam hal ini dapat berupa manusia ataupun obyek-obyek lain yang memungkinkan individu memperoleh pengalaman atau pengetahuan.
3.      Hasil belajar ditandai dengan perubahan  tingkah laku walaupun tidak semua perubahan tingkah laku itu merupakan hasil belajar.
Beberapa tokoh psikologi belajar memiliki persepsi dan penekanan tersendiri tentang hakikat belajar dan proses kearah perubahan sebagai hasil belajar, berikut ini adalah beberapa kelompok teori yang memberikan pandangan khusus tentang belajar, diantaranya :
1.      Behaviorisme
Para penganut teori behaviorisme meyakini bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian didalam lingkunganya yang memberikan pengalaman –pengalaman terhadapnya, behaviorisme menekankan pada apa yang dilihat, yaitu tingkah laku, dan kurang memperhatikan apa yang terjadi didalam pikiran karena tidak dapat dilihat dan bersifat mekanistik otomatik. Teori psikologi ini juga melihat bahwa belajar adalah merupakan perubahan tingkah laku.
Ciri yang paling mendasar dari aliran ini adalah bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi adalah berdasarkan paradigm S-R (stimulus -respons) yaitu suatu proses yang memberikan respons tertentu terhadap sesuatu yang dating dari luar.
2.      Kognitivisme
Kognitivisme merupakan salah satu  teori belajar yang dalam berbagai pembahasan juga sering disebut kognitif (cognitive model) atau model persepsi (perceptual model). Menurut teori ini belajar dapat berupa tingkah laku yang ditentukan seseorang atau persepsi dan pemahaman  tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan-tujuanya, karena itu belajar menurut teori kognitivisme diartikan sebagai perubahan persepsi dan pemahaman.
3.      Teori belajar psikologi social
Menurut teori belajar psikologi social proses belajar jarang sekali merupakan proses menyendiri, akan tetapi melalui interaksi-interaksi, interaksi tersebut dapat berupa (1) searah (one directional), yaitu bilamana adanya stimulu dari luar menyebabkan timbulnya respon, (2) dua arah, yaitu apabila tingkah laku yang terjadi merupakan hasil elajarinteraksi antara individu yang belajar dari lingkunganya atau sebaliknya.
4.      Teori belajar gagne
Teori belajar gagne ini adalah perpaduan antara teori behaviorisme dengan teori kognitivisme yang berpangkal pada teori pengolahan informasi. Menurut gagne cara berpikir seorang tergantung pada (a) keterampilanapa yang dimilikinya, (b) keterampilan serta hirarki apa yang diperlukan dalam mempelajari sesuatu.

A.2      Mengajar
Mengajar diartikan sebagai suatu keadaan atau suatu aktivitas untuk menciptakan suatu situasi yang mampu mendorong individu/kelompok untuk belajar baik siswa maupun mahasiswa. Situasi ini tidak harus berupa rransformasi pengetahuan dari guru kepada siswa saja,akan tetapi dapat dilakukan dengan cara lain, misalnya belajar dengan menggunakan media pembelajaran yang sudah disiapkan.
Mengajar pada hakekatnya adalah usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memngkinkan berlangsungnya proses belajar (Sadiman, 1990:47). Mengajar juga dapat diartikan sebagai aktifitas yang dilakukan oleh guru untuk mentransfer IPTEKS kepada peserta didk (Nasution, 1987). Menurut Nana Sujana, 1991:29 mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada anak didk dalam melakukan proses belajar. Dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas mengoordinasi dan mengatur lingkungan sebaik-baiknya dalam menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangungnya kegiatan belajar bagi para siswa.

A.3      Pengajaran
Pengajaran merupakan perpaduan antara dua aktifitas, yaitu: aktifitas mengajar dan belajar, dimana didalamnya terjadi interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku siswa secara internal. Aktifitas mengajar menyangkut peranan seorang guru dalam konteks mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi harmonis antara mengajar itu sendiri dengan belajar. Jalinan komunikasi yang harmonis inilah yang menjadi indikator suatu aktifitas proses pengajaran itu akan berjalan dengan baik. Suatu pengajaran akan bisa disebut berjalan dan berhasil secara baik jika ia mampu mengubah diri peserta didik dalam arti yang luas serta mampu menumbuhkembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar, sehingga pengalaman yang diperoleh peserta didik selama ia terlibat dalam proses pengajaran itu dapat dirasakan manfaatnya secara langsung bagi perkembangan pribadinya.
Agar proses pengajaran dapat berjalan dengan lancar, teratur, dan terhindar dari berbagai hambatan yang berakibat pada stagnansi pengajaran, serta kemungkinan-kemungkinan lain seperti fasilitas peserta didik, ketidaksesuaian penerapan  metode, ketidakpahaman terhadap materi, keterasingan peserta  didik dalam suatu kelas pengajaran, maka seorang guru harus mengerti, memahami, dan mengahayati, berbagai prinsip pengajaran sekaligus mengaplikasikannya pada waktu ia melaksanakan tugas mengajar.
Adapun prinsip-prinsip pengajaran tersebut diantaranya adalah:
a)      Prinsip Aktifitas
Thomas M. Risk dalam bukunya Principle and practices of teaching (1958) mengemukakan bahwa belajar mengajar adalah Teaching is the guidance of learning experiences (mengjar adalah proses membimbing pengalaman belajar).


b)      Prinsip Motivasi
Walker (1967) dalam bukunya Conditioning and Instrumental Learning mengatakan “ perubahan yang dipelajari biasanya memberi hasil yang baik jika individu mempunyai motivasi untuk melakukannya.
c)      Prinsip Individualitas
Setiap guru ang menyelenggarakan pengajaran hendaknya selalu memperhatikan dan memahami serta berupaya menyesuaikan bahan pelajaran dengan keadaan peserta didiknya baik yang menyangkut segi perbedaan usia, bakat, kemampan, intelegensi, perbedaan fisik, watak, dan sebagainya.
d)     Prinsip Korelasi
Korelasi (saling berkatan) akan melahirkan asosiasi dan apersepsi sehingga akan tumbuh dan bangkit minat peserta didik terhadap pengajaran. Peserta didk perlu dilatih untuk mengahadapi masalah-masalah hidup keseharian sekaligus upaya pemecahannya dengan mendasarkan diri pada pengetahuan atau skill yang diperoleh dalam pengajaran.
e)      Prinsip Efesiensi dan Efektifitas
Suatu pengajaran yang baik adalah apabila proses pengajaran itu menggunakan waktu yang cukup sekaligus dapat membuahkan hasil (pencapaian tujuan intruksional) secara lebih tepat dan cermat serta optimal.
A.4      Hasil Belajar
   Hasil belajar ialah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Sehingga dapat dikatakan orang yang belajar akan mengalami perubahan dan memperoleh suatu hasil belajarnya (Bakar, 2000:24). Hasil belajar juga merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar (Abdurrahman, 2003:45). Hasil belajar merupakan akibat yang ditimbulkan dari suatu proses pembelajaran siswa atau sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai implikasi dari kegiatan belajar yang dilakukan.
            Prestasi belajar adalah hasil dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan instruksional yang menyangkut isi pelajaran dan perilaku yang diharapkan dari siswa. Sudjana (2006:22), menyatakan bahwa hasil belajar yang telah dicapai siswa dikategorikan menjadi tiga bidang yaitu bidang kognitif, bidang afektif, dan bidang psikomotorik.
                                                                                       
A.5      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
            Dalam kegiatan belajar, banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil dan prestasi belajar siswa. Menurut Slameto (2003:54), faktor yang mempengaruhi belajar  siswa yang sangat mempengaruhi hasil belajar siswa ditentukan oleh:
1)      Faktor-faktor yang ada pada siswa (faktor internal), yaitu faktor yang timbul dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti:
Ø  Modalitas belajar
Ø  Taraf intelegensi (tingkat kecerdasan)
Ø  Bakat khusus
Ø  Taraf pengetahuan yang dimiliki
Ø  Taraf kemampuan berbahasa
Ø  Taraf organisasi kognitif
Ø  Motivasi
Ø  Kepribadian
Ø  Perasaan
Ø  Sikap
Ø  Minat
Ø  Konsep diri
Ø  Kondisi fisik dan psikis (kesehatan fisik dan mental)
2)      Faktor-faktor yang ada pada lingkungan keluarga
Ø  Cara mendidik orang tua
Ø  Suasana keluarga
Ø  Pengertian orang tua
Ø  Keadaan sosial ekonomi keluarga
Ø   Latar belakang kebudayaan
3)      Faktor-faktor yang ada di lingkungan sekolah
Ø  Guru: kepribadian guru, sikap guru terhadap siswa, keterampilan didaktik, serta gaya dan metode mengajar
Ø   Kurikulum
Ø  Organisasi sekolah
Ø  Sistem sosial di sekolah
Ø  Keadaan fisik sekolah dan fasilitas pendidikan
Ø  Hubungan sekolah dengan orang tua lokasi sekolah
4)      Faktor-faktor pada lingkungan sosial yang lebih luas
Ø  Keadaan sosial, politik, dan ekonomi
Ø   Keadaan fisik: cuaca dan iklim
Komponen modalitas belajar yang dimiliki siswa termasuk kedalam faktor intern dalam hal ini faktor psikologis yang mempengaruhi hasil belajar siswa.

B.     Modalitas Belajar (learning styles) Peserta Didik
B.1      Pengertian Modalitas
Modalitas menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yakni mengenai perbuatan, keadaan, peristiwa, atau sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa pernyataan, kemungkinan, kinginan, atau keizinan. Dalam bahasa Indonesia modalitas dinyatakan secara leksikal (Chaer, 1994: 162).
Modalitas (modality) menurut Hasanudin dkk. (2009: 772) adalah:
·         Klasifikasi proposisi menurut hal menyuguhkan atau mengingkari kemungkinan atau keharusan;
·         Cara pembicara menyatakan sifat terhadap suatu situasi dalam suatu komunikasi antarpribadi;
·         Makna kemungkinan, keharusan, kenyataan, dan sebagainya yang dinyatakan dalam kalimat; dalam Bahasa Indonesia modalitas dinyatakan seperti barangkali, harus, akan, dan sebagainya. Atau denga adverbia kalimat seperti pada hakikatnya menurut hemat saya dan sebagainya. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa keterangan modalitas menunjukan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, terhadap pendengar, terhadap lingkungan yang dibicarakan, atau gabungan antara hal-hal itu sendiri. Sedangkan secara eksplisit biasanya modalitas itu terdiri atas sebuah kalimat (Samsuri, 1985: 245).
B.2      Pengertian Modalitas Belajar (learning styles)
Modalitas berarti gaya atau tipe. Maka modalitas belajar seseorang merujuk kepada gaya atau tipe belajarnya.  Modalitas belajar (learning styles) juga merujuk kepada cara interaksi individu dengan sistem pesan atau rangsangan kemudian memproses dan menganalisa pesan tersebut di dalam otak untuk dijadikan pengetahuan.  Setiap orang mempunyai gaya pembelajaran yang tersendiri yang berbeda secara individu seperti mana sidik jari (Gremli dalam Zakaria, 2007 :1). Modalitas belajar merupakan satu konsep yang paling penting dan perlu diberi tumpuan dalam aspek pendidikan di sekolah karena ia merupakan faktor utama membentuk seseorang individu. Pelajar merupakan seseorang individu yang unik dan berbeda di antara satu sama lain walaupun mereka berada dalam tahap pembelajaran yang sama.  Perbedaan individu ini merangkumi dari aspek pemikiran, umpan balik, minat, kecenderungan, pencapaian dan pemahaman.  Justru, pelajar-pelajar ini mempunyai gaya yang tersendiri untuk menerima serta menggunakan rangsangan dalam proses pembelajaran.  Pendekatan yang diambil oleh setiap pelajar adalah dengan menurut tanggapan subjektif mereka terhadap kehendak pengajar atau konteks pembelajarannya.
Modalitas belajar merupakan gaya belajar yang dimiliki oleh setiap individu yang merupakan cara termudah dalam menyerap, mengatur dan mengolah informasi (DePotter dan Hernachi, 2003 : 72). Sedangkan menurut Zaini dalam Sundari (2009 : 2)  Modalitas belajar adalah karakteristik dan preferensi atau pilihan individu untuk mengumpulkan informasi, menafsirkan, mengorganisasi, merespon, dan memikirkan informasi yang diterima. Gremli dalam Zakaria (2007 :2 ) pula menyatakan bahawa modalitas belajar melibatkan aspek-aspek personaliti, pemprosesan pesan, interaksi sosial, kecenderungan terhadap garis panduan, tumpuan perhatian terhadap sesuatu yang baru, unik dan terdapatnya kelainan dalam diri individu.  Modalitas belajar yang bersesuaian dengan diri seseorang individu adalah salah satu penentuan kearah kecekapan dan kebolehan mengasimilasikan ilmu yang dipelajari dengan cemerlang dan berkesan.
Gaya pembelajaran yang sesuai penting untuk meningkatkan pencapaian akademik pelajar (Chambers dalam zakaria, 2007 :3 ).  Chambers berpendapat bahwa pelajar harus menggunakan gaya pembelajaran sebagai kekuatan mereka dalam bidang akademik.  Hal ini karena gaya yang bersesuaian dengan ciri-ciri pembelajaran akan menyebabkan pelajar di semua peringkat lebih bermotivasi dan seterusnya akan meningkatkan pencapaian akademik.  Sebagai tambahannya, Dunn & Dunn dalam Zakaria (2007 : 3) menyatakan bahawa apabila kaedah, sumber dan program dipadankan dengan sifat-sifat gaya belajar pelajar, maka pencapaian akademik dan sikap pelajar akan meningkat.  Sebaliknya, jika padanan di antara pengajaran dan pembelajaran tidak sesuai, maka pencapaian akademik dan sikap juga turut merosot.
Prestasi akademik yang cemerlang merupakan penentuan pemahaman seseorang terhadap proses pembelajaran.  Secara tidak langsung, pencapaian ini akan menentukan masa depan yang lebih gemilang.  Oleh itu, untuk merealisasikan hasrat tersebut, suasana pembelajaran yang kondusif adalah amat penting.  Masyarakat kurang begitu menitikberatkan pencapaian akademik kerana keputusan akademik yang cemerlang menjadi tolok ukur kepada masa depan seseorang pelajar (Amina Noor dalam Zakaria, 2007 : 4).
Menurut Griggs dalam Zakaria (2007 : 4), penggunaan modalitas belajar yang betul adalah amat penting untuk meningkatkan keputusan akademik.  Pencapaian ini yang akan membuktikan sejauh mana modalitas belajar seseorang pelajar berhasil atau tidak.  Peningkatan dan penurunan pencapaian akademik pelajar sebenarnya sangat berkait rapat dengan proses belajar mengajar di dalam kelas.
Menurut Bobbi DePorter dan Mike Hernacki modalitas belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi (DePorter, Bobbi & Hernacki, Mike:2000:110-112). Gaya belajar bukan hanya berupa aspek ketika menghadapi informasi, melihat, mendengar, menulis dan berkata tetapi juga aspek pemrosesan informasi sekunsial, analitik, global atau otak kiri-otak kanan, aspek lain adalah ketika merespon sesuatu atas lingkungan belajar (diserap secara abstrak dan konkret).
Dari pengertian-pengertian di atas, disimpulkan bahwa modalitas belajar adalah cara yang cenderung dipilih siswa untuk bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang dalam menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi pada proses belajar.
C.     Macam-macam Modalitas Belajar (learning styles) Peserta didik

C.1      Macam-Macam Modalitas Belajar (learning styeles)
Sejak awal tahun 1997, telah banyak upaya yang dilakukan untuk mengenali dan mengkategorikan cara manusia belajar, cara memasukkan informasi ke dalam otak. Secara garis besar, ada 7 pendekatan umum dikenal dengan kerangka referensi yang berbeda dan dikembangkan juga oleh ahli yang berbeda dengan variansinya masing-masing. Adi Gunawan adalah seorang pakar mind technology dan transformasi diri yang dalam bukunya “Born to be a Genius” merangkum ketujuh cara belajar tersebut, yaitu:
1)      Pendekatan berdasarkan pada pemprosesan informasi: menentukan cara yang berbeda dalam memandang dan memproses informasi yang baru. Pendekatan ini dikembangkan oleh Kagan, Kolb, Honey dan Umford Gregorc, Butler, dan McCharty.
2)      Pendekatan berdasarkan kepribadian: menentukan tipe karakter yang berbeda-beda. Pendekatan ini dikembangkan oleh Myer-Briggs, Lawrence, Keirsey & Bartes, Simon & Byram, Singer-Loomis, Grey-Whellright, Holland,dan Geering.
3)      Pendekatan berdasarkan pada modalitas sensori: menentukan tingkat ketergantungan terhadap indera tertentu. Pendekatan ini dikembangkan oleh Bandler & Grinder, dan Messick.
4)      Pendekatan berdasarkan pada lingkungan: menentukan respon yang berbeda terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, dan instruksional. Pendekatan ini dikembangkan oleh Witkin dan Eison Canfield.
5)      Pendekatan berdasarkan pada interaksi sosial: menentukan cara yang berbeda dalam berhubungan dengan orang lain. Pendekatan ini dikembangkan oleh Grasha-Reichman, Perry, Mann, Furmann-Jacobs, dan Merill.
6)      Pendekatan berdasarkan pada kecerdasan: menentukan bakat yang berbeda. Pendekatan ini dikembangkan oleh Gardner dan Handy.
7)      Pendekatan berdasarkan wilayah otak: menentukan dominasi relatif dari berbagai bagian otak, misalnya otak kiri dan otak kanan. Pendekatan ini dikembangkan oleh Sperry, Bogen, Edwards, dan Herman (Adi W. Gunawan:2004:140).
Banyaknya pendekatan dalam mengklasifikasikan atau membedakan modalitas belajar disebabkan karena setiap pendekatan yang digunakan mengakses aspek yang berbeda secara kognitif. Dari berbagai pendekatan tersebut yang paling terkenal dan sering digunakan saat ini ada tiga, yaitu: pendekatan berdasarkan preferensi kognitif, profil kecerdasan, dan preferensi sensori.
1.      Pendekatan modalitas belajar berdasarkan preferensi kognitif.
pendekatan ini dikembangkan oleh Dr. Anthony Gregorc. Gregorc mengklasifikasikan gaya belajar menurut kemampuan mental menjadi 4 kategori, yaitu: gaya belajar konkret-sekuensial, gaya belajar abstrak-sekuensial, gaya belajar konkret acak, dan gaya belajar abstrak acak.
2.      Pendekatan modalitas belajar berdasarkan profil kecerdasan.
Pendekatan ini dikembangkan oleh Howard Gardner. Menurut Gardner dikutip dari buku Psikologi Pendidikan ( Robert E. Slavin) manusia mempunyai 7 kecerdasan yaitu: linguistik, logika/matematika, interpersonal, intrapersonal, musik, spasial, dan kinestetik. Teori kecerdasan ganda ini mewakili definisi sifat manusia, dari perspektif kognitif, yaitu bagaimana kita melihat, bagaimana kita menyadari hal. Ini benar-benar memberikan indikasi yang sangat penting dan tidak dapat dihindari untuk orang-orang preferensi gaya belajar, serta perilaku mereka dan bekerja gaya, dan kekuatan alami mereka. Jenis-jenis kecerdasan yang dimiliki seseorang (Gardner menunjukkan sebagian besar dari kita kuat dalam tiga jenis) tidak hanya menunjukkan kemampuan orang, tetapi juga cara atau metode di mana mereka lebih suka belajar dan mengembangkan kekuatan mereka dan juga untuk mengembangkan kelemahan-kelemahan mereka.
3.      Pendekatan modalitas belajar berdasarkan preferensi sensori
Penjelasan dan pemahaman Tujuh Kecerdasan Gardner dapat lebih diterangi dan diilustrasikan dengan melihat klasik kecerdasan lain dan model gaya belajar, dikenal sebagai model gaya belajar Visual-Auditory-Kinestetik, biasanya disingkat VAK. Konsep, teori dan metode pertama kali dikembangkan oleh psikolog dan spesialis mengajar seperti Fernald, Keller, Orton, Gillingham, Stillman dan Montessori, dimulai pada tahun 1920-an. Para VAK pendekatan multi-indera (preferensi sensori) untuk belajar dan mengajar ini awalnya berkaitan dengan pengajaran anak-anak menderita disleksia dan pelajar lain untuk metode pengajaran konvensional yang tidak efektif. Spesialis VAK awal diakui bahwa orang belajar dalam berbagai cara: sebagai contoh yang sangat sederhana, seorang anak yang tidak bisa dengan mudah mempelajari kata-kata dan huruf dengan membaca (visual) mungkin misalnya belajar lebih mudah dengan menelusuri bentuk huruf dengan jari mereka (kinestetik). Model gaya belajar Visual-Auditory-Kinestetik tidak menutup kecerdasan ganda Gardner, melainkan dengan model VAK memberikan perspektif yang berbeda untuk memahami dan menjelaskan pilihan seseorang atau dominan berpikir dan gaya belajar, dan kekuatan. Teori Gardner adalah salah satu cara melihat gaya berpikir; VAK adalah hal lain.
Dari tiga pendekatan tersebut yang dikenal luas di Indonesia adalah pendekatan berdasarkan preferensi sensori (Adi W. Gunawan:2004:142). Macam-macam modalitas belajar berdasarkan preferensi sensori ini menurut Barbe dan Swassing (dikutip oleh Hartanti dan Arhartanto) terdiri atas tiga modalitas (gaya belajar), yaitu: visual, auditorial, da kinestetik. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Fleming (2002) bahwa terdapat 3 modalitas belajar, yaitu visual, auditorial, dan kinestetik (Hartanti dan Arhartanto: 2003:295-307). Namun akhir-akhir ini Fleming memperkenalkan modalitas tambahan yakni modalitas read/write (baca/tulis).
Oleh karena ketenaran dan penggunaannya yang luas maka makalah ini hanya menitikberatkan pada pengklasifikasian modalitas belajar menurut preferensi sensori yaitu modalitas belajar visual, modalitas belajar auditorial, dan modalitas belajar kinestetik.
C.2      Modalitas Belajar Berdasarkan Preferensi Sensori
Berdasarkan prefensi sensori atau kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan informasi, maka modalitas belajar individu dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori. Ketiga kategori tersebut adalah modalitas belajar visual, auditorial, dan kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu. Pengkategorian ini tidak berarti bahwa individu hanya yang memiliki salah satu karakteristik gaya belajar tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik gaya belajar yang lain.
Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa individu memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga jika ia mendapatkan rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran. Dengan kata lain jika individu menemukan metode belajar yang sesuai dengan karakteristik gaya belajar dirinya maka akan cepat ia memahami pelajaran yang diberikan oleh guru.
Menurut sebuah penelitian ekstensif, khususnya di Amerika Serikat, yang dilakukan oleh Profesor Ken dan Rita Dunn dari Universitas St. John, di Jamaica, New York, dan para pakar Pemrograman Neuro-Linguistik seperti, Richard Bandler, John Grinder, dan Michael Grinder, telah mengidentifikasi tiga modalitas belajar dan komunikasi yang berbeda.
a) Visual.
            Belajar melalui melihat sesuatu, suka melihat gambar atau diagram,  pertunjukkan, peragaan atau menyaksikan video. Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
b) Auditori.
Belajar melalui mendengar sesuatu, suka mendengarkan kaset audio, ceramah-kuliah, diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal. Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang-sedang saja. Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.
c) Kinestetik.
Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung, suka menangani, bergerak, menyentuh, dan merasakan, mengalami sendiri (Rose, Colin & Malcolm J. Nicholl:2002:130-131). Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.
Adapun ciri-ciri perilaku individu dengan karakteristik modalitas belajar seperti disebutkan diatas, menurut DePorter & Hernacki, adalah sebagai berikut:
1.      Modalitas Belajar Visual (Visual learners)
Individu yang memiliki kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:
Ø  rapi dan teratur
Ø  berbicara dengan cepat
Ø  mampu membuat rencana dan mengatur jangka panjang dengan baik
Ø  teliti dan rinci
Ø  mementingkan penampilan
Ø  lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar
Ø  mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual
Ø  memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik
Ø  biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang belajar
Ø  sulit menerima instruksi verbal (oleh karena itu seringkali ia minta instruksi secara tertulis
Ø  merupakan pembaca yang cepat dan tekun
Ø  lebih suka membaca daripada dibaca
Ø  dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap waspada, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan
Ø  jika sedang berbicara di telpon ia suka membuat coretancoretan tanpa arti selama berbicara
Ø  lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
Ø  sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat "ya" atau "tidak”.
Ø  lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/ berceramah
Ø  lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar) dari pada musik
Ø  sering kali menegtahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan dalam kata-kata
Ø  kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan.
2.      Modalitas Belajar Auditorial (Auditory Learners)
Individu yang memiliki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:
Ø  sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja (belajar)
Ø  mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik
Ø  menggerakan bibir dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
Ø  lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca
Ø  jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras
Ø  dapat mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara
Ø  mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita
Ø  berbicara dalam irama yang terpola dengan baik
Ø  berbicara dengan sangat fasih
Ø   lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya
Ø  belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihat
Ø  senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar
Ø  mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang berhubungan dengan visualisasi
Ø   lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras daripada menuliskannya
Ø  lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/komik.
3.      Modalitas Belajar Kinestetik (Tactual Learners)
Individu yang memiliki kemampuan belajar kinestetik yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:
Ø  berbicara dengan perlahan
Ø  menanggapi perhatian fisik
Ø  menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka
Ø  berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain
Ø  banyak gerak fisik
Ø  memiliki perkembangan awal otot-otot yang besar
Ø  belajar melalui praktek langsung atau manipulasi
Ø  menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung
Ø  menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika sedang membaca
Ø  banyak menggunakan bahasa tubuh (non verbal)
Ø  tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama
Ø  sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut
Ø  menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
Ø  pada umumnya tulisannya jelek
Ø  menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan (secara fisik
Ø  ingin melakukan segala sesuatu (DePorter, Bobbi & Hernacki, Mike:2000:110-112.
D.    Pengaruh Modalitas Belajar (learning styles) Terhadap Pembelajaran Peserta Didik
Beberapa temuan penelitian melaporkan bahwa kecocokan atau ketidakcocokkan antara modlitasa belajar dengan gaya pengajaran yang distrukturkan bagi peserta didik berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar. Kajian ini dilakukan oleh Pask sebagaimana dikutip oleh Moeljadi Pranata, menemukan bahwa jika modalitas belajar peserta didik cocok dengan gaya pengajaran yang distrukturkan bagi mereka, misalnya modalitas belajar visual dengan gaya pengajaran visual, modalitas belajar auditori dengan gaya pengajaran auditori, maka peserta didik akan jauh lebih baik dalam memahami materi pembelajaran dibandingkan dengan peserta didik lain yang modalitas belajarnya tidak cocok dengan gaya pengajaran yang distrukturkan guru baginya (Moeljadi Pranata:2002:13-23).
Nasution menyatakan bahwa, berbagai macam metode mengajar telah banyak diterapkan dan diujicobakan kepada siswa untuk memperoleh hasil yang efektif dalam proses pembelajaran. Pada kenyataannya tidak ada satu metode mengajar yang lebih baik daripada metode mengajar yang lain. Jika berbagai metode mengajar telah ditetapkan dan tidak menunjukkan hasil yang diharapkan, maka alternatif lain yang dapat dilakukan oleh guru secara individual dalam proses pembelajaran yaitu atas dasar pemahaman terhadap gaya belajar siswa (Nasution:2008:115).
Bobbi DePotter dan Hernacki menyebutkan bahwa mengetahui modalitas  belajar yang berbeda telah membantu para siswa, dengan demikian akan memberi persepsi yang positif bagi siswa tentang cara guru mengajar. Agar aktivitas belajar dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka modalitas (learning styles) belajar siswa harus dipahami oleh guru (DePorter, Bobbi & Hernacki, Mike:2000:110).
Modalitas belajar sangat diperlukan dalam pembelajaran karena dengan modalitas kita dapat menyerap, lalu mengatur dan mengolah informasi yang didapat dari belajar. Di dalam modalitas belajar belajar terdapat komponen yang  sangat diperlukan oleh siswa karena meyerap dan mengatur serta mengolah informasi pembelajaran. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi hasil dari kegiatan belajar siswa ke arah yang positif. Melalui modalitas belajar siswa dapat menentukan gaya belajar yang mana sesuai dengan karakteristik masing-masing. Modalitas belajar merupakan gaya belajar yang dimiliki oleh setiap individu yang merupakan cara termudah dalam menyerap, mengatur dan mengolah informasi yang terdiri dari modalitas visual, modalitas auditori, modalitas kinestetik (DePotter dan Hernachi, 2003: 72)
            Proses pembelajaran sekarang bukanlah pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher  centered) melainkan pembelajaran harus berpusat pada siswa (student centered). Perubahan ini diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap, dan perilaku. Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep learning) dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa yang akan berdampak terhadap peningkatan hasil belajar siswa.

E.     Peran Media Belajar Terhadap Modalitas Belajar (learning styles) Peserta Didik
Setelah mengetahui apa yang dimaksudkan dengan modalitas belajar, selanjutnya kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan media pembelajaran. Secara umum Media pembelajaran adalah alat bantu proses belajar mengajar. Sedangkan menurut Briggs (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Jadi, media Pembelajaran adalah Segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat atau sumber dalam bentuk komunikasi yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan atau keterampilan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.
Ada pula jenis-jenis media pembelajaran, yaitu :
1)      Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya.
2)      Media Visual : grafik, gambar, chart, bagan, poster, kartun, komik, dan sejenisnya.
3)      Media audio visual : televisi, film, video (VCD & DVD), dan sejenisnya
4)      Project still media : slide; over head proyektor (OHP), in focus dan sejenisnya
5)      Human Media : orang atau lingkungan
Setelah kita mengetahui apa yang dimaksud dengan modalitas belajar dan media pembelajaran. Selanjutnya kita akan membahas peran media terhadap modalitas (learning styles) peserta didik. Mungkin sering terjadi dalam kegiatan belajar di kelas terdapat siswa yang tidak semangat, bahkan tidak konsentrasi dalam belajar. Sehingga dampaknya siswa suka mengobrol dengan temannya atau bermain seenaknya sendiri, bahkan pula ada siswa yang suka tidur di kelas. Hal tersebut terjadi mungkin karena kurang kreatifnya guru atau pendidik dalam mengelola kelasnya dan pemilihan media pembelajaran yang kurang bahkan tidak disesuaikan dengan karakteristik dan modalitas belajar masing-masing peserta didiknya atau mungkin guru bahkan tidak menggunakan media pembelajaran sama sekali dalam mengajar.
Sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar, media memiliki fungsi. Nana Sudjana (1991) merumuskan fungsi media pengajaran menjadi enam kategori, sebagai berikut:
1)      Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
2)      Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa media pengajaran merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru.
3)      Penggunaannya integral dengan tujuan dari isi pengajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa penggunaan (pemanfaatan) media harus melihat kepada tujuan dan bahan pelajaran.
4)      Penggunaan media pengajaran bukan hanya digunakan sebagai alat hiburan dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar supaya lebih menrik perhatian siswa.
5)      Penggunaan media dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan oleh guru.
6)      Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar. Dengan perkataan lain menggunakan mediaa hasil belajar yang dicapai siswa akan tahan lama diinat siswa sehingga mempunya nilai tinggi.
Seorang guru diharapakan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam poses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman A.M. (2004:165), guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran kondusif. 
Pada hakikatnya bukan media pembelajaran itu sendiri yang menentukan hasil belajar. Ternyata keberhasilan menggunakan media pembelajaran dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar tergantung pada (1) isi pesan, (2) cara menjelaskan pesan, dan (3) karakteristik penerima pesan.
Maka sebagai seorang guru harus mampu memilih media pembelajaran yang tepat bagi peserta didiknya. Karena itu dalam memilih media pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi, karakteristik, serta modalitas belajar masing-masing peserta didiknya agar penggunaan media pembelajaran dapat digunakan secara efektif dan menunjang keberhasilan peserta didiknya. Dimana setiap siswa dengan latar belakang yang berbeda-beda mempunyai keunikan tersendiri dalam belajar. Mereka mempunyai cara masing-masing dalam memperoleh dan mengolah informasi. Adanya keunikan cara belajar masing-masing siswa tersebut, guru dalam memilih media pembelajaran haruslah disesuaikan dengan modalitas belajar siswa. Misal, jikalau ada peserta didik yang memiliki cara belajar visual, guru menggunakan media yang tentunya bisa di lihat oleh peserta didiknya (media visual). Seperti halnya media visual berupa: gambar, peta, diagram, dan lain sejenisnya. Jikalau ada peserta didik yang memiliki cara belajar auditoria, guru menggunakan media yang bisa di dengar oleh peserta didiknya (media audial). Contoh media audial: radio, tape recorder, dan lainnya. Sedangkan bagi peserta didik yang memiliki cara belajar kinestetik, dalam pememilihan media pembelajarannya itu yaitu memilih media yang dapat  memungkinkan peserta didiknya itu untuk dapat bergerak.
Namun dalam satu kelas tidak hanya terdiri dari beberapa siswa yang memiliki modalitas belajar yang sama saja, akan tetapi terdiri dari banyak siswa yang juga setiap siswa dalam kelas tersebut mempunyai masing-masing modalitas atau cara belajar sendiri. Maka dari itu sebaiknya dalam pemilihan media, guru tidak hanya menggunakan satu jenis media saja, melainkan dengan menyediakan berbagai jenis media (multi media), agar keseluruhan peserta didiknyanya yang memiliki modalitas atau cara belajar yang berbeda tersebut mampu menerima informasi yang disampaikan oleh guru. Atau bisa dengan cara mengkolaborasikan jenis media pembelajaran, maksudnya pemilihan sebuah media pembelajaran  dimana media tersebut mencangkup keseluruhan jenis modalitas belajar siswa, seperti projected stiil media (slide; over head proyektor (OHP), in focus) dan projected motion media televisi, film, video (VCD & DVD).
                                                                          









BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada beberapa cirri-ciri umum yang menyatakan adanya kegiatan belajar.
1.      Belajar menunjukan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja,jadi proses belajar ini diartikan sebagai suatu bentuk kesengajaan terencana yang sesuai dengan pola pikir dan nalar masing-masing.
2.      Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkunganya, lingkungan dalam hal ini dapat berupa manusia ataupun obyek-obyek lain yang memungkinkan individu memperoleh pengalaman atau pengetahuan.
3.      Hasil belajar ditandai dengan perubahan  tingkah laku walaupun tidak semua perubahan tingkah laku itu merupakan hasil belajar
Mengajar adalah suatu aktivitas mengoordinasi dan mengatur lingkungan sebaik-baiknya dalam menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangungnya kegiatan belajar bagi para siswa.
Pengajaran merupakan perpaduan antara dua aktifitas, yaitu: aktifitas mengajar dan belajar, dimana didalamnya terjadi interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru yang bertujuan untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku siswa secara internal. Adapun prinsip-prinsip pengajaran diantaranya adalah prinsip aktivitas, prinsip individualitas, prinsip motivasi, prinsip korelasi, dan prinsip efesiensi dan efektifitas.
Hasil belajar ialah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Sehingga dapat dikatakan orang yang belajar akan mengalami perubahan dan memperoleh suatu hasil belajarnya (Bakar, 2000:24). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa diantaranya adalah faktor internal, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial.
Modalitas berarti gaya atau tipe. Maka modalitas belajar seseorang merujuk kepada gaya atau tipe belajarnya.  Modalitas belajar (learning styles) juga merujuk kepada cara interaksi individu dengan sistem pesan atau rangsangan kemudian memproses dan menganalisa pesan tersebut di dalam otak untuk dijadikan pengetahuan.  Modalitas belajar merupakan gaya belajar yang dimiliki oleh setiap individu yang merupakan cara termudah dalam menyerap, mengatur dan mengolah informasi (DePotter dan Hernachi, 2003 : 72).
Menurut sebuah penelitian ekstensif, khususnya di Amerika Serikat, yang dilakukan oleh Profesor Ken dan Rita Dunn dari Universitas St. John, di Jamaica, New York, dan para pakar Pemrograman Neuro-Linguistik seperti, Richard Bandler, John Grinder, dan Michael Grinder, telah mengidentifikasi tiga modalitas belajar dan komunikasi yang berbeda.
a) Visual.
            Belajar melalui melihat sesuatu, suka melihat gambar atau diagram,  pertunjukkan, peragaan atau menyaksikan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi
b) Auditori.
Belajar melalui mendengar sesuatu, suka mendengarkan kaset audio, ceramah-kuliah, diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.
c) Kinestetik.
Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung, suka menangani, bergerak, menyentuh, dan merasakan, mengalami sendiri (Rose, Colin & Malcolm J. Nicholl:2002:130-131).. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.
Bobbi DePotter dan Hernacki menyebutkan bahwa mengetahui modalitas  belajar yang berbeda telah membantu para siswa, dengan demikian akan memberi persepsi yang positif bagi siswa tentang cara guru mengajar. Agar aktivitas belajar dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka modalitas (learning styles) belajar siswa harus dipahami oleh guru (DePorter, Bobbi & Hernacki, Mike:2000:110).
Modalitas belajar sangat diperlukan dalam pembelajaran karena dengan modalitas kita dapat menyerap, lalu mengatur dan mengolah informasi yang didapat dari belajar. Di dalam modalitas belajar belajar terdapat komponen yang  sangat diperlukan oleh siswa karena meyerap dan mengatur serta mengolah informasi pembelajaran. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi hasil dari kegiatan belajar siswa ke arah yang positif. Melalui modalitas belajar siswa dapat menentukan gaya belajar yang mana sesuai dengan karakteristik masing-masing. Modalitas belajar merupakan gaya belajar yang dimiliki oleh setiap individu yang merupakan cara termudah dalam menyerap, mengatur dan mengolah informasi yang terdiri dari modalitas visual, modalitas auditori, modalitas kinestetik (DePotter dan Hernachi, 2003: 72).
Media Pembelajaran adalah Segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat atau sumber dalam bentuk komunikasi yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan atau keterampilan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.
Ada pula jenis-jenis media pembelajaran, yaitu :
1)      Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya.
2)      Media Visual : grafik, gambar, chart, bagan, poster, kartun, komik, dan sejenisnya.
3)      Media audio visual : televisi, film, video (VCD & DVD), dan sejenisnya
4)      Project still media : slide, over head proyektor (OHP), in focus dan sejenisnya
5)      Human Media : orang atau lingkungan.


Dengan penggunaan media, siswa yang memilki modalitas belajar visual, auditori, ataupun kinestetik akan dapat mengerti dan paham dengan materi yang disampaikan oleh guru. Tidak diragukan lagi bahwa semua media itu perlu dalam pembelajaran. Kalau sampai sekarang ini masih ada guru yang belum menggunakan media, itu hanya perlu satu hal yaitu perubahan sikap.
Dalam memilih media pembelajaran, perlu disesuaikan dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi masing-masing. Alangkah baiknya dalam pemilihan media pembelajaran tersebut menggunakan atau mengfungsikan media yang ada di sekitar kita. Namun terserah kepada guru bagaimana ia dapat mengembangkannya secara tepat dilihat dari isi, penjelasan pesan, karakteristik serta modalitas belajar peserta didiknya dalam menentukan media pembelajaran yang akan digunakan.

B.     Saran
Dari pembahasan mengenai modalitas belajar yang telah disebutkan diatas tentunya sangat berpengaruh terhadap suatu keberhasilan dari proses pembelajaran, karena setalah mengetahui hal-hal tersebut guru bisa lebih berhati-hati dan menyesuaikan gaya belajar yang sesuai dengan para peserta didiknya. Namun yang harus diwaspadai adalah kecenderungan orang tua yang mengetahui “kelebihan” anaknya akan menuntut terlalu berlebihan. Akibatnya anak mendapat tekanan lebih besar untuk menjadi yang terbaik. Hal tersebut tentunya sangat merugikan bagi anak, karena pada dasarnya perkembangan setiap anak butuh proses dan waktu dan pada akhirnya mereka akan mengembangkan gaya belajarnya sendiri. Tugas kita sebagai orang tua atau guru adalah memberikan dukungan, pemeliharaan, dan perawatan proses tumbuh kembang anak.
Dalam penulisan makalah ini mungkin ada beberapa masalah atau kekurangan, ini di sebabkan karena kurangnya pengetahuan yang di miliki oleh penulis. untuk itu kami menerima kritik dan saran yang mendukung agar bisa menjadi pelengkap atas kekurangan dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan juga semoga bermanfaat bagi penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Blogger templates

 

Blogger news

Blogroll

About